Dalam dua hari ini (Jumat dan Sabtu) saya melakukan perjalanan wisata rohani. Pertama, rohani saya berwisata ke sebuah acara yang bernama Gempita Bulan Bahasa yang diadakan oleh Rumah Kata Bogor. Hari kedua atau Sabtu, sebuah acara peluncuran sebuah novel karya Kembangmanggis bertajuk Desaku memaksa saya untuk hadir. Keduanya berhasil mengaduk-aduk emosi saya sehingga airmata menggenang di pelupuk mata meski tidak sampai luruh. Untuk tulisan ini saya akan mengajak anda jalan-jalan ke Gempita Bulan Bahasa. Tentang peluncuran novel akan saya kisahkan di tulisan lain.
Hal apapun yang berurusan dengan emosi atau perasaan hasilnya selalu dahsyat. Sampai kapanpun, hal tersebut akan menempel kuat dalam ingatan dan akan selalu menjadi kenangan yang tak kan terlupakan, bahkan sampai mati. Saya rasa, emosi saya yang teraduk-aduk dalam acara Gempita Bulan Bahasa kemarin pasti akan menghasilkan efek seperti itu. Bagaimana tidak? Acara-acara yang digelar semua berhubungan dengan rasa: marawis, teater, calung, puisi, musik jazz. Rasanya, emosi saya seperti ditonjok dari semua arah, dibikin bonyok di segala sisi. Semua jenis kesenian itu dengan sukses mengkanvaskan emosi saya. Saya pasrah dengan keadaan yang menimpa saya malam itu. Meski tidak sampai berlinang, air mata sudah menggantung untuk jatuh dan dada begitu sesak, nafas jadi ngap-ngapan.
Gempita Bulan Bahasa dalam mempermainkan emosi saya tidak main-main. Saya dibikin merasa relegius ketika marawis ditampilkan. Bait-bait lagu yang saya tidak mengerti karena berbahasa Arab tetap membuat hati saya begitu damai. Suara indah yang dikumandangkan grup marawis dari Pondok Pesantren Daarul Uluum menciptakan ketenangan.
Sayangnya ketenangan itu tak lama. Teater yang dipentaskan oleh kelompok Sada Bumi asuhan Jibal Windiaz telah mengusir rasa tenang itu. Lakon yang disajikan membakar emosi dan membuka mata betapa negeri ini telah kehilangan identitas. Indonesia ibarat gembel berbaju compang-camping. Rasa nasionalisme para penonton berhasil dimunculkan. Bahkan sebagian di antaranya menitikkan airmata. Saya sendiri meskipun tidak sampai melelehkan airmata, dada ini terasa sesak. Mengingat negeri ini yang para elitenya ribut dengan urusannya sendiri dan sekarat digerogoti para koruptor, benar-benar sakit hati ini. Memiliki pemimpin tetapi seolah-olah dipimpin seorang pemimpin hantu.
Calung dari kelompok Gorobog menjadi penghibur hati yang nelangsa. Lawakan yang diramu dengan nyanyian sangat menggelitik. Penonton terpingkal-pingkal dibuatnya. Aksi konyol mereka membuat lupa sejenak akan nasib rakyat negeri yang diperkosa bangsanya sendiri. Lawakan slapstick berbentok menoyor teman main atau pura-pura jatuh masih dianggap lucu. Meski sebagian menggunakan bahasa Sunda, saya tetap bisa memahami karena di sebelah saya ahli bahasa tersebut dan selalu siap menjelaskan bila saya tidak mengerti. Dialog yang disajikan meskipun jenaka kadang isinya berupa sindiran. Sebagai contoh misalnya percakapan yang mereka lakukan menjelang akhir pertunjukkan. Aslinya mereka bercakap-cakap menggunakan bahasa Sunda tetapi saya bisa menangkap apa yang dimaksudkan. Mereka mengatakan bahwa bermain calung itu tidak perlu dibayar. Bila ada kelompok calung yang dibayar, mereka itu kelompok yang tak tahu diri. Namun ada kelompok yang lebih tidak tahu diri. Siapa? Mereka yang menanggap tetapi tidak memberi bayaran. Edan!
Setelah itu parade pembacaan puisi yang sangat memikat dimulai. Bila penyair, sastrawan, selebriti membaca puisi, hal itu sudah biasa. Namun bila yang melantunkan puisi adalah orang biasa berseragam aparat penegak hukum, itu baru menarik perhatian. Seorang polisi yang lebih dikenal dengan sebutan Abah Zoer melakukan hal itu. Dengan suara lantangnya (saya curiga dia sering latihan di tempat karaoke) mempersembahkan puisinya di hadapan para penonton yang terkagum-kagum. Selain Abah Zoer, pembaca puisi lainnya adalah Feni Rose, Fiki Maulani Kursidi, duet Erha Limanov dan Sastrani Titaranti, Komunitas Bale Seni dan Budaya Puncak, dan Komunitas Planet Senen.
Sebagai puncak acara adalah pagelaran musik jazz oleh Idang Rasjidi beserta Shadu Shah Chaidar (bass), Shaku Hachi (drum), Ticco Laksana (gitar) dan Sastrani Titaranti (vokal – dan saya berencana membuat tulisan tentang dia). Udara malam Bogor yang semakin dingin dihangatkan oleh lagu-lagu yang mereka nyanyikan. Yang sangat menyentuh adalah ketika Sastrani Titaranti yang bersuara sopran, pecinta barbie dan tamagotchi, serta doyan tidur ini membawakan lagu lama dari Judy Garland berjudul Somewhere over the Rainbow. Bulu kuduk saya merinding, mata berair, kepala cenat-cenut (ah, yang ini abaikan saja) mendengarkan suaranya yang sangat indah tetapi penuh kesedihan. Bagaimana penonton tidak menangis bila dia sendiri sesenggukan menahan tangis? Kau memang keterlaluan Sastrani! Bila anda tidak percaya, saya ajak anda untuk ikut mewek menyaksikan video yang kualitasnya ajrut-ajrutan ini. Sekaligus bila anda ingin ikut berdendang, saya tuliskan pula lirik lagu tersebut agar anda tidak ngaco. 😉
SOMEWHERE OVER THE RAINBOW
Judy Garland
Somewhere over the rainbow
Way up high,
There’s a land that I heard of
Once in a lullaby.Somewhere over the rainbow
Skies are blue,
And the dreams that you dare to dream
Really do come true.Someday I’ll wish upon a star
And wake up where the clouds are far
Behind me.
Where troubles melt like lemon drops
Away above the chimney tops
That’s where you’ll find me.Somewhere over the rainbow
Bluebirds fly.
Birds fly over the rainbow.
Why then, oh why can’t I?If happy little bluebirds fly
Beyond the rainbow
Why, oh why can’t I?
Gempita Bulan Bahasa yang diselenggarakan oleh Rumah Kata Bogor ini tentu saja bukan hanya sekedar menyuguhkan nyanyi dan tari. Sebagaimana tema dari acara ini yaitu “Cintai Bangsamu, Cintai Bahasamu: Bahasa Indonesia”, panitia juga merancang sebuah mata acara yang dinamakan klinik bahasa. Dalam mata acara ini tiga pakar kebahasaan diundang untuk berbagi kepakaran Bahasa Indonesianya. Mereka adalah Khrisna Pabichara (praktisi perbukuan, cerpenis, penyunting) membahas Salah Guna Kata dalam Berbahasa Indonesia, Ivan Lanin (Pendiri Wikimedia, Editor Google Bahasa Indonesia) memperbincangkan Budaya Menulis di Dunia Maya, dan Zen Hae (mantan Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta) yang berbagi tentang Pembelajaran Sastra dan Kaitannya dengan Peningkatan Kemampuan Berbahasa Indonesia. Acara serius tetapi dibawakan dengan santai ini dilaksanakan dari pukul 14.30 WIB setelah penampilan marawis, sambutan Ketua Panitia, pembacaan puisi oleh akf_akf dan pementasan teater. Dengan demikian, selain emosi morat-marit, ada pengetahuan tentang bahasa Indonesia yang bisa dibawa pulang.
Gempita Bulan Bahasa ini bisa dikatakan berjalan dengan baik meskipun acara yang seharusnya dimulai pukul 13.00 WIB molor setengah jam, yang seharusnya selesai pukul 22.00 WIB baru bubar satu jam kemudian. Di luar dari itu, panitia penyelenggara nampaknya serius dalam mempersiapkan kegiatan ini. Selain menyajikan pertunjukan menarik, panitia juga menyediakan banyak hadiah undian yang disponsori oleh Indosat. Untuk itu, saya pribadi mengacungkan keempat jempol saya (tangan dua, kaki dua), juga mengucapkan banyak terima kasih atas acara dahsyat ini dan berharap semoga lain waktu acara sejenis atau yang lebih spektakuler bisa diselenggarakan.
Pengalaman ini saya sebut sebagai wisata rohani. Mengapa? Meskipun secara fisik saya hadir, namun ‘daleman’nyalah (rohani) yang benar-benar dibuat menjadi roller coaster oleh Gempita Bulan Bahasa. Jasmani saya memang loyo setelah acara tetapi rohani saya meloncat-loncat penuh kegilaan.
Sumber gambar dan video: koleksi pribadi
@asmari: sip! ntar mblonek lagi ke Bogor ya. RKB akan punya banyak acara di tahun 2012, semoga. 😉
@fikrie: setuju
acaranya luar biasa kang 😀
gak sia-sia mem blonek ke Bogor. acaranya luar biasa… berasa manfaatnya..
hehe
@MT: aku malah hanya hanyut kang, tenggelam malah ;~(
@@zizydmk: sayang ya mbak. salam kenal mbak zizy, nama mbak sering disebut-sebut kang MT tp sayangnya kita blm pernah ngobrol. btw, makasih kunjungannya 😉
Sayang saya tak ikut sampai malam. Saya bisa rasakan, kalau saya ikut ampe malem pasti bakal berkaca-kaca dan sesak. Ahh…
aku terhanyut di dalamnya
@MT: bener ni? 😉
@noubt: pasti bisa bang 😎
semoga dalam waktu ke depan Rumah Kata Bogor bisa mengadakan lagi acara yang lebih dahsyat dari itu
sungguh…
@abahzoer: apalagi pas lihat Abah baca puisi, beuuuhh.. mantap.
@yoszca: bener, unforgetable moment eiu mah pokoknya 😉
Acara GBB ini akan selalu terkenang dalam memori manis saya sampai akhir masa saya 😀
And The Dream that I dare to dreams..Really do came true..
racikan acara yang memotivasi, mantap!
@Awam: silakan kang Awam 😉
Mas Adi, saya ikut pakai dua koleksi fotonya sebagai ilustrasi postingan. Moga diizinkan (karena dah lebih dulu dipasang, he he).
[…] 07 2011 Ini merupakan kali kedua emosi saya teraduk-aduk. Yang pertama adalah saat menyaksikan Gempita Bulan Bahasa yang diadakan oleh Rumah Kata Bogor. Di kesempatan yang kedua, gejolak emosi saya terjadi ketika […]
@ghea: tuh dah terpasang kan link nya. kalau perlu tulis juga di halaman JEJAK SAHABAT 😉
Nice post ..
boleh tukeran link g?
ini link saya http://blog.umy.ac.id/ghea
kalo boleh di kabarin yah.. makasih..
@utami utar: ya, dahsyat 😉
@Khrisna Pabichara: cukuplah bang 😉
Terharu lagi.
dahsyat