Seutuh-utuhnya Manusia

10
1459

memanusiakan manusiaSebagai manusia, tentu sakit hati ketika tidak dimanusiakan. Dalam bidang apapun, memanusiakan manusia sudah seharusnya dilakukan. Jika tidak, barisan sakit hati atau kumpulan manusia kecewa pasti akan terbentuk.

Coba kita lihat beberapa contoh yang terjadi. Dalam pergaulan, bagaimana jika anda dikucilkan karena sebab apapun? Tentu saja akan merasa jengkel. Hati anda pasti akan terluka dengan perlakuan lingkungan pergaulan yang seperti itu. Anda dianggap bukan sebagai manusia setara sebagaimana yang lain. Hubungan yang terjadipun sudah pasti akan menjadi tidak nyaman. Bila sudah demikian, jangan berharap tolong-menolong, hormat-menghormati, yang menjadi isinya tali silaturahim akan terbentuk dengan baik dan kokoh.

Dalam lingkungan kerja, efek yang sama juga akan muncul apabila ada manusia yang tidak dimanusiakan. Hubungan kerja yang sering menimbulkan sikap tidak memanusiakan manusia adalah antara atasan dan bawahan, pemilik dan pekerja. Atasan atau pemilik yang lebih berorientasi produktivitas semata sangat mungkin akan melakukan hal ini. Bagi dia, bawahan atau pekerja adalah alat produksi yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Saking fokusnya mereka dengan produktivitas, sampai-sampai mereka lupa bahwa yang dianggapnya alat itu sebenarnya manusia selayaknya dirinya. Manusia yang bukan hanya memiliki kebutuhan jasmani yang harus dipenuhi tetapi juga mempunyai kebutuhan rohani yang menuntut pemenuhan juga.

Ketika seorang bekerja, jelas dia harus bekerja secara professional. Itu sudah menjadi kewajiban sekaligus menjadi haknya pemberi kerja mendapatkan profesionalitas pekerjanya. Namun bagaimanapun juga, tuntutan pemberi kerja atas pekerjanya bukan berarti mengabaikan dia sebagai manusia, seutuh-utuhnya manusia. Artinya selain kewajiban bekerja di tempat kerja yang menjadi dunianya, dia juga memiliki dunia lain yang langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kinerjanya. Dunia lain selain lingkungan kerja misalnya keluarga. Masalah dari dunia lain inilah yang sangat potensial mempengaruhi kinerja seorang pekerja. Dan ini perlu mendapat perhatian. Meskipun itu masalah pribadi, bila perusahaan tidak mau tahu tetap saja akan berdampak pada produktivitas pemilik masalah. Jadi, alangkah baiknya bila atasan ataupun pemilik usaha memperlakukan pekerjanya sebagai manusia seutuhnya, yang memiliki dunia lain selain dunia kerja.

Satu contoh lagi. Proses belajar mengajar dalam ruang kelas/kuliah juga dijamin tidak akan efektif bila guru/dosen tidak memanusiakan murid/mahasiswanya. Sebagai contoh misalnya menjadikan murid/mahasiswa seperti robot yang bisa diperlakukan sesuka-sukanya. Contoh sesuka-sukanya itu seperti apa? Barangkali akan lebih jelas apa yang saya maksudkan tersebut bila anda membaca dua tulisan yang pernah saya buat sebelumnya yang berjudul Mengajar Beruk dan Kelas Neraka Jahanam.

Jika ada tuntutan untuk memanusiakan manusia, itu bukan hal yang berlebihan. Wajar saja bila ada seseorang yang ingin dimanusiakan, apapun profesi dan jabatannya. Mereka yang terbiasa tidak memanusiakan orang lain, baik sadar maupun tidak, pasti akan merasakan hal yang sama jika tidak dimanusiakan. Kalau begitu, mengapa harus tidak memanusiakan orang lain bila kita bisa berlaku sebaliknya? Toh hasilnya juga pasti lebih baik. Oleh karena itu, marilah kita memanusiakan manusia, seutuh-utuhnya manusia. Meskipun seutuh-utuhnya manusia, tetap saja masih ada bagian yang bolong. Lubang hidung misalnya. Betul tidak?

Sumber gambar: di sini

10 COMMENTS

  1. Dengan maraknya social media, kadang-kadang kita lupa bahwa yang kita ajak komunikasi juga manusia! kata kasar sering terucap lewat tulisan. Selanjutnya hanya penyesalan. 🙁 Terima kasih sharingnya, mas Wong.

  2. kadang saya berpikir, kapan ya.. orang yang menanggap murid, hanya sebagai media untuk menerima pelajaran, dan tidak ‘memanusiakan’ manusia saat proses belajar mengajar, bisa merubah karakternya tersebut….? mungkin saat itu, orang tersebut menggunakan paham subjektif dan pilih kasih dalam ‘memanusiakan’ manusia yang hanya dia senangi saja. entahlah…… saya pernah mengalami itu…;) mungkin orang tersebut hanya melihat satu dari beberapa karakter yang saya miliki 🙂

  3. Saya pernah merasa tidak dimanusiakan manusia. Tepat sekali jika yang diambil sampel adalah antara atasan dan bawahan atau antara dosen dan mahasiswa… keduanya (hampir) pernah saya alami. Barangkali, bisa dibilang dosen saya (sedikit) lebih manusiawi dibanding atasan saya waktu bekerja.

    Dan saya merasa kembali dimanusiakan manusia setelah saya mendapatkan pekerjaan di tempat lain. 🙂

  4. Proses belajar mengajar dalam ruang kelas/kuliah juga dijamin tidak akan efektif bila guru/dosen tidak memanusiakan murid/mahasiswanya.

    Boleh meng-quote kalimat ini buat ntar kalo ditanyain dosen yang ngajar sembarangan kang? 😀

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here