Siapa pun kita, pasti memiliki pembenci. Dan, disadari atau tidak, sebenarnya kita ini seorang pembenci. Di dunia ini, pembenci tak pernah mati.
Terkenal sejagat raya, berkedudukan setinggi langit, sehebat apa pun, orang-orang ini pasti akan tersentuh oleh pembenci. Apalagi bila mereka adalah pemimpin. Pemimpin di bidang apa pun. Banyak contohnya dan beragam. John Fitzgerald Kennedy isi kepalanya berantakan oleh penembak jitu pada 22 November 1963. Siapa pembunuhnya, sampai sekarang masih misteri. Lee Harvey Oswald yang dituduh sebagai pelakunya dianggap hanya jadi kambing hitam yang dikorbankan dalam sebuah konspirasi. Benazir Bhutto yang leher dan dadanya ditembus peluru saat melakukan pawai adalah contoh lain. Masih banyak contoh pemimpin di dunia politik yang jadi korban pembencinya.
Dalam industri hiburan, John Lennon bisa dijadikan contoh. Ironisnya, pembenci yang menembak dia di depan apartemennya di New York sekaligus penggemar beratnya. Mark David Chapman membunuh John Lennon dengan menembaknya dari belakang sebanyak empat kali pada 8 Desember 1980. Bila kita susun nama-nama pemimpin dalam semua bidang yang jadi korban pembenci, kita akan memiliki daftar panjang. Apalagi bila orang biasa juga dimasukkan, Anda bisa perkirakan seperti apa panjangnya.
Pembenci tak muncul begitu saja. Tentu ada sebab yang menjadikan dia seperti itu. Pemicunya bisa apa pun. Popularitas, kekayaan, kepintaran, penampilan, dan jabatan adalah beberapa di antaranya. Ada kalanya, pemicu kebencian itu muncul tanpa disadari. Tidak melulu hal buruk yang menyebabkan orang menjadi pembenci, kebaikan juga. Bagaimanapun juga, pembenci tetap pembenci. Namun, kita bisa memilih menjadi pembenci kebaikan atau keburukan.
Berbuat baik atau buruk, yang mana pun, akan mendatangkan pembenci. Jika demikian, kita tak perlu pusing ketika mereka datang. Kehidupan harus tetap berjalan. Abaikan para pembenci di sekeliling kita. Lebih-lebih jika misalnya para pembenci itu datang karena kita berbuat baik. Jangan ada kompromi untuk ketidakbaikan. Baik ya baik, buruk ya buruk. Kita harus bisa menarik garis batas yang jelas. Jika kita yakin yang kita lakukan adalah hal baik, teruskan. Meskipun perbuatan benar kita dianggap berlebihan, hiperbolis, atau apa pun label yang disematkan, tak perlu didengar. Akan lebih terhormat jika kita dibenci karena melakukan kebaikan dibandingkan sebaliknya.
Barangkali terlihat aneh ketika hal baik mendatangkan pembenci. Mungkin kita tak bisa mengerti mengapa perbuatan benar memunculkan pembenci. Suka tidak suka, kita harus menerima fakta itu. Jangan heran ketika perbuatan baik membuat orang lain benci. Itulah yang namanya keseimbangan hidup. Selalu ada dikotomi kehidupan. Berkotbahlah di tengah para begundal, dijamin, bukan pujian yang didapat. Bisa jadi bacokan yang akan mendarat di jidat. Mereka benci atas ‘kejahatan’ yang dilakukan di lingkungannya. Bukan salah para begundal itu, pengotbahnyalah yang tak lihat tempat.
Selain memiliki pembenci, sadarkah jika kita juga seorang pembenci? Rasanya tak ada orang yang tak membenci sesuatu yang tidak disukai. Hanya tingkat kebenciannya yang berbeda-beda untuk tiap orang. Mungkin Anda lebih senang tidak disebut pembenci. Anda lebih suka bila kebencian Anda itu disebut hanya kurang cocok, tidak sreg, atau agak kurang cocok. Apa pun sebutannya, intinya Anda tetap tidak suka atas sesuatu itu. Antara benci dan tidak suka, bedanya hanya di tingkatan. Ketidaksukaan akan menjadi kebencian ketika mencapai taraf sangat tidak suka. Silakan Anda teliti diri masing-masing, apakah ketidaksukaan Anda hanya sebatas tidak sreg atau tidak cocok, atau sebenarnya sudah mencapai tingkat sangat tidak suka alias benci?
Menjadi pembenci tentu saja tidak baik. Namun kadang kala hal itu tak bisa dihindari. Jika bisa memilih, lebih baik kita membenci bukan pada manusia lainnya. Bolehlah seandainya kita membenci sayuran, jengkol misalnya. Meskipun kenyataannya, jengkol juga memiliki banyak pecinta. Bila Anda seorang pemimpin, bisa dipastikan Anda akan dikelilingi pembenci. Kita semua tahu, pembenci tak pernah mati. Bukan pemimpin saja memiliki pembenci, apalagi seorang pesohor. Selama yang dijalankan benar, jalan teruslah. Jika Anda pemimpin yang dibenci karena menentang korupsi, kebencian itu layak diterima. Anda adalah pemimpin terhormat karena dikelilingi para pembenci yang korup. Dan itu lebih bermartabat.
Sumber gambar: di sini
aku benci…
dengan waktu, yang begitu cepat berlalu
dengan pagi yang cepat berganti petan
tetapi aku suka…
waktu mengajakku untuk berlari
sehingga bisa kunikmati setiap senja ini