Semenjak pindah rumah, lama saya tidak klinong-klinong jajah deso milangkori, alias jalan-jalan, lagi. Baru 25 Januari dan 22 Februari kemarin, dua-duanya hari Minggu, saya sempatkan gentayangan jalan kaki mengitari Bogor mencari yang tidak pasti.
Yah, seperti inilah pekerjaan yang kadang-kadang saya lakukan, pengen sehat dengan cara murah. Meskipun kenyataannya tetap ada fulus yang dikeluarkan. Bukan untuk membiayai acara jalan-jalannya, tetapi mengisi perut yang minta diisi karena kelaparan setelah jalan berjam-jam.
Saya biasanya berangkat pagi sebelum matahari terbit, kira-kira persis setelah sholat subuh. Sejak lama setiap akan jalan saya selalu merencanakan waktu pemberangkatan seperti itu. Anda tahulah, dengan berangkat setelah sholat subuh, kan waktu ademnya lebih lama dan jalanan belum begitu rame. Tapi ya itu masalahnya, ada saja untuk jadi terlambat, sehingga berangkat habis sholat subuh itu ya rencana tinggal rencana. Belum pernah kesampaian. Seperti dua waktu jalan-jalan kemarin yang meskipun tidak habis sholat subuh, tetap saja molor dari yang direncanakan.
Jalan-jalan 25 Januari saya lakukan sekalian untuk survei. Targetnya adalah danau yang ada di perumahan mewah, orang di sekitar tempat saya tinggal menyembutnya, Bogor Leksit. Apabila oke, rencananya nanti saya mau mengadakan jalan pagi massal. Sayangnya rute menuju ke tempat itu saya anggap terlalu riskan. Jadi terpaksa saya putuskan kalaupun tetap akan ke danau itu harus mencari jalur alternatif.
Rute yang dipilih pada waktu itu memang berbahaya. Memang bisa lewat pinggir jalan yang berumput, tetapi dengan jumlah peserta yang banyak dengan menyusuri tepian jalan tol, siapa yang bisa menjamin mereka akan patuh untuk tidak lewat di jalan aspal meskipun di pinggir? Bisa-bisa disamber mobil yang sopirnya semalem habis mabok-mabokan. Daripada cari penyakit mendingan saya batalkan saja melalui rute yang penuh penyakit itu.
Di danaunya sendiri sebenarnya lumayan juga untuk bersantai. Setidaknya bisa memandangi air danau yang coklat, tidak biru seperti yang ada di foto iklan perumahan itu. Setelah mengelilingi danau itu sekali, saya kemudian ke taman bermainnya. Di situ saya menemukan tanaman yang baru pertama kali saya lihat meskipun buahnya sudah berkali-kali saya makan, buah naga. Wow…
Siapa sangka ternyata buah naga pohonnya seperti kaktus. Atau memang termasuk keluarga kaktus? Saat teman saya mengatakan itu pohon buah naga, saya tidak percaya. Saya bilang, “Ini sih pohon kaktus.” Sudah nggak tahu, ngeyel lagi. Pohon itu memang banyak keluar bunga yang menjadi bakal buah, tapi bentuknya belum mirip buah naga. Ketika ada satu yang dibungkus plastik hitam dan pembungkusnya kemudian dibuka, baru saya percaya kalau itu buah naga. Satu lagi tanaman baru saya kenal. Selain buah naga, di taman itu juga ada segerombolan angsa cantik yang salah satunya dengan takut-takut mendekati saya.
22 Februari saya jalan pagi lagi. Kali ini rutenya ke arah kota Bogor. Saya sendiri tinggal di desa, masuk wilayah Kabupaten Bogor. Kesempatan ini saya gunakan untuk mencoba sebuah jalur yang menuju ke Bogor Leksit juga tetapi tidak menyusuri jalan tol. Saya pernah melalui jalur ini menggunakan motor beberapa waktu yang lalu. Karena sudah tidak ingat lagi jalurnya, ya terpaksa asal jalan saja. Nggak heran ketika ada pertigaan saya salah belok. Setelah berjalan lumayan jauh baru tahu kalau kesasar karena jalan itu tidak bisa dilewati motor. Padahal sebelumnya saya naik motor, berarti bukan jalan itu yang waktu itu saya lewati. Saya kembali lagi ke pertigaan dan mengambil belokan satunya. Dan memang benar jalur itu yang menuju ke Bogor Leksit melalui bawah jalan tol.
Begitu sampai di perumahan yang memiliki logo angsa itu, saya tidak menuju danau. Kunjungan ke danau yang pernah dilakukan sekali pada 25 Januari sudah cukup. Saya kemudian ke arah perumahan mewah pertama di Bogor, Villa Duta. Keluar dari perumahan itu lalu belok ke kanan melewati BMC, sebuah rumah sakit yang termasuk baru di Bogor.
Kaki mulai terasa kemut-kemut. Ada yang tidak beres pada jari-jari kaki. Bekas lecet saat jalan 25 Januari nampaknya akan jadi lagi. Tidak apa-apa. Seperti itulah resiko jalan kaki, apalagi bila lama tidak melakukan olah raga itu. Meski jari kaki terasa akan lecet, perjalanan diteruskan menuju Universitas Pakuan. Ada target yang akan saya datangi di depan perguruan tinggi tertua di Bogor itu, yaitu sebuah warung pinggir jalan penjual ketupat sayur Pariaman. Rasanya nikmat sekali setelah jalan hampir dua jam kemudian menyantap sepiring ketupat sayur ala Padang. Ada telornya lagi.
Warung ketupat itu merupakan akhir dari jalan-jalan. Dari tempat itu selanjutnya menuju perempatan Jalan Azhimar III. Tiba di perempatan kemudian belok kanan mengikuti arah angkot 05 trayek Ramayana-Cimahpar.
Sampai di rumah, bukan hanya kaki yang cape, badanpun ikut-ikutan. Hari itu saya sudah berjalan sekitar tiga jam. Cukuplah untuk memperoleh nilai aerobiknya. Yang perlu dilakukan selanjutnya tinggal menikmati jari kaki yang empot-empotan karena di beberapa tempat terbentuk gelembung berisi cairan. Bagaimanapun kondisinya, saya puas hari itu.