Setelah teh Korea, sekarang giliran kopi Korea yang jadi obrolan di tulisan ini. Dari semua kopi yang saya coba di 30 lebih warung kopi dan kafe, semua kopinya terasa sama. Sama-sama enak. Enak semua.
Seoul dan kota lain di Korea Selatan memanjakan syahwat saya dalam urusan kopi. Begitu banyaknya dabang (다방) atau warung kopi bertebaran di mana-mana. Jumlahnya bukan cuma ratusan tapi ribuan, puluhan ribu. Baik yang bentuknya warung kopi mungil dengan beberapa meja kursi untuk pengunjung tak lebih dari 10 orang maupun kafe yang bisa menampung puluhan penikmat kopi.
Tempat Menikmati Kopi Korea
Tempat ngopi yang jumlahnya sungguh fantastis itu bentuknya macam-macam. Banyak yang asli Korea, ada yang waralaba dari negara lain. Tak beda dengan warung kopi di Indonesia, di sini juga dimanfaatkan untuk bersosialisasi. Entah itu bertemu untuk urusan bisnis, tempat belajar, atau sekadar haha-hihi. Bahkan ada juga yang “tega-teganya” tidur di situ. Yang terakhir itu, bukan sekali dua saya memergokinya.
Tak ada rekomendasi harus ke mana untuk menikmati kopi Korea atau ngopi di Korea. Bila Anda pas berada di Korea dan ingin menikmati kopi, masuk saja ke tempat ngopi mana pun yang Anda temukan. Dijamin enak. Selama ini, saya belum pernah ketemu kopi yang hambar di semua warung kopi yang saya masuki. Semua kopi yang disajikan memiliki kekhasan rasa sesuai daerah asal kopi tersebut. Ini yang menjadikan saya angkat jempol. Salut! Mereka tak main-main terhadap kualitas baik rasa maupun penyajian.
Keopi Bukan Kopi
Kata yang berarti ‘kopi’ dan ‘mimisan’ dalam bahasa Korea terdengar mirip dan tulisannya cuma beda satu huruf. 커피 (keopi), eo-nya dibaca seperti huruf o dalam kata ‘kompor’, artinya kopi; sedangkan 코피 (kopi) bermakna mimisan, o-nya dibaca seperti huruf o dalam kata ‘koma’. Bila tak cermat, sangat mungkin keliru.
Perbedaan ini saya sampaikan buat Anda sekadar biar tak keliru saat mengucapkan atau menuliskannya nanti. Ini pernah saya alami ketika menyebut kopi tapi di telinga teman Korea saya terdengar mimisan. Matanya sampai melotot keheranan. Mungkin dikiranya hidung saya habis mengucurkan darah.
Tak Selalu Ada Espresso
Tak semua warung kopi memiliki mesin espresso. Bila tak punya, itu artinya mereka tidak menyediakan menu kopi berbahan espresso seperti cappuccino atau affogato, misalnya. Pernah beberapa kali saya masuk warung kopi dan langsung main pesan cappuccino tanpa memperhatikan dia punya mesin espresso atau tidak. Jawabannya sudah pasti: 없어요 (eopseoyo)! Tidak ada.
Meskipun demikian, tanpa ada espresso bukan berarti tak ada kenikmatan di tempat ngopi tersebut. Tetap masih banyak varian minuman yang mereka sediakan yang bisa kita pilih. Bahkan bukan hanya minuman berbahan kopi. Sering tersedia juga teh, soda, atau racikan mereka sendiri. Tinggal pilih sesuai selera.
Asal Kopi Korea
Statistik dari International Coffee Organization per Februari 2019 menyebutkan, berdasarkan produksi tahun 2018, Indonesia adalah negara penghasil kopi terbesar keempat setelah Brazil, Vietnam, dan Colombia. Peringkat kelima ada di tangan Ethiopia. Korea? Tak bakal masuk hitungan!
Sepanjang pengetahuan saya, Korea tidak memiliki perkebunan kopi. The Korea Times pernah menuliskan upaya menanam kopi di pulau Jeju. Kalaupun ada seorang petani di pulau Jeju yang membudidayakan tanaman kopi di dalam rumah kaca, itu sekadar menyalurkan kecintaannya pada kopi. Bukan untuk dikomersilkan.
Lalu dari mana asal kopi yang beredar di pasar Korea? Tak lain dari negara-negara penghasil kopi dunia termasuk Indonesia. Kopi berbagai negara itu biasa saya lihat di rak sebuah supermarket di Itaewon bila pas lagi belanja bulanan. Mereka berjajar rapi dalam kemasan berbagai ukuran dengan tulisan besar asal negara kopi tersebut. Beberapa di antaranya misalnya Colombia, Costa Rica, dan Ethiopia.
Kopi Korea dan Dunia Hiburan
Warung kopi jelas untuk ngopi. Tetapi yang datang tidak selalu karena hendak menikmati kopi. Ada tempat ngopi yang menarik dikunjungi oleh sebab lain. Di antara yang bisa disebut adalah karena bangunannya yang unik atau tempat ngopi itu pernah dijadikan lokasi film atau drama.
Efek yang jelas terlihat saat kopi masuk dunia hiburan semacam K-drama dan film adalah minat terhadap kopi menaik. Kopi di Korea kemudian menjadi salah satu minuman yang sangat digemari. Jauh lebih tinggi diminati dibandingkan teh. Padahal bisa dikatakan Korea itu negeri teh, bukan negeri kopi. Ini bisa dilihat dari jumlah kopi yang dikonsumsi dibandingkan teh.
Sadar akan perlunya menggiring opini dan merangsang minat akan kopi, jaringan warung kopi asli Korea semacam Caffe Bene yang 38% sahamnya dimiliki Salim Group dan partnernya dari Singapura, Ediya Coffee, Coffee Bay, dan banyak lagi yang lain sengaja menjadikan tempatnya sebagai lokasi pengambilan gambar untuk drama atau film layar lebar.
Dan nyata langkah ini manjur. Banyak orang kemudian nyeruput kopi. Lalu banyak tempat ngopi didirikan. Bukan hanya berbentuk warung kopi atau kafe, mesin penjual kopi pun tersebar di mana-mana, misalnya di stasiun subway atau kereta bawah tanah. Cukup memasukkan koin senilai ₩300-₩400 (sekitar Rp4.200-Rp5.600), seketika kita sudah bisa menikmati segelas kecil kopi hitam atau kopi susu. Bahkan ada yang berbentuk robot. Robot penyaji kopi itu saya lihat saat jalan-jalan di Lotte World Shopping Mall di area Jamsil. Baru sekali ini melihat orang beli kopi dilayani robot. Buat saya, itu asyik nggak asyik. Asyik ketemu hal baru, tidak asyik karena tidak bisa diajak ngobrol.
Waktu Minum Kopi
Setiap hari selalu melihat tempat ngopi penuh orang. Di jalan, banyak orang menenteng gelas kopi dari kertas dengan logo dan nama kafe asal kopi. Saat minum kopi di Korea bisa dibilang 24 jam sehari. Tak pagi, tak siang, tak malam, pokoknya minum kopi. Juga tak kenal musim. Mau musim panas, musim gugur, musim dingin, musim semi, minum kopi jalan terus. Saya sempat dibuat terheran-heran juga dengan perilaku minum kopi orang Korea. Gimana tidak? Di musim dingin, saat suhu di bawah nol derajat celsius, ngomong saja keluar asap, hidung saja mengepulkan asap saat menghembuskan nafas, bisa dibayangkan betapa dinginnya, hla kok minum kopi saja pakai es. Bikin kepala saya geleng-geleng saja. Celakanya, perilaku mereka sekarang malah saya ikuti. Meski udara dingin, minum es americano ternyata enak juga. Sialan! Jangan-jangan saya ini kena tulah orang Korea.
Kopi Saset
Meski kafe dan warung kopi bisa ditemukan di mana-mana, tidak kemudian mereka juga menyediakan kopi saset. Mereka hanya menyeduh kopi dari biji kopi yang langsung digiling saat ada yang pesan. Walaupun begitu, kopi saset tetap ada. Kalau mau beli kopi saset, masuk saja ke convenience store atau mini market macam GS 25, CU, E-mart, 7 Eleven, dan Lotte Mart. Kalau di Indonesia ya model Alfamart, Indomaret, dan mart-mart lainnya. Banyak pilihan di situ. Tapi jangan berharap bisa menikmati rasa kopi yang sesungguhnya. Namanya juga kopi saset, apalagi dibuat oleh negara yang tak punya kebun kopi, tak usahlah berharap banyak. Teh Korea yang bukan teh saja dibilang teh.
Perihal harga, kopi saset memang lebih murah jika dibandingkan kopi di kafe yang kisaran harganya ₩3.000-₩8.000 atau Rp42.000-Rp112.000 per cangkir. Namun demikian, ada harga ada kualitas. Meski sama-sama disebut kopi, membandingkan kopi saset dengan kopi bubuk yang baru beres digiling jelas bukan perbandingan apple to apple. Bagaimanapun juga, tidak berarti kemudian saya anti kopi saset. Saya tetap menikmati kopi saset, kok.
Kopi Tubruk
Bila masuk tempat ngopi, jangan pernah memesan kopi tubruk. Bukannya tidak boleh. Masalahnya tidak ada kafe atau warung kopi yang menyediakan kopi tubruk. Sepanjang yang saya tahu dan sebanyak tempat ngopi yang pernah saya datangi, tidak pernah nemu di daftar menu mereka ada kopi tubruk. Tidak lazim di Korea minum kopi ada ampasnya. Semua teknik seduh yang dipakai menghasilkan air kopi tanpa ampas. Alat seduh yang pasti tersedia paling berujud mesin espresso atau yang manual berupa V60. Alat seduh macam syphon, moka pot, french press, dan yang lain ada yang pakai tapi jarang saya temukan. Itulah sebabnya kopi yang ditawarkan paling-paling jenisnya espresso, americano, cappuccino, macchiato, latte, dan nama-nama lain yang kadang mereka ngarang sendiri. Yang pasti, tidak ada kopi tubruk! Bila pengin kopi tubruk, mesti bikin sendiri dan ditubruk di rumah. Duh, kalau sudah begini, jadi kangen kopi Bogor.
Sumber gambar: koleksi pribadi
Nikmat serasa saya lagi ngopi beneran menikmati perjalanan ngopinya Akang di Korea ini. Salam kenal Kang saya penikmat awam di dunia perkopian nusantara. Sukses slalu utk Blognya. Makasih.
Saya sering liat kafe subway namanya di drama Korea…pernah berkunjung pak ke kafe tersebut? Daerah Seoul jg sepertinya..kalau suatu saat mengunjungi, abadikan ya pak, posting…😉
@Tyas: Subway itu resto cepat saji, bukan kafe, semacam McDonald atau KFC
Wah, masih bisa ngopi…
@Prilastono nugroho: malah jadi makin kalap, Mas 😀
Ada kopi Temanggung nggak pakdhe
@Rumah Kopi Temanggung: Adanya Mandailing sama Gayo.