Bohong harus konsisten. Jika anda bohong maka anda harus mendukung kebohongan anda itu dengan berbohong lagi. Dengan demikian orang akan melihat anda ini orang yang jujur. Makanya benar bila dikatakan kebohongan menghasilkan kebohongan yang lain. Tetapi nanti dulu.
Jangan berprasangka saya pendukung ketidakjujuran! Yang saya tulis di awal paragraf di atas adalah celetukan dari salah satu peserta rapat yang saya ikuti kemarin (6/8/08). Dari situlah kemudian saya jadi tergerak untuk menulis ini. Jelas kan yang saya maksud? Toyib.
Mengapa orang suka berbohong? Banyak alasan. Masing-masing punya motivasi dan tujuan sendiri-sendiri. Lagian ngapain sih berbohong jika tidak punya maksud? Kurang kerjaan saja. Malu atau takut bisa menyebabkan seseorang berbohong. Keinginan untuk mendapatkan sesuatu juga bisa mendorong orang melakukan kebohongan.
Berapa kali anda sudah berbohong? Rasanya kita semua ini pernah berbohong. Mengapa saya bisa mengatakan seperti itu? Karena kita pernah menjadi anak-anak. Dan jika kita perhatikan, setiap anak pernah melakukan kebohongan, entah sering atau jarang. Dengan demikian, bisa dipastikan kita pernah bohong dalam hidup kita.
Bukan itu yang penting sekarang. Okelah jika anda dulu suka berbohong waktu kecil atau saat inipun masih demen berbohong. Mulai detik ini, harus dihentikan. Berjanjilah kepada diri sendiri untuk tidak melakukannya lagi. Jika hanya sekedar berjanji, kan gampang sekali buat anda. Apalagi bila anda sudah terbiasa menebarkan janji-janji. Tentu saja bukan itu yang saya maksudkan. Anda boleh menebar janji, tetapi anda juga harus berketetapan hati untuk memenuhinya.
Memang tidak gampang menghentikan kebohongan saat berbohong sudah menjadi kebiasaan. Apalagi ketika kebohongan itu memberikan keuntungan. Kitanya menjadi keenakan. Namun yakinlah, bila kita bertekad disertai niat dan benar-benar melaksanakannya, suatu saat pasti kebiasaan yang sudah mendaging itu bisa disingkirkan.
Siapapun anda, jangan sampai atau pernah lagi melakukan kebohongan. Apalagi jika anda ini orang yang berada pada posisi penting, orang yang memiliki kekuasaan, atau orang yang menjadi tumpuan kepercayaan orang lain. Hal itu akan menyakitkan. Alangkah pedihnya bila anda begitu yakinnya terhadap seseorang yang selama ini anda anggap sebagai orang baik, jujur, alim, kemudian anda mendapati dia ternyata seorang pembohong. Anda merasa dikhianati dan akan menjadi sulit bagi anda untuk bisa percaya lagi terhadapnya. Apa yang tadinya anda lihat sebagai sebelanga susu ternyata hanyalah kumpulan tajin (air rebusan beras) yang hambar dan nilainya tidak seperti susu. (Namun bagi sebagian dari ibu-ibu kita, air tajin suka dipakai untuk menggantikan air susu. Ini mah nggak ada urusannya.)
Sayangnya negeri kita ini banyak dihuni oleh pembohong-pembohong yang, celakanya, sebagian dari mereka menduduki posisi yang menentukan kelangsungan hidup orang banyak. Kenapa pembohong seperti mereka bisa menduduki posisi dan jabatan seperti itu? Ya karena kebohongan jugalah dia bisa sampai di tempat itu. Karena kebohongan dia juga, rakyat memilih dia. Bukan rahasia lagi dan sudah biasa bagi rakyat, saat kampanye para calon itu meninabobokan massa dengan janji-janji yang selanjutnya menjadi kebohongan karena tidak pernah merealisasikan janji-janjinya itu.
Herannya, mereka yang pernah berjanji saat kampanye, begitu pelupa ketika jabatan yang diincarnya sudah berada di tangan. Yang dilakukan justru mengingkari apa yang dijanjikan sebelumnya. Dengan berada di posisi yang memiliki kekuasaan, dia anggap segalanya boleh-boleh saja dilakukan. Kesempatan untuk menumpuk kekayaan demi kantong pribadi dia manfaatkan sebaik-baiknya. Harus menjadi gila bila ingin mendapatkan segala yang diinginkan. Seperti yang pernah diramalkan Jayabaya, bila tidak gila tidak akan kebagian.
Bukan pekerjaan mudah memang memberantas pembohong-pembohong ini. Apalagi bila berbohong sudah menjadi kebiasaan. Bahkan meskipun mereka seorang pejabat, pemimpin, atau orang-orang sejenis, mereka tidak peduli bila kebohongan yang dia lakukan akan menghancurkan kredibilitasnya. Makanya jika dalam sebuah kepemimpinan terjadi krisis kepercayaan, hal itu bukan lain karena orang yang dipimpin merasa dibohongi. Mereka melihat dan merasakan apa yang dikatakan hanya janji kosong. Ketika keadaan seperti itu tidak segera diperbaiki, jangan harap kepemimpinan yang dijalankan akan efektif. Akhirnya, apapun yang dikatakan oleh pemimpin akan selalu ditanggapi dengan ketidakpercayaan. Paling-paling hanya ‘kentut’ yang barusan keluar dari mulutnya. Begitu yang ada dalam benak setiap anak buahnya.
Waduh, tulisan saya kok jadi serius dan sinis gini ya. Ngerasa nggak? Tapi biarlah, sebenarnya pesan yang ingin saya sampaikan lewat tulisan ini adalah jadilah orang yang dapat dipercaya. Caranya? Ya jangan suka berbohong dan gampang membuat janji. Apalagi janji yang jelas-jelas tidak bisa dipenuhi. Jika itu yang anda lakukan, anda mencari celaka. Tapi jika anda sudah terbiasa seperti itu, artinya anda biasa memberikan janji-janji yang nantinya tidak akan anda tepati, apalagi anda sedang duduk dalam kursi pimpinan, hati-hati saja.
Kawan, saya sudah cape sekarang. Saya hentikan saja tulisan saya ini. Sekali lagi, ingat ya, jangan suka berbohong biar tidak menjadi seperti Pinokio. Namun bila hidung anda panjang mirip Pinokio, ya syukuri saja. Yang penting anda bukan pembohong kan?