Apa makna 1 Juli buat anda? Mungkin itu hari kelahiran anda. Atau ada kejadian istimewa lain yang begitu bermakna dalam hidup anda. Anda yang polisi, barangkali hari ini jadi spesial karena merupakan Hari Bhayangkara. Buat saya, hari ini tidak berarti apa-apa. Hanya saja, hingga hari ini saya merasa hidup di negeri yang ’katanya’ kaya raya ini menjadi semakin sulit. Bila kemudian perasaan itu saya tulis di awal Juli ini, itu hanya kebetulan saja. Namun yang pasti, peristiwa-peristiwa yang terjadi semakin membuat saya bertanya-tanya, masihkah orang-orang kecil lagi miskin bisa memiliki harapan untuk hidup normal di negeri ini? Sori bila kali ini saya menulis tentang pesimisme dan hal-hal yang berbau ketidak-antusiasan menghadapi hidup di negeri yang, sekali lagi, ’katanya,’ berlandaskan Pancasila.
Tadi pagi saya dengar berita di tv saat saya sedang sarapan, hari ini elpiji yang 12 kg harganya naik. Harga lama Rp 51.000 yang nyatanya saya harus bayar Rp 58.000 saat membeli, naik menjadi Rp 63.000 yang bisa jadi saya harus mengeluarkan Rp 70.000 untuk elpiji dengan harga baru itu. So what? Itulah respon yang saya berikan secara otomatis. Kedengaran sinis respon saya itu ya? Bukan karena saya orang kaya, bukan pula karena kenaikan itu tidak ada efeknya terhadap saya, tetapi karena saya sudah tidak berdaya dan semakin tidak mengerti dengan jalannya pemerintah di negeri gemah ripah ini.
Sungguh tidak terbayangkan lagi bila manusia yang sudah tidak memiliki harta benda, nantinya, harapan yang bisa diandalkan pun juga tidak punya. Barangkali kita ini akan mirip zombie atau mayat hidup yang berjalan-jalan di muka bumi.
Saya punya kisah inspiratif buat anda, tentang sebuah harapan. Kisah yang saya ceritakan buat anda ini saya ambil dari My Sister’s Keeper karya Jodi Picoult. Coba anda simak dan barangkali ada sesuatu yang bisa anda ambil hikmahnya.
Dalam mitologi Yunani, ada kisah tentang harapan. Diceritakan, suatu ketika Zeus memberikan tugas kepada Epimetheus dan Prometheus untuk menciptakan kehidupan di bumi. Epimetheus menciptakan binatang dengan dilengkapi kecepatan, kekuatan, bulu, dan sayap. Ketika giliran Prometheus menciptakan manusia, semua kualitas terbaik sudah diberikan dan tak ada lagi yang tersisa. Akhirnya dia bersedia menerima dengan memberikan manusia kemampuan bisa berjalan tegak, dan dia memberikan api kepada manusia.
Zeus marah besar, dan merenggutnya kembali. Prometheus melihat ciptaannya menggigil kedinginan dan tidak bisa memasak. Sebuah obor dia nyalakan menggunakan matahari dan diberikan kepada manusia. Hal ini membuat Zeus marah. Prometheus kemudian dihukum dengan dirantai di batu, dan elang memakan hatinya. Untuk menghukum manusia, Zeus menciptakan wanita pertama, Pandora, dan memberikan hadiah padanya, kotak yang terlarang untuk dibuka.
Rasa ingin tahu Pandora sudah tidak bisa tertahan lagi sehingga akhirnya dibukalah kotak itu. Dari dalam kotak keluar wabah penyakit, penderitaan, dan kejahatan. Dia berhasil menutup kotak itu sebelum harapan ikut menghilang. Itu satu-satunya senjata yang tersisa untuk melawan yang lain.
Itulah sepenggal cerita yang mengajarkan kepada kita betapa berharganya sebuah harapan. Begitu bernilainya harapan sehingga dalam kehidupan nyata, bahkan harapan bisa lebih mujarab dibandingkan obat dokter yang mahal. Harapan juga dapat membuat manusia yang sudah sekarat kembali bersemangat dalam hidupnya. Sekalipun dokter sudah memvonis hidupnya tidak lama lagi. Banyak contoh kejadian tentang hal itu.
Balik lagi ke negeri tercinta ini, bagaimana rakyatnya bisa memiliki harapan terhadap pemerintahnya bila yang disodorkan di depan mata adalah kengerian-kengerian yang menggiriskan. Memang kita diajarkan untuk tidak putus harapan. Katanya, putus cinta biasa putus asa jangan. Benarkah? Bagaimana kita tidak begitu putus asa dan dapat hidup tenang bila yang terjadi adalah harga bbm naik, elpiji naik, listrik byar-pet lagi mahal, minyak tanah langka, pendidikan mahal, kesehatan mahal, korupsi merajalela sampai-sampai DPR yang terhormat ternyata juga isinya orang-orang korup. Oh negeriku.
Tentang anggota dewan yang korupsi, sungguh benar-benar menyakitkan hati rakyat. Jika mereka mengaku sebagai wakil rakyat dan melakukan korupsi, itu artinya rakyat yang diwakilinya juga korupsi. Relakah anda dianggap sebagai koruptor? Terus terang saja saya pribadi kok tidak percaya dan tidak merasa bahwa mereka mewakili saya (rakyat). Saya tidak pernah mengangkat atau menunjuk mereka sebagai wakil saya. Bila memungkinkan, sudah pasti saya tidak akan menunjuk para koruptor untuk duduk di kursi milik rakyat.
Anda yang punya keahlian untuk mengubah sistem dan mekanisme memilih calon wakil rakyat sehingga mereka yang diangkat benar-benar orang pilihan, bersih dari korupsi, membagakan bangsa dan pantas dibanggakan rakyat yang diwakilinya, dan bisa dipercaya. Bagaimana coba caranya agar tokoh ideal itu bisa benar-benar ada?
Bila kita terus memikirkan situasi yang terjadi hingga saat ini di negeri ini, barangkali bisa benar terjadi yang namanya harapan betul-betul menghilang. Jika harapan saja sudah tidak ada lagi lalu apa lagi yang akan dituju atau dinanti-nanti. Karena harapan, kita rela menunggu berjam-jam, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Harapan pula yang membuat orang mau mengarungi samudera luas dan menjelajah hutan belantara.
Karena harapan pula, saya akhirnya memutuskan pindah rumah yang sebelumnya sudah saya tempati lebih dari 12 tahun. Saya dan keluarga mau meninggalkan kenyamanan hidup dengan tetangga dan lingkungan yang sudah begitu saya kenal baik. Rutinitas yang sudah menjadi bagian dari kehidupan saya selama ini juga saya tinggalkan gara-gara harapan.
Bagi saya harapan itu seperti madu yang manis rasanya. Namun dari manisnya madu, ada resiko yang harus saya lewati agar bisa mendapatkan cairan kuning mengkilat itu. Sengatan lebah yang menyakitkan harus saya hadapi dan bisa jadi saya rasakan bila saya ingin menikmati madunya. Itulah dua sisi sebuah harapan, risk and reward. Bila kita ingin dapat reward maka harus berani menghadapi risk-nya. Katanya, risk and reward travel side by side. Anda boleh percaya boleh pula mengabaikannya.
Bila anda saat ini merasa tidak punya harapan, hati-hati, itu bisa merupakan lampu kuning buat anda. Kemungkinan yang bisa terjadi anda akan merasa sudah tidak ada gunanya untuk hidup di muka bumi ini. Jika itu yang anda rasakan, anda pasti tahu ujung-ujungnya nanti apa yang akan terjadi. Makanya ciptakan sebuah harapan. Kemudian, jadikan harapan anda itu sebagai mercusuar kehidupan. Dengan demikian, anda tahu kemana anda menuju.
Saya sering menonton film yang di situ ada kejadian saat terlihat bintang jatuh, kemudian ada yang mengatakan, ”Make your wish, make your wish.” Ada di dalam film memang, tapi, saya pikir hal itu benar adanya. Artinya bukan karena bintang jatuh itu kita kemudian menyebutkan harapan kita dan dijamin nanti pasti terwujud, tetapi dalam hidup ini kita harus membuat dan memiliki harapan. Kata iklan, biar hidup ini lebih hidup. Dan lagi, jika kita punya harapan, kan kita jadi seperti orang yang punya bisul. Kita jadi nungguin, kapan ya bisul itu akan pecah. Kok padanannya bisul gitu, jadi jijay ya? Tapi emang benar lho, jika anda punya bisul, sadar atau tidak, anda pasti menunggu kapan bisul itu pecah. Bila sudah terjadi, legaaa…deh rasanya.