(Embrio tulisan ini terlahir di kampungantenan.blogspot.com)
Delapan bulan belakangan ini saya suka berubah menjadi kucing pasar. Saya bukan orang sakti tetapi faktanya saya dapat berubah. Tentu saja ada penyebabnya mengapa saya bisa seperti itu. Mengapa perubahan menjadi kucing bisa terjadi? Itu yang akan saya ceritakan kepada anda.
Anda pasti sudah menebak bahwa kucing pasar itu sebuah kiasan. Atau anda malah bingung dan bertanya-tanya, “Apa sih maksudnya?” Namun anda tentu tahu tentang kucing. Seekor binatang yang lucu buat sebagian orang, menjijikkan atau malah menakutkan untuk yang lain. Anda bagaimana, senang apa takut?
Saya sendiri senang dengan kucing. Senangnya saya wajar-wajar saja, tidak berlebih-lebihan. Sampai dicium-cium misalnya. Mending mencium sesama manusia ya? Karena kesenangan saya itu, saya pernah membuat tulisan tentang kucing di kampungantenan.blogspot.com. Anda, terutama yang suka kucing karena pasti sering dekat-dekat dengannya, disarankan membaca tulisan itu. Tulisan yang saya beri judul Meoooong tersebut juga mengungkapkan fakta penyakit-penyakit yang mengerikan yang berasal dari kucing. Saya tidak menakut-nakuti. Dengan tahu kenyataan tersebut, kan kita bisa jadi lebih hati-hati dan waspada. Artikel tersebut saya tulis selain karena senang dengan binatang berbulu yang lucu itu, juga karena ada permintaan dari teman yang ingin mengingatkan temannya yang suka kucing tentang fakta lain selain lucu dan nggemesinnya kucing. Sok atuh ditingali.
Sekarang saya akan cerita tentang perubahan saya menjadi kucing pasar. Ini kan yang anda pengen segera ketahui? Okelah kalo begitu. Saya mulai sekarang. Perubahan itu tidak terjadi sedikit demi sedikit, kakinya dulu misalnya. Perubahan itu langsung terjadi secara keseluruhan. Bukan berubah bentuk menjadi seekor kucing, tetapi tetap berujud manusia, hanya namanya saja menjadi kucing pasar. Hal itu karena saya berada di sebuah tempat yang bernama pasar. Apa nih maksudnya?
Pernah lihat kucing pasar kan? Jika belum, segera pergi ke pasar, pasar manapun. Kemungkinan besar anda akan menemukan banyak kucing di dalam pasar. Kalau di pasar-pasar yang ada di Bogor, yang pernah saya masuki, semua ada kucingnya. Saya merasa, seperti itulah saya sekarang ini. Sering berkeliaran di pasar, terutama Pasar Anyar Bogor untuk mencari makan. Bukan mencari makan seperti kucing-kucing pasar yang berbulu itu, tetapi saya belanja untuk diolah dan dijual lagi. Keuntungan dari jualan itulah yang kemudian saya gunakan untuk belanja makanan sehari-hari.
Capek memang menjadi kucing pasar. Namun itulah dinamika kehidupan. Itulah yang namanya struggle for life. Jika ingin tetap survive, kita tidak bisa diam bertopang dagu. Manusia harus bergerak (berikhtiar) agar bisa makan. Asal kita mau berusaha, pasti jalan selalu terbuka di depan kita. “Kemlawe kemlamet,” orang-orang Salatiga dan sekitarnya suka mengatakan itu. Ayam yang tidak pernah sekolah dan tidak punya pikiran saja selalu setiap sore pulang ke kandang dengan tembolok yang menggelembung penuh makanan, masa kita tidak bisa seperti ayam? Bahkan harus bisa lebih. Kan kita ini bukan hanya sekedar hidup untuk makan, tetapi makan untuk hidup? Dengan makan yang teratur dan bergizi baik, kita akan menjalani kehidupan ini.
Jika saya menjadi kucing pasar, itu pilihan saya sendiri. Sebuah profesi yang merupakan konsekuensi dari kegiatan baru yang saya ciptakan. Ketika saya menjadi kucing pasar, itu artinya saya sedang berdaya upaya menjaga roda bisnis rumah makan ayam bakar saya tetap berputar. Biarlah saya menjadi kucing pasar setiap harinya. Asal halal dan tidak merugikan orang lain, lebih-lebih bisa membantu orang lain, akan tetap saya jalani. Doakan saya, kawan. Pliiis… !
@how to sing high notes: amiiin… makasih
amiin…aku doakan mas….