Bermain air basah, bermain api terbakar. Itu namanya risiko. Apapun memiliki risiko. Namun demikian, bukan berarti yang berisiko itu harus dihindari. Jika kita menghindari risiko, jangan berharap akan mendapatkan madu yang ada di baliknya. Bila saat ini Anda mempunyai blog atau sedang belajar menjadi blogger seperti saya, bersiap-siap menerima dampak dari tulisan Anda. Siapkan diri Anda menerima risiko menulis.
Saya tidak sedang menakut-nakuti Anda. Itu memang sebuah kenyataan yang harus dihadapi seorang blogger atau penulis. Ada kalanya apa yang kita tuliskan seperti senjata yang makan tuannya sendiri meskipun hal tersebut tentu saja di luar yang kita rencanakan. Seperti yang dialami teman saya belum lama ini, dia begitu kaget saat tulisannya mendapatkan respon di luar yang dia harapkan. Salah satu pengunjung blognya memberikan komentar yang membuat dia ‘keder’ dan produktifitas menulisnya langsung drop. Itulah risiko menjadi blogger. Umpatan, cercaan, celaan, dan kata-kata kasar sangat mungkin akan mampir. Lebih-lebih jika yang kita tuliskan adalah sesuatu yang sensitif. Siapkah Anda dicaci-maki pembaca blog anda?
Seorang teman yang lain malah menghapus tulisan yang telah diunggah. Penyebabnya yaitu ada pihak yang tidak terima dengan isi tulisan. Yang tidak terima tersebut bukan yang menjadi obyek tulisan tetapi pihak lain yang merasa terancam kepentingannya dengan isi tulisan tersebut. Dari informasi teman yang memiliki blog tersebut, sebelumnya orang yang menuntut itu sempat mengancam dalam komentar yang dia tuliskan. Sayangnya baik artikel maupun komentarnya sudah dihapus sebelum saya sempat membaca. Persoalan kemudian menjadi selesai dengan dihilangkannya tulisan tersebut. Semua senang semua tenang.
Pengalaman Menghadapi Risiko Menulis
Saya sendiri pernah mengalami kejadian seperti yang dialami teman saya itu. Tulisan yang saya buat ternyata menghebohkan sebuah komunitas, dan sebagai akibatnya, saya dicaci maki habis-habisan. Terkejutkah saya? Ya, tentu saja saya terkejut, tetapi tidak sampai mengurangi apalagi menghilangkan gairah saya untuk tetap menulis. Saya hanya heran ternyata tulisan yang saya buat tanpa tujuan apa-apa kecuali untuk mengekspresikan kesan atas sebuah peristiwa yang belum lama saya temui, bisa memicu kemarahan pihak lain sedemikian hebatnya. Tanpa saya sadari, rupanya saya telah menciptakan sebuah tulisan kontroversial. Hmmm… benar jika dibilang ujung pena lebih tajam dari sebuah pedang. Kisah mengesankan itu pernah saya tuliskan dalam Cara Membuat Tulisan Kontroversial untuk Blog. Silakan dibaca jika berkenan maupun penasaran.
Menulis memang menyenangkan. Namun gara-gara tulisan yang kita buat, hidup kita bisa jadi tidak nyaman seperti yang dialami teman saya di atas. Ketika kita memutuskan mengunggah tulisan, bersiap-siaplah menerima akibatnya. Banyak contoh yang dapat dijadikan pelajaran tentang akibat sebuah tulisan yang dibuat. Tentu saja dampak yang akan diterima bisa menyenangkan, dapat pula mencengangkan. Bukan hanya sekedar dihina dan dicela, bahkan sangat mungkin dipidana. Tidak sekedar disuruh menghilangkan tulisan, bahkan nyawa penulisnya bisa hilang.
Dan itulah risiko menulis.
Sumber gambar: di sini
Postingan saya hampir tak pernah jadi kontroversi pak WKF,mungkin karena isi blog saya sesuai tagline ‘hijau,sehat,penuh cinta’ ,tapi pernah juga dikritik tajam pengomentar di tulisan yg mengangkat ttg realita cinta &pesan kepada kupu kupu malam
@Yos Zuacca: pikiran pembaca bisa macam2, yg kita anggap biasa ternyata nggak biasa buat dia… itulah resiko menulis 😉
[…] dari pedang. Bukan hanya setajam, tapi ‘lebih tajam’ dari silet. Silakan baca tulisan berjudul Resiko Menulis untuk menemukan istilah yang sama seperti di […]
@Ann: tapi kadang2, terutama yg sensi, masih ngerasa kalau dirinya yg ditulis meskipun sebenarnya tidak 😉
Sejauh ini aku berusaha untuk tidak menyebutkan nama dan tempat, biar gak ribut, piss
@Vonny Ablett: salam kenal juga 8) memang seperti itulah yang terjadi, kadang yang kita anggap tulisan biasa ternyata ada pembaca yang tidak suka. Berusaha peka memang baik tetapi kita tidak mungkin menyenangkan semua orang kan? Selamat ngeblog kembali 😉
Salam kenal yach mas!
Terimakasih banyak atas “ajarannya” sangat berkesan banget buat aku.
Karena hal itu pula yang aku alami di dunia maya! Entah sudah berapa kali aku buka tutup blog hanya karena orang selalu beda pendapat dan bahkan parahnya mencela.. Tapi sekarang.. lagi belajar untuk lebih cuek selama saya tidak menyingungg atau menyakiti orang lain bukan? Resiko menjadi blogger memang spt itu:D
@Miftahgeek: mesti bersyukur kalo begitu
@aming: betul 😉
bisa disimpulkan tajam nya pisau lebih tajam menulis ya pak…
mikir2…
Saya pernah kayak gini kang, bahkan bisa jadi harusnya ga akan ada lagi tulisan saya semenjak saat itu. Alhamdulillah, Yang Di Atas masih ngasih kesempatan buat nulis 🙂
@M Mursyid PW: begitulah macam2nya pengunjung 😉
@kezedot: memang harusnya seperti itu, bebas menulis tetapi tetap tahu batas
@Bayu: tapi kadang2 saking asyiknya jadi suka kebablasan
wihhh benar. harus tau nih info beginian. jadi jangan sampai kita di musuhin orang gara gara tulisan sendiri. malah di tangkep polisi. jadi kita bisa menulis bebas tapi harus memikirkan juga sekitar. nice post. berguna banget
kalau aku nulis y nulis saja…….asal sejiwa dengan keinginan kita tersus menlis……..soal resiko……………….kita kan paham sendiri batasannya….heheh
salam persahabatan
Saya pernah dionek-onekke, katanya saya bikin dia pusing lantaran salah satu link saya katanya gak jalan (padahal ya berfungsi, tapi memang bth speed memadai, sementara dia mgkn pakai koneksi super lemot, dan gak tahu banyak ttg internet, pengennya seperti buka explorer saja).
Wah sempat mangkel juga saat itu.
@zico: emang harus seperti itu meskipun kadang2 yang ditulis tetap ngerasa juga
biasanya kalo saya nulis cerita moment yang sensitif (menceritakan seseorang). objek yang jadi ceritanya agak di biaskan. agar orang yang di ceritakan gak ngeh… 🙂
baru baru ini saya nulis tentang kejadian yang saya alami,tentang sebuah respon dari senyum dan sapaan.. http://balada-cerita.blogspot.com/2011/04/senyum-manis-dibalas-senyum-kecut.html
wah jadi curcol nih saiiah,,, 🙂
nice posting, pak… 🙂
@Agung Sudomo: bagus lah kalau belum, tapi jika lagi dapet… nyantai ajalah 😉
@arman: intinya, teliti sebelum ditulis
@ii2020: ya, tapi siap2 saja kepentok karena terlalu mengalir 😉
@eneng ocha: dipil lih, dipil lih, dipil lih…
ada yang down, ada yang bikin blognya jadi private, ada yang cuek-cuek aja, ada yang makin termotivasi… tinggal pilih aja, kita termasuk yang mana?!
wah jadi termotivasi nih untuk menulis terus.
kalau menurutku,
menulis mengalir saja. apa yang apa dikepala itulah yang akan kita tulis.
terlepas dari semua resiko ya om.
salam kenal om..
yup tentu aja menulis itu ada resikonya.
yang penting, kalo kita menulis harus yang bener dan jujur. jangan ngasal atau menuduh tanpa bukti.
kalo kita nulisnya beneran dan jujur, mau orang ngomong apa, kita pasti bisa berargumentasi dan gak perlu takut dituntut orang…
saya belum pernah dapat pengalaman kayak gitu mas, jangan sampe deh hehehe