Singgasana pemimpin sejati bukan berupa kursi kapuk empuk yang bikin terkantuk-kantuk. Singgasananya tidak berada di ruang dingin ber-AC, bermeja lebar, berkarpet tebal. Pemimpin sejati bersinggasana di dalam hati.
Seorang pemimpin tidak harus menjadi orang pertama dalam struktur sebuah organisasi. Statusnya sebagai pemimpin bukan dilihat dari jabatan yang disandang. Boleh saja seseorang berada di kursi nomor satu dalam sebuah hierarki kekuasaan. Namun ketika orang-orang yang berada di bawahnya patuh semata-mata karena dia ada di dalam jabatan tersebut maka pada dasarnya dia bukan pemimpin sejati. Kepatuhan seorang bawahan kepada pimpinan sejati bukan hanya karena jabatan tetapi juga karena rela dan ikhlas dirinya dipimpin. Kepemimpinan sang pemimpin sejati bisa dirasa dan diterima hati orang yang menjadi bawahannya.
Yang namanya pemimpin itu seharusnya melayani. Dengan melayani maka dia akan dilayani. Namun sayangnya masih ada, mungkin banyak, mereka yang berada di kursi pimpinan menganggap merekalah yang harus dilayani. Barangkali konsep melayani di sini tidak gampang untuk dijalankan. Lebih-lebih bagi mereka yang mengejar kedudukan. Mereka pasti tidak sudi sebagai pemimpin harus melayani. Pemimpin ya mesti dilayani. Jika anda menjadi pimpinan, bersediakah melayani anak buah anda? Tentu saja bukan melayani mereka dengan membuatkan minuman dan semacamnya tetapi bagaimana pimpinan bisa mengakomodir kebutuhan dan kepentingan anak buahnya melalui jabatan dan kekuasaan yang dimiliki.
Seorang pemimpin itu harus rendah hati, bukan tinggi hati. Mentang-mentang memegang kekuasaan kemudian menjaga jarak dan pilih-pilih dalam bersilaturahim. Kepada siapapun, terutama kepada yang dipimpin, lebih sering berinteraksi dan terlibat di dalam aktifitas anak buahnya akan menjadi lebih baik. Frekuensi yang tinggi dalam keterlibatan dengan anak buah tidak akan mengurangi kewibawaan seorang pemimpin. Di manapun, pemimpin yang ‘down to earth’ lebih dihargai dan dihormati dibandingkan yang duduk manis di menara gading.
Kejujuran juga menjadi modal pemimpin sejati. Saya pernah menemukan seorang yang berada dalam kursi pimpinan terang-terangan berkata bohong. Bukan hanya berucap, dia malah menyarankan untuk mempraktekkan kebohongan itu. Seperti itukah pemimpin yang bisa dipercaya? Barangkali anda akan menimbang-nimbang kembali perkataan seorang pemimpin pembohong semacam itu. Kejujurannya jelas diragukan. Ketika seorang pemimpin diragukan kejujurannya maka kredibilitasnya sudah pasti patut dipertanyakan. Saat kredibilitas yang dimilikinya dalam posisi seperti itu maka jangan harap dia mempunyai integritas dalam menjalankan fungsinya sebagai pemimpin.
Pemimpin sejati tidak harus memiliki dokumen legalitas semacam surat keputusan yang menyatakan dia seorang pimpinan. Keterangan hitam di atas putih semacam itu hanyalah syarat paling rendah untuk bisa disebut seorang pemimpin. John C. Maxwell menyebut The Door untuk pemimpin yang hanya bermodalkan surat keputusan semacam ini. Sebagaimana sebuah pintu, siapapun harus melalui dia. Tidak ada yang istimewa dari seorang pemimpin yang hanya mengandalkan surat keputusan. Pemimpin level The Door ini hanya merupakan penguasa yang berada dalam tingkatan paling bawah. Begitu surat sakti itu dicabut atau sudah tidak berlaku lagi maka dia bukan siapa-siapa lagi bagi mantan orang-orang yang dipimpinnya. Mereka patuh kepada dia semata-mata karena ada surat pengangkatan atau istilahnya “They follow you because they have to”, bukan “They follow you because they want to”.
Barangkali ada yang menganggap rasa humor tidak penting. Namun saya yakin, anda pasti akan lebih nyaman memiliki seorang pimpinan yang bisa diajak bercanda. Pemimpin yang ‘garing’ sudah pasti bikin suasana jadi ‘kering’. Pemimpin sejati akan melengkapi soft skill yang satu ini tanpa harus menjadi orang konyol dan ‘murahan’. Namun demikian, dia tidak akan menggunakan joke yang merendahkan dan melecehkan anak buahnya. Humor yang dimiliki bukan untuk menyakiti orang lain tetapi akan dia gunakan untuk meleburkan diri ke dalam hati anak buahnya.
Ini bukan yang terakhir tetapi saya ingin mengakhiri tulisan dengan satu hal yang juga sangat penting yang pasti dimiliki pemimpin sejati, yaitu santun. Sikap dan ucapan yang santun pasti dimiliki semua pemimpin sejati. Mereka sadar bahwa sebelum orang lain mau menghargai dirinya maka dia harus bersedia menaruh hormat ke orang lain. Dengan bersikap dan berucap secara santun kepada orang lain maka tidak mengherankan bila yang diterimanya juga sama. Jika menginginkan orang lain berbaik-baik kepada kita, bersikap dan berucap santunlah terlebih dahulu kepada mereka.
Seorang pemimpin sejati tidak pernah memikirkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Dia adalah orang yang sadar bahwa jabatan yang sedang berada di pundaknya adalah sebuah amanah yang harus dia pertanggung jawabkan kelak baik di dunia maupun akhirat. Kursi empuk yang bikin terkantuk-kantuk itu hanyalah singgasana titipan baginya. Dia sadar bahwa singgasana sejati yang harus dimiliki bukan yang berada dalam ruang besar berkarpet tebal. Bagi dia tidak ada masalah menjadi pemimpin tanpa singgasana. Dia tahu pasti, singgasana pemimpin sejati berada di hati anak buah yang dia layani.
Sumber gambar sofa: di sini
Hot News:
Postingan ini merupakan salah satu dari kumpulan tulisan yang ada dalam ebook Pemimpin Tanpa Singgasana. Dan… anda bisa memilikinya secara GRATIS.
Catatan Baru: (5 Maret 2019)
Pemimpin Tanpa Singgasana sekarang sudah diterbitkan dalam bentuk buku dan bisa dibeli secara online. Bedanya dengan versi ebook di atas: buku PTS lebih tebal dua kali lipat, diedit oleh penyunting profesional, tulisan di dalamnya dikelompokkan menjadi dua kategori, dan ada tambahan 38 tulisan baru.
PEMIMPIN TANPA SINGGASANA
Terbit: 4 Maret 2019
Halaman: 232
Harga: Rp 69.500
Beli online silakan klik DI SINI
link download e-book nya dong T.T
@lusya yunisa silakan klik tulisan warna biru “Download ebook ini”
@utami utar: greet your next new bright life episode then 😉
couldn’t agree more. perfect timing as i am about to let go something entitled with me for the last four years.