Program yang saya labeli #jalurkopi sudah bergulir. Dimulai pukul 11.00 WIB tadi dari #KandangKambing, Bogor. Ini merupakan tulisan pertama dari senarai tulisan perjalanan solo saya menuju Madiun dan Bojonegoro.
Tak banyak waktu yang saya butuhkan untuk melakukan persiapan. Karena saya berangkat sendiri, setengah jam sebelum berangkat pun jadilah untuk berkemas. Baju ganti, peralatan mandi, kudapan untuk di jalan, sebotol air mineral, sebotol susu kedelai, dan sedikit buah tangan semua saya masukkan ke dalam tas ransel. Oh, ya, laptop juga masuk ke tas itu. Sengaja saya bawa untuk mendokumentasikan perjalanan dan kejadian-kejadian yang saya alami dalam menikmati #jalurkopi. Tas pinggang juga saya bawa untuk wadah buku, charger, hape, dan dompet. Ke mana-mana tas pinggang itu nempel di badan.
Karena kereta Majapahit yang akan saya naiki dari Stasiun Pasar Senen berangkat pukul 15.15 WIB, saya perhitungkan empat jam cukuplah untuk perjalanan dari Bogor ke Jakarta. Pukul 11 tepat saya meninggalkan #KandangKambing, sebutan untuk tempat tinggal saya di Bogor. Dengan menggunakan angkot saya menuju Stasiun Bogor. Setelah itu disambung dengan KRL Commuter Line pukul 11.45 WIB, turun di Stasiun Gondangdia. Sekitar satu jam perjalanan dari Stasiun Bogor ke Stasiun Gondangdia. Saya menggunakan bajaj untuk mencapai Stasiun Pasar Senen. Ongkos yang disepakati setelah proses tawar menawar adalah 20 ribu. Sampai di Stasiun Pasar Senen ternyata saya diminta lagi dua ribu untuk membayar ongkos parkir karena saya minta supaya bajaj masuk di area stasiun. Selesai membayar ongkos bajaj, perjuangan memperoleh tiket harus saya jalani.
Untuk membeli tiket kereta api saat ini sangat mudah dan tak perlu antri. Cukup datang di mini market semacam Indomart atau Alfamart, kita bisa mendapatkan tiket. Sayangnya tiket online itu tidak bisa langsung digunakan. Ada proses penukaran tiket online yang bentuknya seperti struk pembelian dengan tiket sebenarnya di loket yang sudah disediakan di stasiun pemberangkatan. Proses penukaran inilah yang agak merepotkan, seperti yang saya alami tadi. Di depan loket penukaran, antrian sudah panjang dan lama karena satu orang tidak hanya menukarkan satu tiket. Ada yang menukarkan tiket online dengan tiket asli serenjeng, entah isinya delapan atau berapa. Proses mengantri itu saya ikuti hingga kemudian datanglah informasi dari petugas keamanan jika tiket online bisa diproses sendiri. Di luar ruangan terdapat beberapa monitor layar sentuh dan printer yang bisa dipakai untuk menukar tiket online dengan tiket asli yang akan tercetak di printer setelah memasukkan kode booking dan nomor identitas (KTP) atau nomor telepon. Dengan antusias saya keluar dari antrian menuju monitor dan printer yang ada di luar ruangan. Tak banyak yang antri. Hanya ada dua orang di depan saya. Setelah keduanya berhasil melakukan penukaran tiket, tiba giliran saya. Sesuai instruksi yang terbaca di layar, nomor kode booking dan nomor identitas saya masukkan. Selanjutnya saya sentuh tombol ‘cari’ yang ada di bawahnya. Bila berhasil, tombol ‘cari’ itu akan berubah menjadi tombol ‘cetak’. Dengan menyentuh tombol itu, tiket asli akan tercetak di printer yang ada di bawah monitor. Begitu sederhana. PJKA memang hebat dalam membenahi manajemennya sehingga pelayanan ke pelanggan makin dipermudah. Contohnya proses penukaran tiket online yang bisa dilakukan secara mandiri. Masalahnya adalah… dua kali saya mencoba melakukan proses penukaran secara mandiri, selalu gagal yang muncul bukan tombol ‘cetak’ tetapi keterangan “Data anda tidak ditemukan” atau sejenis itu saya lupa persisnya. Menyebalkan! Setelah tanya ke petugas, saya diminta kembali antri di depan loket yang tadi saya tinggalkan. Alamak! Meski agak gondok, mau nggak mau saya harus mengulangi dari awal. Untungnya saya punya waktu satu jam lebih untuk menukarkan tiket sebelum kereta berangkat.
Saya tak mau masalah yang muncul dalam proses penukaran tiket menjadikan ketidaknyamanan saya dalam menikmati perjalanan. Tak ada gunanya marah-marah. Toh saya sendiri juga yang rugi kalau itu saya lakukan. Mau marah, mau senang, kereta Majapahit tetap akan berangkat sesuai jadwalnya. Jadi yang saya lakukan ya mengalir mengikuti proses yang ada: menukarkan tiket online, beli nasi goreng yang tak tahu kapan digorengnya buat makan siang, dan menunggu kereta tiba. Begitu kereta Majapahit tujuan akhir Malang datang, saya segera berkemas dan masuk ke dalamnya. Nomor kursi saya 1B yang ternyata persis di sebelah pintu gerbong dan di samping kamar kecil. Itu tak masalah buat saya. Saya tetap bisa menikmati perjalanan. Meski ada insiden koper lumayan besar milik sepasang suami istri setengah baya di depan saya yang ditaruh di rak atas tiba-tiba jatuh menimpa saya yang sedang terkantuk-kantuk, kejadian itu saya anggap sebagai selingan dari rangkaian episode kisah menuju Madiun. Untungnya saja koper itu jatuh di atas pangkuan, bukan menimpa kepala. Kalaupun kepala saya yang tertimpa, paling peyang dan puyeng. 😀
Madiun, saya akan menjamahmu nanti pukul 2.04 WIB, 8 Januari 2014. Itu yang tertera di tiket.
Sumber gambar: koleksi pribadi
yg punya koper cewek atau cowok? gak detail nih
:))
@mt: yang punya bapak-bapak , dia sama istrinya. Mereka habis nengok anaknya yang tinggal di Depok. Puas, sekarang?
Yah….pembaca kecewa 😀
@profijo: aishprek. 😀