Anda boleh percaya boleh juga murka dengan judul tulisan ini. Betul, hutang itu mulia. Bahwa selama ini orang menghindari hutang, itu disebabkan mereka tidak menyadari bahwa berhutang itu merupakan sebuah perbuatan mulia. Percaya dengan omongan saya ini?
Hahaha… anda bebas mencemooh bila mau. Mulia dari Hongkong? Itukah respon yang anda berikan? Saya maklum bila memang itu yang anda lakukan. Mulia tidaknya dalam berhutang tentu saja bisa menjadi bahan perdebatan. Apalagi bila anda termasuk orang yang anti hutang, pasti kita akan ramai saling adu argumen. Bagaimana? Mau dilanjut? Saya lanjutkan sekarang.
Perlu anda ketahui, dengan menulis artikel ini bukan berarti saya suka berhutang. Sebaliknya juga, saya juga bukan tipe orang yang anti hutang. Bagi saya, tidak memiliki hutang memang menyenangkan. Tidak pusing-pusing memikirkan angsuran setiap bulannya. Tidak repot-repot sampai perot menyediakan dana agar bisa mencicil. Namun demikian, bila terpaksa harus berhutang, itu juga bukan menjadi masalah bagi saya. Selama kita mampu membayar hutang tersebut meskipun mengangsur, keputusan berhutang tidak ada salahnya diambil.
Berhutang atau tidak tentu saja sebuah pilihan. Namun kadang-kadang, karena sebuah kondisi, kita harus berhutang. Bila situasi seperti itu anda hadapi, tetapkah anda tidak mau berhutang? Menjual barang yang dimiliki mungkin bisa menjadi solusi untuk tidak berhutang. Selama barang yang akan dijual ada, ya go ahead lah. Tapi bila nggak ada? Mau ngerampok? Amit-amit dah!
Bicara tentang hutang, saya pernah punya tetangga yang berprinsip hidup itu harus berhutang. Alasannya sederhana. Jika kita memiliki hutang maka kita akan hidup. Maksudnya begini, dengan hutang yang dimiliki itu mau nggak mau kita jadi dipaksa untuk bergerak (bekerja) agar bisa mengembalikan hutang yang kita pinjam itu. Dengan demikian kita benar-benar merasakan menjalani kehidupan ini. Bukan diam seperti orang mati. Dari cara berpikir tentang hutang versi tetangga saya itu, saya bisa simpulkan jika ingin hidup berhutanglah. Ingin hidup? Berhutanglah.
Bagi pengusaha, meskipun tidak semua pengusaha tapi saya yakin sebagian besar, berhutang adalah wajib hukumnya bila ingin membesarkan bisnis. Dengan hutang yang dimiliki, akselerasi bisnis bisa dipercepat. Pengusaha yang ingin usahanya cepat berkembang pasti tidak sabar jika hanya menunggu keuntungan dari usaha yang sudah berjalan untuk digunakan sebagai modal. Mereka pasti akan datang ke bank untuk mengajukan kredit. Bagi mereka, berhutang ke bank bukan hal yang tabu, tapi justru wajib. Dan banklah pihak yang tepat untuk didatangi bila kita membutuhkan pinjaman. Di sanalah tempatnya uang dan uang di bank tidak akan pernah habis. Juga, banyak pilihan bank yang bisa didatangi.
Dari hutang di bank inilah istilah hutang itu mulia muncul. Saya ingin tanya anda, mulia mana tangan di atas (memberi) dengan tangan di bawah (menerima)? Jika anda menabung di bank, apa yang anda harapkan setiap bulannya dari bank? Pasti bunga tabungan. Dengan demikian, tangan anda di bawah karena anda menerima bunga tabungan anda. Apa yang bisa dinikmati para karyawan bank dari tabungan anda? Tidak ada. Sebaliknya, ketika anda memiliki hutang di bank tersebut, yang anda lakukan setiap bulan adalah membayar hutang plus bunganya. Tangan anda di atas atau di bawah? Pasti! Tangan anda di atas karena memberi. Dari bunga kredit yang anda bayarkan itulah bank hidup dan dari situ pula para karyawan dapat gajian. Apa artinya? Artinya adalah dengan berhutang di bank berarti anda telah berkontribusi menghidupi para karyawan bank melalui bunga pinjaman yang anda bayarkan. Menikmati manfaatkah para pekerja bank itu dari hutang anda? Jelas coy!
Barangkali anda menganggap saya bercanda dengan istilah hutang itu mulia. Jika anda tetap berpikir bahwa bank dan para karyawannya bisa hidup bukan dari bunga kredit semata, ya silakan saja. Bisa jadi ada benarnya, apalagi bila anda seorang banker. Anda pasti lebih tahu.
Hanya satu jenis hutang yang tidak berbunga tetapi sangat berat untuk dilunasi, atau malah tidak mungkin bisa dibayar. Hutang yang satu ini sebaiknya kalau bisa dihindari. Anda bisa membayar hutang budi? Tidak mudah untuk membayar hutang budi. Masak hutang budi dibayar body? Jangan ah.
Sumber gambar: di sini
bad debt is a slavery…hutang yang buruk adalah sebuah perbudakan
riba is always bad debt…kita cari keberkahan adalah utama
@imam hipermedia: rupanya anda terlalu serius membaca dan memaknai “berhutang itu mulia” 😉 tapi saya harus mengucapkan terima kasih atas kunjungan dan komentarnya dan saya juga telah berkunjung ke blog anda hanya saja sayangnya setingan komentar blog anda tidak mengijinkan anonymous/URL sehingga saya tidak bisa mengomentari kembali tulisan anda yang menarik itu.
“berhutang itu mulia”
hmm…degradasi moral paling efektif untuk memaksimalkan RIBA.
silakan saja,
lakum diinukum waliyadiin itu kepercayaan masing masing koq
@MT: apalagi yg asem ;-(
gak masalah kelibet hutang… yang masalah itu jika kelibet kutang 😀
@PeGe: ya sekalian yg besar kalau perlu suruh ngga usah ngembaliin 😉
@unggulcenter: padahal yang ngutangin cowok tuh 😆
@Miftahgeek: khas mahasiswa 😉
Mungkin saya termasuk golongan yang Anti-Hutang. Meskipun duit udah kepepet, tetep aja keukeuh memaksimalkan dana sendiri, ato nebeng makan ama temen :p
wah jangan atuh pak utang budi dibayar body hahahaha.. sodorin aja si budi buat gantiin utang
hahaha jadi kalo ngasih utang ke orang trus yang sekalian nominalnya besar, dikembaliinnya nyicil, secara harfiah tangan kita lebih banyak di bawah nerima cicilan ya Pak? hmmm 😕