Setelah sekian puluh tahun menikmati segarnya buah-buahan yang ada di negeri ini, tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang kurang gaul. Penyebabnya, ternyata ada buah yang seumur-umur baru saya temukan dan saya makan sekarang. Buah itu bernama kepel dan matoa. Dan saya yakin, di negeri yang subur makmur korupsinya ini, masih ada kepel dan matoa lain yang menunggu untuk saya temukan.
Kepel dan Matoa
Untuk anda yang pernah, apalagi sering, bertemu dan menikmati buah kepel dan matoa, tentu tidak ada istimewanya. Hal itu lumrah saja. Apapun itu, bila sudah pernah, yang kedua dan seterusnya akan semakin berkurang nilainya. Hukum Gossen berlaku di sini. Bagi saya, karena baru pertama kali bertemu dan menyantap kepel dan matoa, ada sensasi luar biasa sekaligus kemasgulan yang saya rasakan. Bagaimana tidak? Kebanggaan karena merasa telah makan banyak jenis buah langsung terbang menghilang. Ternyata ada harta karun berupa buah-buahan yang baru saya lihat dan makan sekarang. Buah kepel dan matoa!
Kepel
Orang Jawa (Tengah) menyebutnya seperti itu. Buah kepel yang menempel di batang pohon akan jatuh bila matang. Ketika saya tanyakan ke orang Bogor, disebutnya buah itu Sawo Belanda. Di tempat anda apa namanya? Bentuk dan warnanya memang mirip buah sawo (sawo kecik) yang selama ini saya kenal. Makanya ketika orang Bogor itu bilang sawo belanda, otak saya langsung membongkar arsip memori buah-buahan yang saya kenal. Dan, bingo!… saya langsung ’nyambung’.
Buah sawo yang saya kenal memang berwarna coklat seperti buah kepel itu. Sedangkan embel-embel ’belanda’ di belakang kata sawo, entahlah, kenapa diberi nama seperti itu. Setahu saya, yang namanya orang Belanda kulitnya pasti putih atau putih kemerah-merahan karena terkena sinar matahari negeri yang indah ini. Beberapa kali saya ketemu dengan bule-bule Belanda tetapi tidak ada satupun yang berkulit coklat. Barangkali kata belanda yang ditambahkan di belakang kata sawo mengacu ke Belanda Depok. Kalau Belanda yang satu ini, saya percaya jika kulitnya sama dengan warna kulit buah kepel yaitu coklat. Ini sih analisa ngawur saya saja.
Ketika buah kepel dibelah, warnanya sungguh menarik, kuning mangsir. Daging buahnya berkilau karena kandungan air. Bila dimakan, rasanya manis dan sedikit sepat. Cara memakannya tidak usah dikupas. Cukup dibelah jadi empat dan langsung digerogoti. Di dalam daging buah terdapat biji-biji warna coklat tua yang cukup besar.
Antara Kepel dan Matoa, Kepel Lebih Susah Dicari
Saya mendapatkan buah itu dari kebun orang yang saya hormati yang biasa saya panggil Pak Prof saat acara mancing bersama keluarga besar Blogor (Komunitas Blogger Bogor). Itu pertama kalinya saya kenal dan mencicipi buah kepel. Setelah itu hingga sekarang, saya belum pernah memakannya lagi. Di pasar apalagi di supermarket, saya tidak melihat buah kepel dijual di sana. Kayaknya acara mancing di kebun Pak Prof mesti dilaksanakan lagi. Siapa tahu pohon kepelnya lagi berbuah sehingga saya bisa menjadi sarana menambah pahala buat Pak Prof karena beliau punya kesempatan untuk berbagi.
Matoa
Nama ini sebenarnya bukan kosakata baru buat saya. Lebih dari sepuluh tahun yang lalu saat saya berada di Jayapura, saya sudah kenal nama matoa. Bukan hanya tahu, saya malah tinggal dan tidur di dalamnya. Hotel yang saya tempati yang merupakan hotel terbesar dan termahal di kota itu kebetulan bernama sama dengan buah asli Papua itu. Meskipun sudah kenal lama bahwa nama itu adalah nama buah asli Papua, saya tidak tahu rasanya seperti apa dan belum pernah melihat wujudnya bagaimana. Hingga pada suatu ketika, secara tidak sengaja saya menemukannya di salah satu pedagang buah di jalan yang sering saya lewati.
Tak Sengaja Ketemu Buah Matoa
Toko buah itu memang bukan toko langganan saya dan istri. Secara iseng karena lewat di depannya dan kebetulan ingin beli buah, kami mampir ke toko itu. Saat menemukan buah yang baru pertama kali dilihat, istri saya bertanya nama buah itu. Ketika saya dengar pedagangnya menyebutkan kata ’matoa’ tanpa pikir panjang saya yang ada di luar toko langsung teriak ke istri saya: ”BELI!” Akhirnya keinginan saya melihat dan merasakan buah matoa kesampaian. Barangkali sudah diatur sama Penguasa Jagad ini, waktunya kok yang dalam minggu yang sama dengan saat saya pertama kali ketemu dan merasakan buah kepel.
Ternyata buah matoa bentuknya seperti itu. Anda bisa lihat sendiri dari foto yang saya sertakan di sini. Daging buah dan bijinya seperti buah kelengkeng. Hanya saja bijinya keriput, tidak mulus seperti kelengkeng. Kulitnya tebal, bagian luar agak keras tetapi bagian dalam putih empuk seperti spon. Tercium aroma durian dari daging buahnya meskipun samar-samar. Citarasa duriannya lebih terasa bila anda memakan dagingnya yang sedikit berair. Rasanya manis tanpa ada unsur sepat seperti buah kepel. Bila ingin makan buah yang satu ini, saya tinggal datang ke toko buah yang akhirnya jadi langganan karena hanya dia yang menjual buah Papua di kota hujan ini. Di toko buah lain ada atau tidak, entahlah. Itu nggak penting buat saya.
Sumber gambar: koleksi pribadi
huwaaaaaaaaaaaaa
aku ngiler sama matoanya
di semarang nyari-nyari buah ini gak ada.
penegn nanam pohonnya
http://kangrahmat.blogdetik.com/index.php/2010/11/15/sukes-berat-dengan-internet-sehat-tanpa-perlu-tirakat/
@Ajeng S. Rahayu: saya juga nggak sengaja dapetnya tuh 😉
Kepel pernah pas di Tulungagung dulu, tapi Matoa belum pernah pak Dhe 😀
@fitri: nggak lama paling 😉
@Omanta: makasih infonya om 😉
Kepel dah nyoba, cuma iya kalau dibogor itu namanya sawo belanda pak. Cuma dulu ketika nyoba itu entah masih muda atau apa, rasanya itu agak pahit dan sepet pak. Matoa belum pernah nyoba cuma dulu ketika PKL di jakarta ada satu rumah besar yang didepannya punya pohon matoa dan buahnya itu lebat, cuma ketika itu oman tanya pada orang sana ia bilang itu buah mata kucing dan kebetulan pada waktu itu oman juga nggak tahu nama buah tersebut. Oia pak kalau mau tanam harga pohonnya 15.000 yang masih tinggi 60-80 cm tapi bukan cangkokkan tempatnya di samping rumah sakit PMI Br. Siang.
buah yg langka…. kapan ya bisa mencoba??
@indobrad: selamat ngiler 😆
wih, saya udah pernah denger buahnya tapi baru kali ini liat foto-fotonya. thanks for sharing kang. jadi ngiler 😀
@joesukoco: memang enak mas
@masyhury: salam kenal kembali. 😉
Saya kedua-duanya belum pernah dengar mas!
Buah sawo mungkin udah biasa, tapi sawo yg ini kok beda ya? hehe..
salam kenal! ^_^
matoa enak
apalagi sawo
sayang pohon d kebon tetangga udah d tebang