Saya merasa kejadian ini bakal terjadi menimpa saya. Dan, siapa sangka waktu kedatangan hal yang sudah saya perkirakan itu saat ini, hari ini. Sempat kelabakan juga dan sedikit panik saat musibah itu mak ujug-ujug alias mak jegagik hadir. Kenapa harus sekarang, mengapa harus hari ini, ketika saya terburu-buru sedang on the way memenuhi janji yang dengan tidak sengaja saya lupakan? Inilah musibah. Musibah ini saya rasakan akan terjadi. Inikah yang namanya feeling, firasat, insting, atau intuisi? Entahlah. Silakan cari saja definisinya di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Untuk anda yang sedang memelototi tulisan ini, teruskan saja membaca. Anda akan tahu musibah apa yang sedang menimpa saya.
Namanya juga musibah, kita tidak tahu kapan dan di mana akan menimpa kita. Bila tahu waktunya, pasti kita akan bersiap-siap. Setidaknya menyiapkan mental agar tidak shock-shock amat. Jika sudah ketahuan di mana akan terjadi, sudah barang tentu kita akan berusaha menghindari tempat itu. Tapi inilah misteri kehidupan. Inilah indahnya hidup di bumi yang kadang-kadang penuh kejutan. Ada kejadian-kejadian yang tetap akan menjadi misteri bagi penghuni jagad ini. Misteri kehidupan yang bernama nasib. Apakah anda tahu dengan nasib yang akan menimpa anda?
Ya. Barangkali itu jawaban yang diberikan oleh seorang nenek-nenek yang suka beriklan di tv. Seorang nenek yang mengaku bisa membantu merubah nasib orang lain meskipun redaksi ucapan iklannya tidak seperti itu. Sebuah ajakan yang menurut saya sebuah ketololan dan pembodohan terbuka. Terang-terangan membodohi publik yang semakin pintar. Namun anehnya, tetap saja ada yang percaya dan mengikuti ajakan iklan si nenek itu. Itulah bukti bahwa kita ini adalah manusia moderen yang berpikiran kuno. Jago komputer tetapi juga yakin dengan mistik. Bawaannya gadget mutakhir namun juga rajin ke dukun. Facebook, twitter, dan macam-macam layanan internet dia punya, namun tetap percaya dengan tukang ramal. Alamak! Barangkali pas bila kita ini dijuluki mystical modern people.
Tentang nasib, saya juga tidak tahu nasib saya seperti apa. Yang bisa saya lakukan tentang nasib hanyalah menimbang-nimbang, memikirkan, merasa-rasa, berandai-andai, dan menebak-nebak. Lain tidak! Jika kemudian terjadi musibah menimpa saya, itulah nasib yang harus saya tanggung. Suka atau tidak, saya harus menerimanya. Daripada mengutuki nasib yang begitu sial, mendingan melihat dan mencari hikmah yang ada di baliknya. Daripada menyumpahi kegelapan, kan mendingan menyalakan lilin. Ya toh?
Hari ini saya memang punya janji dengan beberapa mahasiswi. Sayangnya, seperti minggu kemarin, saya lupa dengan janji itu. Ketika ditelepon, barulah saya ingat dengan janji itu. Segera saya berangkat menuju tempat perjanjian. Namun ternyata sebuah musibah menimpa saya di jalan. Bukan, bukan nemu uang sekarung atau disenggol gerombolan cewek putih mulus telanjang (sapi betina maksudnya), tapi rantai motor saya putus. Aaacchhhh… sial benar saya. Roda belakang langsung macet karena gir terlibat rantai meskipun motornya masih jalan. Motor saya jadi oleng kiri oleng kanan tak terkendali. Saya masih sempat menguasai banteng yang ngamuk itu sehingga tidak sampai jatuh. Motor saya berhenti di tengah jalan dan tidak bisa digerakkan. Terpaksa motor saya geser ke pinggir dengan mengangkat roda bagian belakang yang macet.
Dengan tangan kiri menghitam belepotan minyak rantai, roda belakang akhirnya bisa saya bebaskan dari belitan rantai. Selanjutnya motor saya dorong ke bengkel terdekat. Untungnya tidak terlalu jauh saya bisa menemukannya. Rantai motor dan gir diganti baru. Motor bisa jalan lagi, tapi saya jadi tidak bisa memenuhi janji untuk yang kedua kali.
Itulah nasib. Dan saya tidak mengutuk musibah yang mendatangi saya itu. Saya hanya berdoa untuk tidak sering-sering kedatangan musibah. Namun, jikalau datang saya berdoa semoga dikuatkan untuk menanggungnya.