Sampai saat ini saya masih belum bisa terima teh Korea sepenuh hati. Meskipun sudah lama saya tahu tehnya orang Korea itu dan sudah delapan bulan tinggal di negeri teh tersebut berasal. Apa pasal?
Teh Indonesia
Salah satu publikasi keluaran BPS pada November 2018 berjudul Statistik Teh Indonesia 2017 melaporkan bahwa luas areal perkebunan teh yang berproduksi berdasarkan pendataan tahun 2017 adalah 106.710 hektar. Dari total tersebut, wilayah terbesar dimiliki oleh PR sebesar 47.740 hektar. Kedua, 31.660 hektar dikelola oleh PBN. Ketiga, 27.310 hektar milik PBS. PR, PBN, dan PBS adalah penyebutan perkebunan teh berdasarkan jenis pengelolanya.
Pengelola perkebunan teh di Indonesia bukan hanya pemerintah lewat BUMN tetapi juga oleh perusahaan swasta dan perorangan. Disebut PBN (Perkebunan Besar Negara) bila perkebunan teh dikelola negara. PBS (Perkebunan Besar Swasta) jika yang mengelola perusahaan swasta. PR (Perkebunan Rakyat) dibudidayakan oleh rumah tangga dan tidak berbentuk badan hukum atau badan usaha.
Perkebunan teh ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa di antaranya perkebunan teh Wonosari Lawang di Malang, perkebunan teh Kemuning di Karanganyar, Solo, perkebunan teh di Ciwidey (Rancabali, Malabar, Pangalengan, Gununghalu), perkebunan teh Nglinggo di Kulonprogo, perkebunan teh Tambi di Dieng, Wonosobo, perkebunan teh Sukawana di Lembang, perkebunan teh Kaligua di Pandansari, Brebes, perkebunan teh Gunung Mas Bogor, perkebunan teh di Simalungun (Sidamanik, Toba Sari, Bah Butong), dan perkebunan teh Kayu Aro di Jambi.
Jenis Teh Olahan
Pohon teh yang ditanam di lahan yang tersebar di beragam propinsi itu lebih dari satu varietas. Panen daun tehnya kemudian diolah dan hasilnya menjadi teh hijau dan teh hitam dalam beberapa level kualitas. Teh hijau merupakan teh yang pengolahannya tidak melewati proses pengeraman atau biasa disebut oksidasi enzimatis. Karena itu, bau daunnya tidak hilang. Itulah sebabnya bila minum teh hijau murni akan tercium dan terasa langu. Untuk menyamarkannya kemudian ditambahkan wangi-wangian dari tanaman lain misalnya bunga melati. Bila pengolahan daun teh melalui proses pengeraman maka akan dihasilkan teh hitam yang tidak mengandung unsur lain di luar pucuk teh. Buat hidung saya, teh hitam ini lebih wangi. Selain teh hitam dan teh hijau, ada juga teh kuning, teh putih, atau teh oolong yang dihasilkan dari proses oksidasi dengan level yang berbeda-beda.
Produsen dan Pasar Teh Indonesia
Meskipun bukan penghasil teh terbesar di dunia, Indonesia punya peran penting sebagai produsen teh dunia. Keharuman teh asal Indonesia jelas menguar di dalam dan luar ruang di berbagai belahan dunia. Lima provinsi penghasil teh terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat (70,54%), Jawa Tengah (8,56%), Sumatera Utara (6,21%), Sumatera Barat (6,02%), dan Jambi (2,7%).
Teh Indonesia lebih banyak dipasarkan ke luar negeri. Peredarannya di lima benua: Asia, Amerika, Austraia, Afrika, Eropa. Hanya sebagian yang dijual di pasar dalam negeri. Dari laporan BPS di atas, ada 71 negara yang jadi pangsa pasar teh Indonesia pada 2017. Negara pengimpor teh Indonesia terbanyak adalah Rusia atau Russian Federation sebesar 9.324 ton atau 17,20% dari total ekspor teh Indonesia. Bila diuangkan senilai US$ 15,7 juta. Berikutnya adalah Malaysia. Negara jiran ini mengimpor teh Indonesia 8.795 ton senilai US$ 14,7 juta. Impor Malaysia ini setara 16,23% total ekspor teh Indonesia.
Banyak merek yang digunakan untuk produk teh Indonesia. Bila kita masuk pasar swalayan, misalnya, akan ketemu beragam merek teh dari berbagai pabrik teh. Baik teh hijau maupun teh hitam, atau jenis teh lain. Bentuk dan aromanya juga bermacam-macam. Inilah teh yang saya kenal selama ini. Yang namanya teh, ya teh sebagaimana yang diproduksi di Indonesia. Teh yang saya minum setiap hari. Aroma wanginya yang selalu saya nikmati kala menyeruput. Tak peduli pagi, siang, atau malam. Setiap waktu. Kemudian, tiba-tiba, konsep teh yang ada di kepala saya jadi terganggu ketika ketemu teh Korea. Dulu. Dulu sekali. Ketika belum tinggal di Korea.
Teh Korea
Yang namanya teh, ya sebangsa minuman herbal yang dibuat dari daun pohon teh. Ingat ya, daun pohon teh. Tak peduli teh itu diproduksi dari perkebunan teh mana pun. Meskipun di antara daun teh kering itu tercampur ranting kecil tapi ranting itu ya tetap dari pohon teh. Bila ada jenis minuman yang terbuat dari selain daun teh atau selain daun bercampur ranting teh, minuman itu namanya bukan teh. Misalnya bahan baku yang dibuat minuman adalah jahe, ya kita menyebutnya wedang jahe. Bukan teh. Bahan bakunya serutan kayu secang, namanya wedang secang. Bukan teh. Terbuat dari cengkih, kapulaga, daun salam, daun sereh, pala, jahe, dan campuran lainnya plus gula batu, disebutnya wedang uwuh. Bukan teh!
Mendadak pemahaman saya tentang teh jadi ambyar gara-gara teh Korea. Kenangan manis tentang harumnya teh hingga mampu membangkitkan memori yang mati suri sekian puluh tahun jadi tuna. Dahsyatnya teh yang mengikat kenangan itu bahkan pernah saya jadikan sebuah tulisan.
Entah karena kreatif tersebab tidak punya perkebunan teh maha luas seperti Indonesia atau hal lain, Korea bisa memiliki 60 puluh lebih jenis teh. Dalam bahasa Korea, teh mereka sebut ‘cha’ (차). Luar biasa!
Korea memiliki perkebunan teh di wilayah bercuaca lebih hangat seperti Boseong, Hadong, dan Jeju. Pohon teh memang tak gampang tumbuh di tanah Korea yang memiliki empat musim. Namun bagi orang Korea, tak ada rotan akar pun jadi. Tak ada pohon teh, ya bikin teh dari pohon lain. Itulah “curangnya” orang Korea. Hingga akhirnya, mereka dengan bangganya menawarkan teh ke penduduk dunia yang bertandang ke tempatnya.
Teh Korea Tehnya Orang Korea
Bila Anda biasa minum teh di warteg atau rumah makan lain di Indonesia, jangan berharap menikmati teh yang sama saat mendapat tawaran minum teh dari orang Korea. Buat mereka, teh atau ‘cha’ itu bukan hanya minuman yang dibuat dari daun teh (camellia sinensis). Selama tidak beracun, minuman yang dibuat dari daun, bunga, buah, akar, biji-bijian, jamur, bahkan rumput laun akan disebut teh. Makanya, orang Korea punya banyak ragam minuman teh. Teh sebagai minuman penghilang dahaga maupun yang diyakini memiliki khasiat tertentu.
Teh Korea yang konon bikin badan sehat misalnya yujacha dari jeruk yuja, omijacha dari buah omija, byeonggyulcha dari jeruk sitrun, yulmucha dari biji buah jali, memilcha dari biji soba (buckwheat), iseulcha dari daun bunga hydrangea, danggwicha dari akar angelica, insamcha dari akar ginseng, dan saenggangcha dari jahe.
Industri Teh Korea
Kecurangan Korea dalam urusan teh tak main-main. Meski ‘tak ada rotan akar pun jadi’, industri teh di Korea berkembang pesat. Bahkan kelasnya bukan kelas ecek-ecek dan juga bukan kelas gembel, tapi kelas premium. Industri teh di Korea ditangani super serius. Kemasannya bukan asal dibungkus kertas atau plastik sembarangan kemudian dicap, sudah itu saja. Tapi kualitas bahan kemasan dan tampilan sungguh diperhatikan betul.
Dua merek besar yang harganya bikin kantong bocor adalah Osulloc dan Ssanggye. Di antara banyak merek dunia yang dipajang di gerai teh sebuah mal kelas atas di Seoul, dua merek itu sering saya temukan. Karena menyasar kelas premium, jangan tanya perihal harga.
Gini Kok Dibilang Teh
Awal-awal di Korea, saya sempat dibikin dongkol gara-gara teh Korea. Saat itu udara malam begitu dingin. Sampai-sampai lubang hidung dan mulut bagai cerobong asap lokomotif. Entah suhunya berapa derajat celsius. Meski demikian, banyak orang lalu-lalang di trotoar seberang gedung Dongdaemun Design Plaza.
Tiba-tiba harum jahe menyergap hidung saya. Sungguh pas sekali di udara dingin begini menyeruput yang hangat-hangat. Rupanya aroma itu datang dari salah satu warung yang berderet di sepanjang trotoar. Di depan warung itu dipajang tiga tabung kaca yang di dalamnya terlihat air bergolak. Semua tabung mengeluarkan asap dengan aroma berbeda-beda. Masing-masing tabung ditempeli stiker dengan tulisan hangeul dan di bawahnya huruf latin. Salah satunya bertuliskan 생강차. Entah apa artinya. Untungnya di bawahnya tertulis ‘ginger tea’. Nah, kalau ini saya paham. Ternyata teh jahe. Meski harganya sangat mahal buat kantong saya, 5.000 won atau Rp 70.000 per gelas air mineral, demi menghangatkan badan, harga segitu tetap saya bayar. Begitu saya cecap, saya langsung bersungut-sungut. Ini wedang jahe! Gini kok dibilang teh!
Lagi, Gini Kok Dibilang Teh
Kisah terhangat, belum lama ini saya masuk ke kedai teh di Insadong. Namanya 인사동차집 atau kalau diindonesiakan jadi Rumah Teh Insadong. Dari daftar menu yang disajikan saya memutuskan mencoba yeonnipcha (연잎차) atau teh daun teratai. Saya sudah tahu bahwa meskipun namanya teh, teh yang satu ini pasti bukan dibuat dari daun teh. Sesuai namanya, dibikinnya pasti dari daun teratai. Hanya iseng ingin tahu seperti apa rasanya, saya tetap akan coba. Dijamin, saya tak akan kaget. Tak akan mengomel seperti saat di Dongdaemun dulu.
Teh daun teratai pesanan saya datang. Warnanya mirip tehnya orang Indonesia. Rajangan daun teratai mengambang di dalam cangkir. Pelan-pelan mulut ini saya monyongkan menuju bibir cangkir. Perlahan saya menyeruput. Kemudian, meskipun sudah paham dan sudah siap mental, tetap saja dongkol. Rasanya lebih mirip rendaman daun kering, bukan teh. Dalam hati ini berucap: “Gini kok dibilang teh!”
Lain ladang memang lain belalang. Walaupun namanya teh, tehnya orang Indonesia tak sama dengan tehnya orang Korea. Meski sudah tahu bahwa teh Korea seperti itu, tetap saja belum bisa terima sepenuh hati bila bertemu teh yang bukan teh. Teh yang dibikin bukan dari daun teh. Gitu kok dibilang teh!
Sumber gambar: koleksi pribadi
Naaaaah… ternyata bener kan…ngeteh tubruk panas atau nyeruput jahe susu di gunung lebih nikmat drpada teh importnya siwon.. hehe
Bapak..ibu Tami.. gmna kabarnya? Kangen sekali ngobrol dengar cerita pak Adi..
Baca artikel “Korea”nya jadi ngiler, seolah ikut merasakan berada disana..
@Enden: Kabar baik. Main ke sini, Nden. Nanti saya ajak menikmati teh yang bukan teh. 😀
Wah kangen Mbak Tamiiii dan Om Adi Wongkamfung T^T
@viera: ke sini Vier, nanti ditraktir minum teh 🙂