Selalu menarik ketika membuka-buka kembali kenangan lama. Kadang tersenyum, tersentuh, atau terheran-heran dengan kemampuan sendiri. Kok bisa ya dulu membuat tulisan seperti itu. Begitu juga ketika saya membaca tulisan yang berjudul Wrong Man Right Place, saya jadi berpikir kembali tentang pemicu dibuatnya tulisan itu. Karena saya menyukainya, saya ingin berbagi kegembiraan dengan anda.
Orang yang bersalah ditempatkan di sebelah kanan. Itulah kira-kira makna ngawur dari judul di atas. Kata yang benar dan biasanya dipakai sih the right man on the right place. Istilah ini digunakan untuk mengacu kepada kebijakan bagian personalia atau mereka yang mengatur sumber daya manusia yang ada dalam sebuah perusahaan atau kantor. Orang-orang yang memiliki kemampuan tertentu akan dipekerjakan atau ditempatkan di posisi yang memang sesuai dengan dia.
Pernah nggak ketemu dengan, misalnya, seorang pegawai customer service (cuser) yang jutek, jayus, garing, ngomongnya nylekit, dan memuakkan? Kalo iya, itulah contoh the wrong man on the right place. Nggak peduli bila misalnya si customer service itu seorang perempuan. Karena kata man disini maksudnya bukan mengacu kepada jenis kelamin laki-laki, meskipun man itu untuk pria, tapi lebih berarti untuk seseorang. Bisa laki bisa perempuan. Jadi, si cuser itu merupakan orang yang salah untuk posisi tersebut. Bisa jadi hal itu terjadi karena kesalahan yang berasal dari bagian yang mengatur penempatan orang-orang dari perusahaan tersebut. Namanya juga pekerja, bisa saja si cuser ini mandah saja menerima tugas yang diberikan. Karena emang pada dasarnya orangnya nggak enaken, ya begitulah hasil akhirnya. Jutek, garing, tidak bersahabat, nylekit dan lain-lain.
Barangkali bukan sekali dua kita ketemu dengan orang-orang yang wrong ini. Orang yang berkemampuan minimal melakukan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan maksimal. Manusia yang berkarakter minus diposisikan di tempat yang memerlukan perilaku plus. Akibatnya, sering kita jumpai masalah. Masalah yang muncul karena ketidakcocokan manusia dan pekerjaannya ini.
Yang merepotkan sekaligus menjengkelkan, kalo akibat salah naroh orang ini kita yang kena getahnya. Karena kebijakan yang salah bagi orang lain, menyengsarakan orang lainnya lagi. Pusing dah. Masih mending kalo kitanya bisa urun rembug untuk masalah tersebut. Kalo nggak, ya terpaksa kita nikmati penderitaan itu bila masih tetep bercokol di situ. Mau? (kayak iklan operator selular aja)
Anda sendiri merasa nggak, jadi orang yang right di tempat yang right? Cirinya gampang kalo kita ini merasa cocok di tempat yang sesuai. Diantaranya yang bisa disebutkan, apa yang dikerjakan oke-oke aja, lingkungan kerja kondusif, tidak gampang sembelit (apa ini? stres kali?) – hiya, tidak gampang stres.
Bener kalo apa yang dikerjakan itu pasti fine-fine aja. Gimana nggak? Orang emang kita punya kualitas, punya kemampuan dan ketrampilan untuk melaksanakan tanggung jawab itu. Jadi, ya nggak masalah. Apapun yang dikerjakan, hasilnya pasti ekselen, sip, perfekto.
Lingkungan kerja kondusif bisa saja terbentuk bukan semata-mata karena the right man on the right place. Tetapi, bila orang-orang yang ada dalam lingkungan sama memiliki kapabilitas yang tidak diragukan lagi, memiliki karakter berkualitas unggul, saling tolong-menolong, bantu-membantu, bau-membau sambil mengangkat ketek masing-masing (nggak ding), saling mengormati, dijamin, pasti lingkungan akan jadi kondusif. Nah, dengan adanya orang-orang yang right, bukan hanya right di segi kemampuan tapi juga attitude, sudah pasti lingkungan kondusif akan terbentuk.
Lalu apa urusannya sembelit dengan right man right place? Coba anda bayangkan deh. Di tempat dimana anda bekerja, ada orang yang poorly qualified. Ngerjain ini nggak bisa, melakukan itu memble, nyelesein yang ono nggak mampu. Apa nggak pusing sendiri. Apalagi bila kita ini jadi temen seruangannya misalnya, yang tiap hari pasti dimintain tolong. So pasti akan jadi stres. Kalo udah begitu, tinggal tunggu aja efeknya. Eh, jangan nuduh dulu ya kalo kita ini tidak mau dimintain tolong. Bukannya begitu. Jika tiap hari harus ngerjain pekerjaan orang mulu (lha iyalah, masak monyet), lama-lama kan neg juga. Ya kan? Apa akibatnya kalo stres terus-terusan? Lama-lama ya sembelit juga jadinya. Makanya kalo anda sembelit, jangan-jangan bukan masalah tidak sering mengkonsumsi makanan berserat seperti kabel misalnya tetapi bisa jadi karena dijejelin makanan bersetres (maksudnya sering stres). Jadi, waspadalah, waspadalah, waspadalah.
Nah, sekarang, udah jelas kan hubungan antara sembelit dengan stres? Mereka selama ini baik-baik saja kok. Setiap ketemu saling bertegur sapa. Suka saling kirim makanan kalo lagi masak enak. Sering nonton bareng saat tanggal gajian datang. Akan berusaha membesarkan hati, bila yang satu lagi kena musibah. Dan lain-lain. Waduh, sebenarnya ini ngomongin apaan sih? Just kidding, don’t think of it seriously.
Di sisi konsumen, juga akan sangat menyenangkan bila ketemu orang yang sesuai dengan pekerjaannya. Bagi kita, sungguh membantu dan melegakan ketika saat butuh informasi kita dihadapi oleh seorang cuser yang bukan sekedar ramah tapi juga kompeten. Dia sigap dalam menolong. Mudah dimengerti penjelasan-penjelasannya. Cantik dan wangi lagi. Beruntunglah kalo kita ketemu orang-orang seperti itu.
Kalo anda sedang ada di Bogor dan perlu informasi dimana bisa mendapatkan uang, anda dapat datang ke Taman Topi dekat stasiun. Di situ ada the right man on the right place. Di taman yang sebagian besar bangunannya berbentuk topi, itulah sebabnya dinamakan Taman Topi, berdiri dengan gagahnya sebuah patuh pahlawan nasional asli orang Bogor yang bernama Kapten Muslihat. Dia itulah the right man. Tanyalah dia kemana harus pergi untuk mendapatkan uang. Dengan gagahnya dan penuh kepastian, tangan Kapten Muslihat menunjuk ke sebuah bangunan. Gedung itu adalah Bank Jabar. Disitulah uang bisa diperoleh. Jadi, Kapten Muslihat ini bisa disebut the right man on the right place karena posisi dia berdiri sudah right (benar) sehingga tangannya right (benar) menunjuk persis ke bank milik pemerintah daerah. Setuju? Betul? Ato ngaco?
Sumber gambar: di sini
[…] Jika ada ungkapan ‘the right man in the right place’, orang ini barangkali bisa disebut “the wrong man in the right place at the right time”. Ketika sebuah organisasi dibentuk dan dia kebetulan ada dalam lingkungan tersebut, tidak aneh […]
wong kamfung wrote : Lalu apa urusannya sembelit dengan right man right place? Coba anda bayangkan deh. Di tempat dimana anda bekerja, ada orang yang poorly qualified. Ngerjain ini nggak bisa, melakukan itu memble, nyelesein yang ono nggak mampu. Apa nggak pusing sendiri. Apalagi bila kita ini jadi temen seruangannya misalnya, yang tiap hari pasti dimintain tolong. So pasti akan jadi stres. Kalo udah begitu, tinggal tunggu aja efeknya. Eh, jangan nuduh dulu ya kalo kita ini tidak mau dimintain tolong. Bukannya begitu. Jika tiap hari harus ngerjain pekerjaan orang mulu (lha iyalah, masak monyet), lama-lama kan neg juga…
ngalamin bgt tuh hal itu…
apalagi yang minta tolong orangnya ga sabaran…
dah minta tolong,,, eh mintanya dikerjain duluan…
hmmm…
bener2 melatih kesabaran…
lagi berkerut jidatnya mengingat-ingat, me muci yang mana ya????
gokil,abis!
sedikit melek ^_^!
Keknya salah satu hal yang salah adalah menerima saya di universitas sebesar ini 😀
pe de aja kale 😉