Sabtu pagi kemarin, sebagaimana yang sudah direncanakan, saya beserta teman-teman Komunitas Blogger Bogor jalan santai mengelilingi Kebun Raya. Bogor sekarang memiliki fasilitas publik dan ikon baru yang asyik dan wajib dijajal.
Sebelum berangkat, peserta berkumpul di kedai kopi yang ada di mal Botani Square. Kedai ini dipilih karena lokasinya yang strategis, hanya sepelemparan batu ke Kebun Raya. Pukul 07.45 WIB, perjalanan dimulai. Kami berjalan menuju Kebun Raya melewati kolong (underpass) yang ada di depan IPB. Namun sebelum itu, ikon baru Kota Bogor yang suka disebut Lawang Salapan (sembilan pintu) atau aslinya Tepas Salapan Lawang Dasakerta menarik untuk difoto dari seberang jalan. Bangunan berarsitek Romawi yang ada di seberang Tugu Kujang ini baru diresmikan 7 Desember 2016. Di bagian atas ada tulisan DI NU KIWARI NGANCIK NU BIHARI SEJA AYEUNA SAMPEUREUN JAGA yang bisa diartikan apa yang dinikmati saat ini adalah jerih payah para pendahulu kita dan apa yang kita kerjakan hari ini akan dinikmati anak cucu kelak. Semboyan ini sebagai pengingat bahwa kita tidak boleh melupakan begitu saja jasa orang-orang terdahulu dan perlu serius merancang masa depan sehingga tidak ditelan jaman.
Selesai mengambil foto Lawang Salapan, perjalanan dilanjutkan melalui underpass untuk sampai ke trotoar yang melingkari Kebun Raya. Keluar dari underpass, kami belok kanan ke arah Lapangan Sempur. Trotoar ini baru saja selesai direnovasi dan sekarang menjadi lebih lebar serta nyaman digunakan. Selain untuk pejalan kaki, jalur sepeda juga disediakan. Banyak spot menarik di sepanjang kiri-kanan trotoar. Gerimis yang turun menambah sejuknya udara. Trotoar jadi basah, tapi tetap asyik dinikmati. Ada yang mengeluhkan trotoar jadi licin saat hujan. Saya sendiri tidak merasakan keluhan itu. Trotoar yang basah baik-baik saja buat saya. Tidak bikin saya terpeleset. Mungkin sol sepatu yang saya pakai terbuat dari bahan anti selip. Namun keluhan itu perlu dipertimbangkan juga oleh pemerintah Kota Bogor.
Sebelumnya kami sudah berencana untuk mencari sarapan pas jalan pagi itu. Tadinya mau mencari warung di sekitar Lapangan Sempur. Di bawah jembatan Lapangan Sempur ada kolong menyusuri pinggir kali Ciliwung yang tembus ke pinggir Lapangan Sempur. Sayangnya kolong di bawah jembatan yang menuju Lapangan Sempur itu ditutup. Entah dalam perbaikan atau ada hal lain. Saat saya intip lewat celah seng yang menutupi kolong itu, semua dalam keadaan rapi. Apakah ini ada kaitannya dengan masukan belakangan ini tentang lampu kolong yang kurang terang sehingga jadi rawan untuk dilewati? Sebelum dirapikan seperti sekarang, konon kabarnya kolong itu memang sudah ada dari awal jembatan itu dibangun dan beberapa tahun terakhir dijadikan tempat tinggal pengemis dan gelandangan. Karena tidak bisa lewat, kami naik ke atas melewati jembatan yang melintasi sungai Ciliwung.
Sebenarnya asyik juga bila ada jembatan kecil di bawah jembatan utama itu sehingga orang-orang tidak perlu naik ke atas untuk menyeberang. Selain itu, jembatan tersebut bisa menjadi tempat untuk selfie atau wefie. Sampai di ujung jembatan, kami turun lagi ke trotoar yang ada di bawah, menempel pagar Kebun Raya. Rasanya lebih nyaman dibandingkan lewat trotoar bagian atas yang berada persis di sisi Jalan Jalak Harupat.
Trotoar itu tersembunyi. Tidak terlihat dari jalan. Tak terganggun lalu-lalang kendaraan yang melintas. Nyaman untuk bersantai sambil memandangi sungai Ciliwung atau rimbunnya pepohonan yang ada di Kebun Raya. Bila siang hari, tempat itu pasti sejuk karena terlindung oleh rimbun dedaunan. Untuk berfoto-foto, sudah pasti cocok. Pagi itu kami juga berfoto beberapa kali di tempat itu sebelum melanjutkan langkah ke Istana Bogor.
Sampai di depan Istana Bogor, kami berhenti sejenak. Kijang-kijang yang ada di balik jeruji besi pagar istana mendekat saat kami sampai. Mereka mengendus-endus, menyodor-nyodorkan moncongnya yang basah, mengira kami membawa wortel atau kangkung untuk mereka sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para pengunjung yang sengaja datang ke tempat itu untuk berwisata memberi makan kijang. Dan jenis wisata ini jadi peluang bisnis bagi penduduk setempat menjual wortel dan kangkung untuk diberikan kijang-kijang bertotol putih yang sebagian besar berkeliaran di halaman istana seluas 28,4 hektare.
Gerimis terus mengiringi jalan-jalan pagi kami. Bogor sehari-hari saja sejuk meskipun tidak seadem beberapa tahun yang lalu, apalagi ditambah dengan gerimis sejak pagi yang hanya berhenti sebentar-sebentar. Kondisi ini tentu saja semakin membuat kami lapar. Angan-angan sarapan nikmat di sekitar Lapangan Sempur terpaksa dibatalkan karena kolong bawah jembatan Sempur ditutup.
Rencana berikutnya adalah sarapan di Gang Selot yang ada di samping SMP 1. Tempat ini merupakan salah satu lokasi kuliner Bogor. Banyak outlet makanan di situ. Kami harus menyeberang di depan SMP 1 untuk sampai di gang itu. Semenjak SSA (Sistem Satu Arah) diberlakukan, jalan yang melingkari area Kebun Raya berubah layaknya sirkuit. Mobil dan motor seperti tak punya rem. Mereka kebut-kebutan tak peduli keselamatan dirinya sendiri, apalagi orang lain. Ngeri rasanya bila menyeberang sendirian. Meskipun menyeberang di zebra cross yang tersedia, banyak pengendara yang tak peduli. Bisa dibilang di negeri ini, pejalan kaki menjadi warga kelas dua dalam menggunakan jalan. Pejalan kaki harus mengalah kepada mereka yang naik kendaraan. Untungnya kemarin kami berdelapan jadi lebih mudah membuat para pengendara menginjak rem. Ada bagusnya juga bila pihak pemerintah Kota Bogor menambah sarana jembatan penyeberangan atau kolong seperti underpass di depan IPB dan di bawah jembatan Sempur.
Gang Selot ini bisa dijadikan alternatif destinasi wisata kuliner di Bogor. Banyak penjual makanan di situ. Saya sendiri lebih memilih bubur ayam plus sate telur puyuh dan sate usus. Bisa Anda bayangkan betapa nikmatnya. Setelah digerimisi, diterpa udara pagi Bogor yang lumayan dingin, perut yang sudah menuntut diisi ini kemudian dimasuki bubur ayam hangat. Sedap kali lah pasti! Kami lama juga ngobrol sambil menikmati sarapan. Apalagi gerimisnya bukannya berhenti tetapi malah menjelma menjadi hujan lebat. Akhirnya kami putuskan kembali ke Botani tempat kami berkumpul dan mengawali perjalanan.
Rencana mengelilingi Kebun Raya terpaksa dibatalkan karena hujan yang tak mau berhenti sementara sebagian besar dari kami tidak membawa payung dan jas hujan. Hanya satu yang berpayung, satu yang berjaket anti air berpenutup kepala. Sewa mobil online akhirnya dihubungi untuk menjemput kami di depan SMP 1. Setelah mobil datang, sopirnya kami minta menuju Botani Square karena motor dan mobil kami diparkir di mal itu. Dari situ kami tidak pulang tetapi langsung menuju ke tempat nongkrong berikutnya bernama @agricoffee milik Kang Iwan untuk menikmati beragam kopi (arabika Gayo, robusta Cibulao) dan beberapa cara seduhnya (V60, espresso, bahkan sanger: kopi susu mirip vietnam drip yang aslinya berasal dari Banda Aceh). Kami melanjutkan obrolan sambil menikmati kopi dan makan gorengan yang tadi dibeli di Gang Selot. Saya lupa jam berapa akhirnya pulang dari @agricoffee. Kalau tak salah sekitar pukul 14.00 WIB.
Trotoar baru di sekeliling Kebun Raya sungguh menyenangkan sebagai tempat menikmati Bogor di pagi, siang, sore, bahkan malam hari. Baru saja malam ini saya mengelilingi Kebun Raya menggunakan motor karena ada satu keperluan. Trotoar itu begitu terang benderang berselimut pendar cahaya lampu taman. Ada satu tiang lampu berisi empat bohlam sebesar bola voli setiap 50 meter di sepanjang tepi trotoar. Nuansanya begitu romantis membuat saya ingin mengulang kembali masa pacaran bersama mantan kekasih yang sekarang jadi emaknya anak-anak. Duduk di bangku taman di bawah lampu, sambil ngobrol diselingi makan kudapan dan minum limun. Ah, tak akan cukup kata-kata yang ada untuk menggambarkan keindahan yang pernah saya alami pada masa itu.
Selain lampu taman yang membuat jadi benderang indah di malam hari, kebersihan trotoar diharapkan selalu dapat terjaga. Sepasang tempat sampah, untuk sampah nonorganik dan organik, tersedia di setiap jarak 100 meter. Kalau pejalan kaki masih saja membuang sampah sembarangan, sungguh kasihan manusia-manusia seperti itu yang tak bisa menghargai kebersihan.
Pemerintah Kota Bogor tampaknya juga berusaha mengakomodir kebutuhan kaum difabel (penyandang cacat) dalam merenovasi trotoar meskipun tak akan maksimal. Di beberapa tempat, trotoar terputus. Ini tentu menyulitkan mereka. Di beberapa ruas tertentu, ada ubin khusus yang diperuntukkan penyandang tunanetra untuk memandu tongkat berjalannya. Namun di titik tertentu, jalur ubin pemandu ini terhalang sesuatu yang bisa mencederai pengguna. Seperti misalnya ada pompa hidran di tengah jalur khusus tunanetra di trotoar seberang mal BTM. Bisa jadi pompa hidran ini membikin celaka bukan hanya mereka yang tunanetra, tetapi juga yang matanya awas. Selain adanya penghalang, ubin khusus ini tidak melulu berada di tengah trotoar tetapi ada yang mepet pagar Kebun Raya dan ada juga yang bersinggungan dengan tiang lampu sehingga bisa mengakibatkan kepala terbentur tiang. Meski belum optimal, kita tetap wajib menghargai upaya pemerintah Kota Bogor mengakomodir kebutuhan kaum difabel ini.
Publikasi dan Promosi ke Bogor
Satu lagi perihal fasilitas publik ini terkait dengan peningkatan kunjungan pelancong ke Kota Bogor, tentu akan ada pengaruh positif bila publikasi dan promosi terus digencarkan. Kalau perlu masing-masing spot menarik yang ada di sekitar Kebun Raya dibuatkan publikasi dan promosinya sendiri-sendiri. Hal ini akan mengesankan betapa variatifnya destinasi wisata yang dimiliki Kota Bogor, meskipun sebenarnya lokasi masing-masing tujuan wisata itu saling berdekatan. Negara jiran Malaysia bisa dijadikan contoh untuk trik tersebut.
[…] Memang, setiap orang punya definisi ngopi enak sendiri-sendiri. Ngopi enak saya bisa jadi beda dengan Anda. Begitu juga kriteria tempat ngopi enak di Bogor. […]
[…] lebih merekomendasikan untuk mencoba banyak pedagang laksa di Bogor karena kadang-kadang mereka memiliki ciri masing-masing. Dengan demikian Anda akan tahu dan bisa […]
KRB makin cantik ya Kang, pas pulang sempat coba trotoar barunya luas, hanya kalo pas hujan emang bahaya untuk sandalku hehe. Semoga ada kesempatan jalan-kesampatau hengot dengan blogger Bogor ey belum kesampaian
@Dedew: Betul. Sekeliling KRB jadi makin nyaman sekarang untuk pejalan kaki.