Barangkali anda mempertanyakan arti Arajang, atau mungkin mencari-cari hubungan antara sunahnya malam Jum’at dengan Arajang. Anda pasti bingung kecuali anda berada sewaktu dan setempat dengan saya pada Kamis malam yang sama. Malam ketika para pecinta sastra berkumpul di Padepokan Jazz Syndicate Bogor.
Jika bicara tentang malam Jum’at, tolong, pinggirkan dulu yang satu itu. Saya sedang tidak ingin membicarakan seputar esek-esek seperti yang saya tuliskan dalam “Dari Brebes Ya Mas?”. Meski urusan seks juga serius tetapi yang satu ini lebih serius untuk saat ini. Ketika saya menuliskan sunahnya malam Jum’at maka yang ingin saya kisahkan adalah sebuah komunitas sastra di Bogor bernama Rumah Kata Bogor beserta kegiatannya. Kegiatan rutin yang mereka adakan disebut Bincang Buku Kamisan yang dari namanya bisa ditebak acara tersebut diadakan setiap Kamis. Di setiap Kamis malam inilah sekarang menjadi sunah bagi saya untuk mendatangi lokasi kumpul-kumpulnya sastrawan Bogor yang bertempat di rumah dedengkot jazz Indonesia, Idang Rasjidi.
Untuk Bincang Buku Kamisan 15 September 2011 yang merupakan perhelatan ketujuh, agendanya adalah membincang cerpen Arajang karya Khrisna Pabichara yang merupakan salah satu cerpen dalam buku antologi cerpennya berjudul Mengawini Ibu. Sebagai pembincang 1 adalah Wanda Hamidah (Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Komnas Perlindungan Anak). Karena Wanda terlambat datang maka pembincang 2 yaitu Bonnie Triyana (sejarawan, Direktur Majalah Historia) diberi kesempatan untuk mengulas cerpen tersebut terlebih dahulu sambil menunggu kehadiran Wanda. Acara ini juga diselingi dengan pembacaan puisi oleh Ardi Kresna Crenata, Idang Rasjidi, dan Erha Limanov.
Saya sangat menikmati Bincang Buku Kamisan untuk yang kali ini, juga yang sudah-sudah. 😉 Untuk kali ini, acara tersebut begitu menarik dan hidup hingga tak terasa acara yang seharusnya dimulai dari pukul 18.30 dan berakhir 21.30 WIB, baru bubar saat jam menunjukkan hampir pukul 11. Hal itu dikarenakan acara, yang dipandu penulis Jihad Terlarang, Mataharitimoer, penuh dengan canda tawa keakraban tanpa mengurangi bobot bahasan. Di samping itu, Shadu Shah Chaidar dengan gitar bassnya mengiringi Erha Limanov membaca puisi semakin menenggelamkan yang hadir dalam keindahan. Juga, sekali lagi, Shadu dengan betotan gitar mautnya mengiringi suara teman Wanda Hamidah – saya mati-matian mengingat namanya tetapi tetap lupa [maaf ya mbak ;-)] – menyanyikan Bubuy Bulan di ujung acara, semakin melengkapi kenikmatan di malam Jum’at tersebut.
Saat waktunya pulang, kenikmatan itu masih terasa hingga di rumah. Saya yakin, yang lainpun demikian. Mudah-mudahan saja, pertemuan dengan orang-orang yang memiliki hati ini (kata Idang Rasjidi) bisa terus berlanjut. Bagi saya pribadi, komunitas sastra semacam Rumah Kata Bogor dengan Bincang Buku Kamisannya merupakan oase yang wajib disinggahi dalam menjalani hidup ini. Selain sebagai tempat pelepas dahaga, oase tersebut menenangkan dan mengasah rasa.
Sumber gambar: koleksi pribadi
@Khrisna Pabichara: bener ni komen lagi? di atas sudah kasih komen tuh
O, ternyata tulisan ini membincang Arajang. Sungkem dulu, Om….
@utami utar: asyik dong 😉
dan menikmati si mas baca puisi… yuhuy …
@Erha Limanov: gitulah bang. kang MT memang org sibuk jadi kayak gitu
@Khrisna Pabichara: makasih bang. ketemu lagi nanti Kamis 😉
Senang bisa membaca tulisan apik ini. Kamis bersua lagi.
tulisan ini memang sudah dishare kok, hehehe
@MT: udah kok. malam itu juga setelah pulang 😎
harusnya tulisan ini dishare ke RKB, kang. oke?
@PeGe: saya tahu apa maksudmu
Wah saya ngeliat banyak orang yang saya kenal di foto-foto itu 😀