Thursday night’s meeting was an absolute slaughter for this guy. Ya, pembantaian telah terjadi terhadap Pemimpin Tanpa Singgasana. Namun yang mengherankan, dia bahagia dengan itu semua. Tak ada lara, tiada derita. Semua diterima dengan sungging senyum mempesona.
Yang senang atas pembantaian itu sebenarnya bukan pemimpin yang tak punya singgasana itu, melainkan penulisnya. Bagi anda yang belum tahu, Pemimpin Tanpa Singgasana sebenarnya hanyalah sebuah ebook yang Kamis malam kemarin dikupas habis-habisan dan dibantai sadis-sadisan. Saya sebagai penulis ebook benar-benar berterima kasih atas semua ‘kekejaman’ yang dilakukan oleh mereka. Bagi saya tindakan itu sangat positif dan jelas bermanfaat sebagai cermin untuk bisa menjadi lebih baik ke depannya. Dari sayatan-sayatan yang dilakukan itulah saya tahu persis luka mana yang harus mendapat perhatian lebih. Di bagian-bagian mana dari ebook itu yang harus saya perbaiki. Atas segala tindakan sadis yang menyenangkan itu, saya sendiri akan menganggap tidak tahu berterima kasih bila tidak mengucapkan terima kasih. Untuk itu, bagi kawan-kawan yang hadir di Rumah Kata Bogor dalam Bincang Buku Kamisan kemarin dan yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu (gila apa!), beribu-ribu terima kasih saya sampaikan. Semoga Yang Kuasa membalas kekejaman kalian semua. ;D
Beberapa hal yang perlu saya catat atas tindakan mereka di antaranya adalah ketika menyoal isi dan cara penyampaian alias bahasa yang digunakan dalam Pemimpin Tanpa Singgasana. Satu istilah yang mengesankan saya adalah ketika mereka mengatakan bahwa saya adalah penulis yang memiliki ide ‘jumpalitan’. Fantastis! Saya jatuh cinta dengan kata itu. Bagi saya, ungkapan ‘jumpalitan’ betul-betul pas dengan yang saya rasakan. Memang seperti itulah ketika saya menulis. Otak ini seperti main sirkus setiap diajak berpikir dalam membuat tulisan. Tulisan apapun. Dengan demikian, hasilnya jelas terlihat dan bisa dirasakan oleh pembaca. Bukannya tidak peduli, namun kadang-kadang saya memang sengaja membebaskan otak saya ini menjadi liar. Akibatnya, barangkali yang menikmati tulisan saya juga merasakan keliaran itu. Atau kemungkinan satunya, mereka lelah dan bingung dengan bacaan yang dihadapi. Maunya apa sih penulis ini, barangkali pertanyaan itu yang muncul sebagai buahnya.
Mengenai bahasa yang digunakan, inkonsistensi barangkali istilah yang tepat. Bahasa yang saya gunakan dalam Pemimpin Tanpa Singgasana memang gado-gado. Kadang-kadang saya memakai bahasanya ‘ababil’ alias ABG labil, kadang kala pula saya seolah berpetuah dengan bahasa orang dewasa yang sudah matang jasmani maupun rohani, atau saya berbahasa layaknya ahli agama. Membingungkan memang. Akibatnya tentu saja sudah bisa ditebak. Bagi pembaca yang memang tergolong ‘tega’, dia akan langsung menghentikan membaca. Namun untuk pembaca yang termasuk ‘celamitan’ dan serba ingin tahu, barangkali tulisan model seperti ini akan memacu adrenalinnya. Sebenarnya saya ngomong apa sih ini?
Satu lagi tentang bahasa, menebak isi otak pembaca kadang-kadang saya lakukan. Saya membuat kalimat yang sepertinya merespon apa yang akan diucapkan pembaca. Contohnya kalimat “kok nggak lho?” yang ada di halaman 9 dalam ebook Pemimpin Tanpa Singgasana. Kalimat itu saya buat bukan terkait dengan kalimat-kalimat yang saya tulis sebelumnya tetapi menjawab apa yang seolah-olah diucapkan pembaca. Buat sebagian pembaca, hal ini ternyata mengganggu. Mereka tidak suka dengan model semacam itu. Barangkali tidak salah bila saya dikatakan penulis ‘sotoy’ karena tindakan tersebut.
Pembantaian malam itu memang menyenangkan. Sayatan-sayatan perih yang dihasilkan memiliki sensasi luar biasa. Sebagai orang yang ada di balik ebook Pemimpin Tanpa Singgasana, hanya ucapan terima kasih dan salam takzim mendalam yang bisa saya berikan. Buat kalian yang telah menghakimi saya, jangan kapok untuk mengulangi lagi besok.
Sekedar info sekaligus pengingat, anda bisa mendapatkan ebook Pemimpin Tanpa Singgasana secara gratis dengan mengunduhnya DI SINI.
@Erfano Nalakiano: makasih sarannya 😉
@ahmad musyrifin: salam kenal juga 😉
wah saya baru pertama kali neh mampir di blog ini, isinya bener2 mantab……, oce dah salam kenal dari orang yang seneng corat-coret.
===================
ayo kita berubah
pembantaian itu pun tidak berakhir tragis…hihihihihi
Buku yg menarik kang tingga di make up..mau kayak KD, Syahrini atau kayak SM*SH juga boleh #eh
Salam hangat,
Seru Jadi Guru 😀
@EL: kalo gak berani lihat darah, memang sebaiknya jangan
sungguh saya turut prihatin atas pembantaian itu. saya tidak ikut-ikutan, loh. suer, ga tega. hahaha
@MT: saya demen banget dg sebutan itu. seremnya setara dg teroris gitu lho 😆
@UU: hiya ntar dibilangi 😉
@KP: diantaranya bang ;(
Wah, siapa sih yang begitu tega membantai Mas Adi? Mak Utami, ya?
lain kali tolong bilang ke fotografernya kalau mau ambil gambar bilang-bilang dulu, masak dibilang si cantik tapi fotonya memble begitu ..
(menunggu kesempatan membantai berikutnya …)
what???? Kayaknya yang nyelenggarain acara di atas bukan RKB, tapi KemKominfo, karena saya dituduh sbg “Aktifis Blogger Nasional”
:)) *guling2*
btw, bukumu memang menyenangkan untuk dibaca, buat orang yg suka humor cerdas macam awak ni 😀