Kecombrang

24
4860

Tetangga saya yang profesor IPB memberi bunga yang, menurut dia, harum. Bunga ini bukan untuk pajangan atau dicium-cium. Bunga yang pohonnya, katanya, mirip pohon lengkuas atau laja atau laos ini biasa dibuat campuran masakan. Untuk wanita Sunda yang hamil tujuh bulan, bunga ini suka dijadikan campuran rujak atau pecel sebagai bagian dari ritual tujuh bulanan. Air perasannya bisa digunakan sebagai obat cacingan dengan cara meminumnya. Menurut cerita yang sudah pernah mencobanya, setelah minum air perasan, semua cacing yang ada di dalam perut keluar semua.

Saya senang saja menerima bunga yang diambil dari kebun itu namun dengan hati penasaran. Yang katanya harum, bagi saya bunga itu lebih kecium mirip daun sirih. Apakah itu yang dikatakan wangi menurut pak profesor, saya tidak tahu. Perihal tumbuhan ini enak dijadikan campuran masakan, itulah yang menarik saya untuk mencobanya. Seperti apa sih rasa dan baunya. Dan dari situlah petualangan saya dengan pemberian profesor yang bernama bunga kecombrang (Nicolaia speciosa horan), tanaman yang masuk keluarga Zingiberaceae atau empon-emponan, dimulai.

Maknya anak-anak sebenarnya sudah memperingatkan jika bunga itu baunya aneh, begitu juga dengan rasanya. Dia bisa mengatakan begitu karena dia memang pernah memakannya saat tetangga yang lagi nujuh bulanin perutnya memberi dia rujak kecombrang. Sebenarnya dia tidak tahan, namun untuk tidak makan atau menolak pemberian itu, tidak enak rasanya. Karena pedasnya rujak itulah yang akhirnya menyelamatkan dia dari kewajiban menghabiskan rujak istimewa tersebut. Dengan alasan tidak tahan pedasnya, dia berhenti memakannya. Penyebab sebenarnya sih karena rasanya yang aneh, terutama baunya.

Saya kan belum pernah mencobanya. Meskipun sudah ditakut-takutin, tekat saya sudah bulat, the show must go on. Saya narketing. Narketing itu penasaran (jika pemasaran marketing, berarti penasaran kan narketing?). Narketing yang meletup-letup itu mewujud menjadi semangat empatlima untuk mencicipi tanpa peduli lagi dengan kecurigaan yang sempat muncul setelah mencium sendiri bau bunga kecombrang. Hasrat untuk mencoba masakan bunga yang orang sunda bilang honje atau orang jawa (tengah) menyebutnya onje itu terasa seperti nonton film horor Indonesia campur kebelet pipis. Tegang-tegang aneh.

Tabloid masakan yang numpuk di kamar tv segera saya bongkar. Tabloid itu bukan milik saya, tapi kepunyaan maknya anak-anak. Namanya juga tabloid masakan, seluruhnya tentang masakan dan memasaknya, termasuk yang ada kecombrangnya. Beberapa resep yang menggunakan bunga kecombrang akhirnya saya temukan. Masakan berbahan baku cumi terlihat mewah dan menggiurkan dalam foto yang disertakan dalam salah satu resep-resep itu. Jika melihat tampilannya, dijamin menggiurkan dan pasti lezat rasanya. Sayangnya di rumah tidak ada ikan cumi, yang ada ayam. Karena maknya anak-anak ini tergolong manusia kreatif, diperlakukanlah ayam itu sebagai cumi. Tidak ada rotan, akarpun jadi. Tidak ada cumi, ayampun diembat untuk dijadikan korban eksperimen orang penasaran.

Pembagian tugas segera dilakukan. Maknya anak-anak menyiapkan segala bahan baku, peralatan masak dan kemudian memasaknya. Saya tugasnya berdoa, menjadi penggembira, dan sekaligus sebagai tukang makannya nanti. Meskipun tukang masaknya setengah hati, tetapi karena dia tergila-gila dengan kelinci percobaan yang sudah siap menyerahkan jiwa raganya demi semangkok sayur kecombrang, diraciklah segala bahan dan bumbu yang sudah tersedia. Whatever will be, will be, begitu kata mbah saya.

Sebagai informasi tambahan, tapi bukan menjadi perhatian utama saya, katanya, orang yang mengonsumsi kecombrang, dijamin aroma tubuhnya terjaga dari bau badan yang kurang enak. Ini karena zat aktif yang terkandung di dalamnya, yaitu saponin, flavonoida, dan polifenol. Tidak heran makanya jika kecombrang digunakan sebagai deodoran alami. Selain itu, kecombrang juga kaya vitamin dan mineral lho.

Kalau bunganya buat penambah citarasa urap dan pecel, maka batang kecombrang pemberi citarasa beberapa jenis masakan yang mengandung daging. Namun, yang digunakan memasak ayam dalam ujicoba saya bukan batang melainkan kelopak bunganya sesuai instruksi di resep. Saat masakan mulai mendidih, tercium bau khas kecombrang. Sangat eksotik (sebenarnya apa sing maksudnya?) dan aneh di hidung saya. Bererapa menit kemudian, masakan sudah matang siap disantap. Semangkuk sayur ayam bumbu kecombrang.

Saya ini suka jalan-jalan, baik yang sekedar wisata maupun petualangan. Kesukaan yang saya jalani itu bukan hanya sekedar mendatangi tempat rekreasi, tapi juga ke tempat yang menawarkan makanan atau suka disebut dengan wisata kuliner. Wisata kuliner ini kadang-kadang tidak saya lakukan di luar rumah, cukup di dapur saya sendiri. Semangkuk sayur ayam bumbu kecombrang yang saat itu terhidang di hadapan saya merupakan contohnya. Namun buat saya, sayur kecombrang itu bukan hanya sekedar wisata kuliner melainkan lebih cocok disebut dengan petualangan kuliner. Dan petualangan yang berurusan dengan makan ini juga hobi saya selain wisata kuliner tentu saja. Kenapa saya sebut petualangan kuliner? Karena saya akan mencoba yang oleh sebagian orang, termasuk mantan pacar saya sendiri, menghindarinya. Jadi, ada unsur tantangan di dalamnya. Menghadapi tantangan seperti itu sudah pasti memacu andrenalin dalam tubuh.

Ternyata sayur kecombrang benar-benar luar biasa. Luar biasa aneh maksud saya. Rupanya lidah saya tidak gampang diajak kompromi. Kecombrang atau oleh bule disebut torch ginger ini buat saya masih memiliki cita rasa daun sirih. Kecuali saya suka ngunyah daun sirih kaya nenek-nenek, barangkali bau dan rasa kecombrang bukan aneh lagi. Bagaimanapun juga, seaneh apapun rasa dan baunya, kecombrang yang orang Pekalongan cukup menyebutnya dengan combrang sudah pernah masuk daftar petualangan saya. Tapi harap jangan menawari saya untuk berpetualang dengan tanaman ini lagi. Saya pasti akan menolaknya. Sama seperti petualang cinta yang menolak mak combrang (comblang kale!). Orang Jepang bilang, ”Watashi nikumimasu mak combrang.” Sayonara ja mata.

24 COMMENTS

  1. @Omanta: aromanya aneh menurut hidung saya, seperti sirih… tapi suatu saat mau nyoba lagi. ada pedagang rujak honje di daerah Sukasari yg sdh saya rencanakan untuk dikunjungi 😉

  2. Kecombang (Honje) enak Pak buat bumbu masak daging, atau bahan campuran rujak 7 Bulanan, atau buat sambel juga tuh. Cuma ditempat tinggal oman udah nggak ada Pak, padahal dulu banyak. Hehe Pak WKF ini tau juga dengan honje padahal cukup asing kan.

  3. Di tempatku (Ds. Panusupan Kec. Rembang Kab. Purbalingga) Kecombrang dinamakan Pohon Burus bunganya dinamakan kecombrang, hampir semua orang di kelurahan ini mengkonsumsi batang dalamya burus untuk bumbu memasak segala daging al hasil rasa masakan jadi lezat sekali dan jauh dari bau amis, makanya saya selalu rindu dg masakan kare daging yg di sajikan oleh ibu yg rasanya belum ada yg mengalahkan

  4. @bundadontworry: kalo masaknya bener dan yg masak jago, barangkali enak kali ya. di bogor ada yang jual rujak honje, pengen nyoba tapi sampai skg blm kesampaian. makasih kunjungan dan komennya bun 😉
    salam persahablogan

  5. WKF si kecombrang ini sangat enak sekali bagi yg suka dgn rasa khas asam segar dan harumnya .
    biasanya memang masyarakat sunda (honje) biasa memasaknya utk campuran sambel, juga rujak .
    sedangkan di sumatera, suku batak atau suku minang ( kincung) , memasaknya utk campuran gulai nangka dan arsik .
    salam

  6. di daerah Sumut namanya kincung, kalau Sunda honje,

    di Sumut bunganya sering dipakai sebagai campuran sayur khas sana daun ubi tumbuk,
    rasanya memang rada2 asam pedar gitu deh…

  7. @Anonymous: mas/mbak Anonymous, lama banget ya baru saya jawab skg. maap ya 😉 info tentang kecombrang sih saya dapat dari ngobrol2 dg yg kenal baik dg tanaman itu atau kelayapan di internet, sama seperti anda.

  8. @hera: nggak, nggak putus asa dan nggak kapok kok saya. saya memang mau nyobain yg udah jadi dan dijual orang. di bogor ada yg jual rujak honje dan saya mau mencobanya, barangkali yg dijual itu lebih enak. 😉 btw, makasih dah mampir 8)

  9. hahhaha…Geli bgt baca tulisan mas,btw buat saya makanan apapun gak akan enak kalo yg masak gak bisa meracik masakannya sedemikian rupa sehingga jadi enak/lezat.ayam,daging,sayur sampe sea food gak bakal enak kalo yg masak gak jago masak,hehhe ini pengalaman saya loh,saya dulu gak suka kecombrang/onje,aneh deh rasanya,mungkin saat itu yg masak gak jago2 bgt ngolahnya ya.tapi setelah nyicipin masakan tumis tempe onje pedas buatan eyang putri saya,wah sejak itu saya jd cinta sama onje…huehue…saran saya,jgn buru2 benci onje gara2 baru nyoba sekali mas,mungkin (maaf) masakan istri mas saat itu rasanya kurang mantep,makanya rasanya juga gak bersahabat dilidah..next time,ayo mas hunting lagi masakan2 yg berbumbu onje,coba deh cari masakan namanya arsik ikan,itu masakannya org batak pake onje juga,wah enak bgt deh ..tapi kalo bisa jgn masak sendiri lagi ya mas…cari yg bener2 bisa masak,kalo perlu ke medan…masakan2 mrk juara bow…ok deh jgn putus asa ya mas…salam

  10. >Met mlm mas,kalo kecombrang di rumah saya banyak,coz bapak saya termasuk orang yang hoby bgt nanam itu pohon,dan dalam hati saya saya ingin bgt suatu hari nanti mendalami soal kecombrang,kalo selama ini saya cari info tentang kecombrang tapi blm ada yg lebih memuaskan selain jawaban dari orang tua saya coz saya cari di gogle "bagaimana cara berkebun Kecombrang yang benar"blm pernah ketemu..kalo mas ada info tentang bagaimana bercocok tanam kecombrang yang benar harap emailkan ke saya di capt_gunawan@yahoo.com cc chief_gunawan@yahoo.com..tanks before..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here