Saya tidak tahu apakah penilaian anda terhadap polisi sama dengan penilaian saya. Di mata saya hanya ada dua jenis polisi yang jujur.
Kedua macam polisi ini memang hebat. Mereka tahan uji dalam segala situasi dan kondisi. Kejujurannya tidak tergoyahkan walau diiming-imingi apapun. Mereka tidak pernah terlibat masalah markus (makelar kasus), mafia hukum, suap-menyuap, atau korupsi. Hebatnya lagi, kedua jenis polisi ini tidak pernah mengeluh. Kepanasan, kehujanan, mereka terus bertugas. Mereka tidak pernah menuntut kenaikan gaji atau uang lauk pauk. Namun demikian, banyak juga yang membenci salah satu dari kedua jenis polisi ini meskipun mereka rajin dalam menjalankan tugas dan jujur. Sayangnya tidak ada satupun polisi korup yang mau mengikuti teladannya. Kedua jenis polisi yang 100% jujur itu adalah polisi tidur dan patung polisi.
Ironis memang bila polisi jujur yang tersisa tinggal polisi tidur dan patung polisi. Dan alangkah memprihatinkan jika masyarakat memandang citra polisi sebegitu rendahnya. Sudah tentu tidak semua polisi berbuat jahat. Pasti ada yang benar-benar menjalankan tugasnya dengan tulus. Namun sayangnya saya belum pernah ketemu polisi yang tulus ini. Sebenarnya saya masih ragu dengan citra negatif polisi. Apakah itu hanya prasangka saya saja atau memang karena saking langkanya polisi jujur. Kesan yang saya tangkap tentang polisi bukan kejujuran dan ketulusan tetapi justru kesan mencari-cari kesempatan berbuat korup dari setiap kejadian. Dengan demikian akan sulit merubah persepsi negatif menjadi positif terhadap citra abdi negara ini bila mereka tidak bekerja keras meyakinkan rakyat atas citranya. Bahkan dulu pernah di lingkungan teman-teman kuliah, polisi-polisi berseragam coklat ini dijuluki wereng coklat karena kami menganggapnya sebagai hama yang mengganggu masyarakat.
Ketika seorang teman, MT, mengisahkan kelakuan seorang polisi yang berusaha memanfaatkan kesempatan atas peristiwa rubuhnya saung milik pesantren tempat kawan ini bekerja, saya hanya bisa prihatin. Bagaimana citra polisi akan membaik bila masih ada oknum polisi yang seperti ini. Meskipun pada akhirnya tercapai kata damai, citra korp berbaju coklat ini sudah terlanjur ternoda. Teman yang lain lagi, Suci, juga pernah bermasalah dengan polisi yang tidak simpatik. Dia menceritakannya dengan emosional di dalam blognya. Bila seluruh blog yang ada di internet ini diobok-obok, saya yakin pasti akan ditemukan lagi kisah miring yang berkaitan dengan polisi.
Saya sendiri juga pernah berhadapan dengan polisi korup ketika sedang mengurus surat ijin mengemudi. Terang-terangan polisi itu menemui saya mengajak kongkalikong yang mengakibatkan saya berada dalam posisi dilematis. Di antara polisi sendiri nampaknya perbuatan tidak terpuji itu sudah dianggap hal biasa. Bila polisi yang menemui saya itu sambil ngumpet-ngumpet, saya melihatnya bukan sungkan dengan polisi yang lain tetapi dia takut bertemu dengan orang media atau pengawas independen. Kejadian itu dulu pernah saya tulis di kampungantenan.blogspot.com dengan judul Kebodohan Istimewa. Silakan anda baca. Bila setelah membacanya kemudian anda menyalahkan saya, dengan besar hati akan saya terima.
Kadang-kadang saya merasa berdosa dan bersalah dengan prasangka negatif saya terhadap polisi. Entah kenapa setiap ketemu polisi di manapun, saya selalu berprasangka buruk. Seolah-olah di jidatnya tertulis korup, korup, korup. Barangkali karena beberapa kali memiliki pengalaman yang tidak mengenakkan yang membuat saya selalu suudzon terhadap polisi. Selain itu, kejadian yang dialami teman-teman saya dengan polisi semakin memperkuat prasangka negatif saya. Padahal beberapa saudara ada juga yang menjadi polisi. Tetapi hal itu tidak mengurangi sinisme saya terhadap citra polisi. Entah kapan prasangka buruk ini akan hilang. Namun rasa-rasanya akan sangat sulit bila kasus-kasus yang melibatkan ‘bad cop’ terus bermunculan.
Kasus besar yang melibatkan institusi kepolisian saat ini misalnya merupakan peristiwa yang makin memerosotkan citra polisi. Entah siapa yang benar dan salah, dengan ramainya media memberitakan perseteruan sengit antara pejabat polisi yang mewakili institusi dengan salah satu anggotanya membuat masyarakat menjadi makin tidak simpati dengan kepolisian. Julukan perang bintang yang diberikan oleh media karena perselisihan interen itu melibatkan jenderal-jenderal polisi semakin membuat masyarakat meragukan integritas dan kinerja kepolisian. Bagaimana yang bawah bisa baik jika para jenderal yang menjadi atasan mereka saling cakar-cakaran? Jika antar polisi saja gontok-gontokan seperti itu, mendingan mereka berbaring bersebelahan dengan polisi tidur. Meskipun kadang-kadang disumpahin orang, setidaknya bermanfaat bagi masyarakat untuk mengurangi kecepatan kendaraan yang ngebut.
Bila suatu saat nanti ada acara penganugerahan penghargaan kepada polisi terjujur, saya mengusulkan patung polisi sebagai nomor satu dan polisi tidur di peringkat kedua. Polisi tidur cukup di posisi kedua karena dia kadang-kadang suka menjengkelkan pengguna jalan, pemilik motor ceper misalnya. Kalau polisi cepek jangan diberi hadiah tetapi ditangkap saja. Mereka ini meskipun nampaknya membantu tetapi sebenarnya orang-orang konyol yang tidak ada manfaatnya.
Setujukah anda?
Saya yakin.. masih banyak polisi jujur bertebaran.. Tapi sepertinya polis tidak jujur lebih banyak lagi… Semoga polisi jujur yang masih ada diberik kekuatan untuk tetap istiqomah….
kita doakan aja semoga dengan fenomena “markus”, Indonesia menjadi lebih baik 🙂 amin.