Hebat bener prinsip yang jadi judul di atas. Kalo anda punya prinsip seperti itu juga, ati-ati, there’s something wrong inside (in you). Meskipun aneh, menggelikan, nggak masuk akal, mau-maunya, gebleg (pake ‘g’ bukan ‘k’ krena saking mantebnya), kira-kira sebutan apa lagi ya pas untuk prinsip itu menurut anda?, nyatanya ada juga orang yang berprinsip ajaib seperti itu. Nggak tau kenapa bisa terjadi. Barangkali karena otaknya sudah tidak berfungsi lagi, ato bahasa Arabnya mengalami disorder wal disfunction. Wawahua’lambisowab.
Di bulan puasa ini, nggak ada salah dan ruginya ngomongin tentang sombong. Ini bukan ghibah lho. Tapi kalo anda menuduh saya seperti itu, ya… whatever you say lah. Cuman, cuman nih, jangan salahin saya kalo akibatnya anda nggak mau mbaca tulisan ini, terus jadi nggak ngerti (sok amat ya yang nulis ini) apa itu sombong and-so-on-and-so-on. Bahasa sopirnya, resiko ditanggung penumpang. Dalam hatinya, sopir bilang, “Emang enak jadi penumpang”.
Sombong ini merupakan salah satu penyakit hati yang amat merugikan. Banyak efek negatif yang dapat ditimbulkan olehnya. Dari yang sekedar dijauhin orang sampe dipukulin massa. Lha gimana tidak dijauhin kalo setiap tampil selalu menyombongkan segala yang dia miliki. Pun gimana masyarakat nggak sebel sampai ujung-ujungnya menjadi muntab (marah banget) dan akhirnya nggebukin si sombong kalo setiap ada hanya kecongkakan saja yang ditampilkan, baik omongan maupun tindakan. Kalo itu yang terjadi, ya bisa jadi banyak orang akan bersyukur. Nyukurin atas nasibnya. Sokor lu, sokor lu, rasain lu… be-gi-tu-lah bunyinya.
Emang, banyak hal yang dapat memicu munculnya penyakit hati ini. Dari segala yang kita miliki, kalo tidak waspada, bisa saja akan menjadikan kita orang yang sombong. Pengen contoh? Gampang. Banda misalnya. Eh, banda itu bahasa Indonesia bukan sih? Maksud saya dengan banda di sini ni kekayaan. Percaya nggak kalo kaya itu bisa bikin sombong? So pasti lah. Orang kaya monyet aja bisa sombong. Buktinya, ada sinetron yang tokohnya mirip monyet, dan dia bangga main sinetron (ya iya lah, bukan karena kaya monyet yang dibanggakan, tapi bangga karena menjadi pemain sinetron. Jaka sembung main palu, nggak nyambung deh lu). Tapi emang bener, percayalah sama saya. Kalo kekayaan yang kita miliki tidak kita gunakan dengan sebenar-benarnya, ya kesombonganlah yang akan muncul. Apalagi kalo anda terlanjur terlahir dari orang yang dari sononya sudah terlanjur kaya dan susah miskin, makin rentan menjadi sombong karena harta yang dimiliki itu. Anda jadi makin susah bisa merasakan susahnya jadi orang susah yang serba susah yang mau ngapa-ngapain susah. Bener-bener susah.
Kepandaian juga bisa menjadi contoh lain yang menjadi penyebab munculnya sifat sombong. Banyak, eh ada, orang pandai yang seperti minyak dengan air kalo berhadapan dengan orang awam. Alergi kalo harus berinteraksi dengan masyarakat yang di mata dia bukan levelnya karena kebodohannya. Akibat kesombongannya, sori-sori aja kalo harus berhubungan dengan orang-orang bodoh itu, gitu katanya. Bagi yang bukan orang pinter, apa nggak menyakitkan kelakuan kayak gitu? Makanya, kalo anda pinter, jadilah seperti padi. Ilmu padi itu ilmunya orang-orang cerdik pandai yang arif bijaksana. Makin berisi, makin menunduklah itu padi. Makin pinter, makin merendahlah diri orang pinter itu. Dia tidak mau menyombongkan dengan pengetahuan yang dimiliki meskipun, misalnya, hanya dia pemilik satu-satunya di dunia ini. Tuh, apa nggak hebat.
Keturunan (ningrat misalnya), anak, jabatan, negara asal, dan masih banyak lagi, silakan didaftar sendiri, adalah contoh-contoh lain yang bisa menjadi bensin bagi api kesombongan yang ada dalam hati ini. Jadi, be careful guys. Gara-gara sombong juga, iblis diusir dari surga. Merasa lebih baik karena diciptakan dari api dibandingkan Adam a.s. yang dari tanah, iblis menjadi sombong dan tidak sudi bersujud di hadapan nabi utusan Allah ini. Karena kesombongannya, iblis membangkang Sang Penciptanya. Dan, terusirlah dia dari surga dan segala kenikmatannya. Alangkah hinanya. Kalo anda Islam, ato pengen tau tentang nasib iblis itu, coba deh buka Al Qur’an surat ash-Shad ayat 75-78. Nggak usahlah terusir dari surga, diusir dari rumah saja bisa terasa seperti masuk neraka. Betul?
Mumpung masih Ramadhan. Mumpung masih masuk bulan diskon, dimana segala ibadah yang dilakukan akan berlipat-lipat pahalanya, segeralah buang jauh-jauh segala sifat sombol baik yang baru berupa kecambah maupun (apalagi) yang sudah berbentuk pohon kesombongan yang sudah berakar kuat dalam hati kita. Saat ini, puasa sudah masuk ke sepertiga yang kedua. Apa artinya? Berarti kita masuk periode magfirah atau pengampunan setelah melewati periode 10 hari pertama yang penuh rahmat. Mohonlah ampun kepada sang Khaliq atas segala unsur sombong yang ada dalam hati. Dengan demikian, hati ini jadi fitri lagi, jadi bersih kembali. Sehingga, 10 hari yang ketiga atau periode pembebasan dari neraka benar-benar bisa kita masuki dengan sukses.
So what? Ya kembalilah ke jalan yang benar. Jadilah orang yang rendah hati. Nggak ada gunanya bersifat dan bersikap sombong. Masih mending sombong kalo ada dan emang pantas untuk disombongkan meskipun nggak baik juga menyombongkan yang baik-baik. Namanya juga sombong, sekalipun yang disombongkan itu sesuatu yang baik, ya tetep nggak baik juga.
Boleh-boleh saja berbangga dengan segala yang kita miliki. Asal tidak berlebihan. Sebab, tipis sekali batas antara bangga dengan sombong. Kalo tidak hati-hati, porsi bangga itu bisa melewati garis dan masuk ke dalam sebuah kesombongan. Semakin tinggi ilmu dan iman seseorang, semakin halus dan tersembunyi rasa sombongnya. Lain halnya dengan orang awam yang sombong, lebih mudah terdeteksi karena kesombongan mereka biasa diucapkan secara lahir.
Begitu juga, bolehlah kita membanggakan harta yang kita miliki. Kita bangga punya kekayaan sehingga lebih banyak kesempatan (dalam harta) untuk beramal dibandingkan orang-orang kere yang ada di sekeliling kita. Cukup. Cukup sampai sebatas itu saja. Tapi kalo anda miskin seperti saya ini, ya harap tau dirilah. Jangan sampai kita dengar perkataan orang mengenai diri kita, “Hla ini? Sudah miskin, sombong lagi. T-e-r-l-a-l-u”. Dan, jangan pernah, berkeinginan pun jangan, punya prinsip ‘biar miskin asal sombong’. Kalo anda nekad, berarti anda, T-E-R-L-A-L-U.