Tak gampang berbagi ruang untuk mereka yang terbiasa maunya serba sendiri. Bila bisa dinikmati sendiri, mengapa harus berbagi. Begitu kira-kira prinsip mereka.
Mendekati penghujung 2017, telah terbit buku bagus dan menarik. Buku ini sangat tepat untuk situasi sekarang, lebih-lebih yang terjadi di ruang media sosial. Gamblang di sana orang dengan gampangnya menebar hoax, fitnah, cacian, risakan, pengafiran, sikap intoleransi, dan hal-hal tak bagus lainnya. Datangnya buku karya Nur Utami S.K. (IG: @utamiutar) berjudul Berbagi Ruang bagai obat, minimal pereda, untuk semua penyakit di atas.
Organisasi Berbagi Ruang
Berbagi Ruang diterbitkan oleh Frasa Media pada Oktober 2017. Buku yang tergolong masih kinyis-kinyis ini tebalnya 214 halaman. Nyaman di tangan dan pas masuk tas untuk dibawa ke mana-mana. Harganya pun hanya Rp 55.000.
Utami membagi bukunya layaknya sebuah rumah. Kategori dalam Berbagi Ruang dia namai Beranda, Ruang Tamu, Kamar, dan Dapur. Penamaan ini menjadi memikat dan selaras dengan judul buku yang dia pilih. Kategori yang dia susun berdasarkan nama-nama ruangan di dalam sebuah rumah itu seolah-olah memandu tamu yang sedang bertandang. Sambutan kepada tamu diawali di teras rumah atau beranda dan keramahtamahannya diakhiri di dapur. Sungguh menarik Berbagi Ruang ini memaknai bilik-bilik di dalam rumah secara denotatif sekaligus konotatif.
Berbagi Ruang merupakan senarai esai ringan. Ada 49 esai yang dimasukkan ke Beranda (enam esai), Ruang Tamu (14 esai), Kamar (sembilan esai), dan Dapur (20 esai).
Beranda
Di beranda, kita (pembaca) sebagai tamu disambut penulis yang berperan sebagai tuan rumah. Di bagian terdepan ini tuan rumah mengajak tamunya untuk menyamakan persepsi. Bahwa persepsi antar orang akan berbeda, itu sudah pasti dan tak perlu diperdebatkan. Tuan rumah mengajak kita untuk sama-sama menyadari bahwa kita ini bisa berbeda dalam hal persepsi.
Ruang Tamu
Di ruang inilah tamu dan tuan rumah bisa berbagi suka duka. Kita bisa merasakan apa yang telah dan sedang dialami tuan rumah serta keinginan dan mimpi tuan rumah di ruangan ini. Membaca esai-esai di ruang ini menjadi kita merasa bahwa apa yang disampaikan Utami bukanlah monopili perasaannya. Penuturannya bisa merupakan kejadian yang kita alami. Salah satu contoh misalnya masalah anaknya di sekolah yang dia sampaikan dalam tulisan berjudul Membaca Mata. Apa yang terjadi pada anaknya itu bisa saja memang yang sedang atau pernah kita alami.
Kamar
Di ruang ini Utami mengajak kita masuk lebih dalam. Dia bukan hanya membincang apa yang kasatmata tetapi juga yang nonfisik. Bila Anda sampai di ruangan ini, itu artinya Anda sudah semakin dalam terlibat dengan tuan rumah. Bagai seorang sahabat, Utami tidak hanya menyambut sampai di ruang tamu tetapi dia sudah mengajak ngobrol di ruang yang merupakan bagian privasinya.
Dapur
Utami menjamu tamunya dengan sajian yang makin melimpah dan beragam. Kita menjadi kenyang di ruangan ini. Layaknya tempat memproduksi segala jenis makanan, kita bisa memilih atau menghabiskan semua masakan yang tersaji di ruang dapur. Ada 20 esai yang bisa kita kunyah di dapur rumah Berbagi Ruang ini. Tuan rumah tampaknya sengaja memanjakan tamunya.
Berbagi Ruang merupakan kumpulan buah pena subjektif penulis. Namun demikian, apa yang ditulis Utami seolah-olah mengejawantahkan pengalaman semua orang. Salah satu yang mengasyikkan dari semua esai yang ada dalam Berbagi Ruang ini adalah cara penulis menuturkannya. Meskipun isinya sebenarnya berat, penulis berhasil menuangkannya dengan cara sederhana tapi bernas. Ibarat kita mengunyah makanan ringan namun ternyata mengenyangkan dan kenyangnya awet.
Banyak esai yang ditopang satu atau lebih referensi sebagai landasan. Ini mengesankan bahwa meskipun ringan dalam penyajiannya, penulis tetap serius dan tidak main-main. Penulis ingin menyatakan bahwa apa yang dia tulis tidak sekadar asal tulis. Ini bisa jadi karena latar belakangnya yang dosen di Universitas Pakuan Bogor dan seringnya menulis untuk seminar baik di dalam maupun luar negeri.
Di sisi lain, penggunaan buku acuan di sebagian besar esai yang penulis buat memberi kesan ketidakpercayaannya akan gagasan yang dia sampaikan. Seakan-akan dia harus meyakinkan diri dulu bahwa batu di tengah kali benar-benar memiliki penopang yang kokoh sebelum dia memijakkan kaki di atasnya.
Pesan Tersirat Berbagi Ruang
Apa yang terangkum dalam Berbagi Ruang merupakan buah hati dan pikiran penulisnya. Lewat karyanya itu jelas penulis ingin menyampaikan bahwa manusia hidup di dunia ini tidak sendiri. Kita tinggal bersama beragam manusia beserta karakternya masing-masing. Sudah seyogianya kita saling menghormati dan menghargai.
Intoleransi dan radikalisme seharusnya tak perlu terjadi. Namun namanya juga manusia dengan beraneka ragam latar belakang, menafikan intoleransi dapat dianggap pengingkaran terhadap kekuasaan Sang Pencipta. Akan selalu ada manusia intoleran dan radikal di dunia ini, dan pasti muncul pula perlawanan terhadap mereka. Bila Anda tak ingin masuk dalam kelompok manusia intoleran dan radikal, buku Berbagi Ruang ini bisa menjadi bekal.
Sumber gambar: koleksi pribadi
[…] Ruang” 7. Review Buku Bercermin pada Kehidupan Nyata 8. Kumpulan Esai Berbagi Ruang 9. Berbagi Ruang Penangkal Intoleransi dan Radikalisme 10. Mengunjungi Komunitas Literasi di Kota Hujan 11. Merentang Ruang Nur Utami […]