Anda tentu pernah dengar pepatah seperti judul di atas. Dan saya yakin anda juga tahu artinya. Betul, kali ini saya akan cerita tentang tong kosong, tetapi bukan tong kosong yang memiliki arti kiasan itu. Tong kosong yang ini begitu berarti dan berkesan sekali buat saya. Pengen tahu kelanjutannya? Baca saja terus.
Kemarin (Rabu, 30/7/08) saya melakukan jajah deso milangkori. Sebagai orang Jawa, saya tahu artinya jajah deso, tetapi jangan tanya saya arti dari kata lanjutannya itu. Sumpah, saya tidak ngerti apa itu artinya milangkori. Saya hanya pernah membaca atau mendengar kata itu disebut-sebut. Untuk artinya sendiri, sampai sekarang saya tidak mengerti. Barangkali anda yang orang Jawa tulen, tidak gadungan seperti saya ini, tahu persis apa makna sebenarnya dari milangkori. Mohon anda bantu saya menjelaskan kepada pembaca saya akan arti kata itu. Terima kasih.
Tentu buang-buang waktu saja bila kita terus berkutat pada sebuah kata yang tidak begitu penting itu. So what gitu lho. Saya akan lanjutkan saja dan tidak usah dipedulikan si milangkori itu. Meskipun saya tidak mengerti arti dia itu, secara keseluruhan saya bisa menebak bahwa ungkapan itu adalah mengenai jalan-jalan keluar masuk desa, entah hanya sekedar mencuci mata dan menyegarkan paru-paru atau memang ada tujuan yang lebih penting. Dan itulah yang saya lakukan kemarin, jalan-jalan keluar masuk desa-desa yang ada di wilayah Bogor Barat.
Sebenarnya hari itu libur. Di kalender, tanggal itu berwarna merah, hari peringatan Isra’ Mi’raj. Kantor pun libur semua, termasuk kantor saya. Tapi karena pada hari itulah saya punya waktu banyak untuk melakukan jajah deso milangkori, akhirnya saya manfaatkan hari itu untuk keluar masuk desa yang merupakan tugas kantor.
Seperti tahun kemarin, saya mendapat tugas dari kantor untuk mensurvei calon-calon mahasiswa angkatan 12 yang akan kuliah di BEC. Karena tidak ada biaya kuliah yang harus dibayarkan alias gratis, maka salah satu tahap dalam proses penerimaannya adalah dengan dilakukan survei ke rumah-rumah mereka yang lolos dari tes tertulis untuk memastikan apakah mereka memang benar-benar berhak masuk ke BEC. Sama juga dengan tahun kemarin, saya mendapat jatah mensurvei calon mahasiswa yang berada di wilayah Bogor Barat.
Kali ini berbeda dengan tahun kemarin, saya survei menggunakan motor. Tidak lagi naik angkot dan ojeg. Lebih cepat dan hemat memang, namun gara-gara membawa motor sendiri itulah saya jadi ketemu dengan tong kosong berbunyi nyaring. Anda akan mengerti yang saya maksudkan itu nanti.
Tentu saja bukan para calon mahasiswa yang saya maksud dengan tong kosong. Sudah pasti mereka yang saya survei itu orang-orang pintar. Berlawanan dengan makna kiasan tong kosong yang berarti o-on. Mereka semua kan lulus dari tes tertulis yang tingkat kesulitannya oleh sebagian orang dikatakan tidak masuk akal. Itu berarti sudah bisa menjadi bukti bahwa mereka bukan tong kosong. Bila mereka ternyata orang yang banyak omong, maka pepatah itu akan berubah menjadi biar nyaring tapi tong itu tidak kosong. Maksain ya?
Perjalanan saya mulai dari tempat yang paling jauh. Dari data para calon, saya lihat Cigudeg yang berada sebelum Jasinga lah tempat yang paling ujung. Dari situ saya kemudian mendatangi desa-desa yang kembali mengarah ke Bogor. Setelah dari Desa Cigudeg (Kecamatan Cigudeg), saya menuju Cibunian (Pamijahan), Ciasihan (Pamijahan), Leuwiliang (Leuwiliang), Cemplang (Cibungbulang), Ciaruteun Udik (Cibungbulang), Cibatok (Cibungbulang), berakhir di Cibadak (Ciampea). Sebelum ke desa-desa ini, minggu sebelumnya saya mencicil mengunjungi tiga tempat yang ada di Desa Cinangneng dan Desa Cibitung Tengah yang kedua desa itu masuk Kecamatan Tenjolaya.
Nggak tahu sikap anda bila mendapat tugas seperti itu, namun bagi saya, kegiatan itu judulnya bukan pekerjaan, tetapi melancong alias jalan-jalan bin refreshing. Isinya seneng-seneng meskipun peristiwa yang terjadi di dalamnya sebagian ada yang nyebelin dan njengkelin, bila kita menganggapnya seperti itu tentu saja. Peristiwa yang nyebelin yang njengkelin, mungkin bila anda melihatnya seperti itu, buat saya merupakan pengalaman yang lucu dan tidak terlupakan.
Pernah ketika berada di Desa Cigudeg, saya dijadikan bola pingpong. Saya bolak-balik ke arah yang sama karena bertanya kepada orang-orang yang rupanya tidak begitu paham dengan alamat yang saya berikan. Jika mereka salah memberikan informasi, sebenarnya tidak sepenuhnya salah mereka. Sayalah yang salah karena begitu malasnya melihat peta arah yang sudah digambarkan dengan jelas oleh calon mahasiswa yang akan saya kunjungi. Akibatnya, yang seperti itulah, bolak-balik seperti ingus eh setrikaan.
Yang lebih mengesankan lagi peristiwa yang saya alami sebelumnya. Saat perjalanan menuju Desa Cigudeg. Di situlah saya benar-benar ketemu dengan tong kosong berbunyi nyaring. Bukan hanya sekedar ketemu malah, tapi saya cium. Bukan dicium dalam artian yang sebenarnya tentu saja. Jangan ngeres dulu ah.
Saat menuju ke Desa Cigudeg itu, kira-kira setelah melewati perkebunan kelapa sawit, di depan saya ada truk yang mengangkut kandang ayam potong. Tidak ada ayamnya memang, tapi baunya ampun deh, menguar masuk ke dalam helm saya. Padahal saat itu saya memakai helm penuh, masih saja bau seharum jamban itu masuk. Dan justru karena helm saya menutup seluruh kepala, akibatnya makin parah. Bau busuk kandang dari ayam yang tidak pernah mandi (eh, ayam pernah mandi ngggak sih?) tidak bisa keluar lagi begitu masuk ke helm saya. Bau busuk itu terperangkap. Akibatnya, saya terpaksa menghabiskan udara busuk itu dengan menghirupnya. Sendirian lagi. Coba dengan anda, ya, tentu saya tidak begitu tersiksa.
Tentu saja saya tidak mau lama-lama dikerjain truk sialan itu. Oleh sebab itu, setelah melewati orang-orang yang berada di tengah jalan meminta sumbangan entah untuk pembangunan masjid atau kantongnya sendiri dengan cara menahan laju kendaraan menggunakan tong yang ditaruh di tengah jalan juga, saya tarik gas motor saya bermaksud menyalip truk itu. ALAMAK!! Tepat di depan saya, ada tong bekas yang berdiri dengan gagahnya. Motor saya terlanjur berlari kencang.
Saya tidak berani banting ke kiri karena pantat truk masih ada di samping saya. Rem sempat saya injak dan motor saya banting ke kiri setelah truk sudah lewat. Dan… BRANGGG… bagian belakang motor saya menghantam tong. Motor sempat oleng, tetapi saya masih bisa menjaga keseimbangannya. Saya tidak menyangka ternyata masih ada satu tong lagi yang ada di tengah jalan. Padahal, jarak tong itu dengan orang yang minta sumbangan di tengah jalan lumayan jauh lho. Bunyi tong yang kesenggol pantat motor saya benar-benar nyaring bunyinya karena kosong. Bila ada isinya, bunyinya pasti ”NGEKKK.” Kalau yang itu bukan bunyi tong, tapi bunyi perut saya yang menghantam tong.
Memang benar kalau ada yang bilang, tong kosong berbunyi nyaring. Saya sudah membuktikannya sendiri. Jika perut kosong, berbunyi nyaring juga nggak?
Sumber gambar: di sini
@abi: coba tanya yang punya tu nama
hmm.. boleh kterangan lbih lanjut pak.. cigudeg, cibatog, cemplang itu nama makanan, nama tempat ato nama minuman y pak? heheh..
@Listiya: jadi fresh dong sekarang
Pak lucu bgt critanya….
mpe ngakak ketawa…..
lmyan bsa menghilangkan stress karena pekerjaan
kebetulan bcanya sore mw plang kerja……
@dita: wah pada Dit nek ngono 😉
milang : menghitung
‘kori’ nah kolu nggih mboten ngertos Pak 🙂
@meru: sami mas/mbak… aku pindah ke sini 😉 maturnuwun
iki postingan aqu weruh ng kampungantenan.blogspot.com
iki sing duwe sami ora…?
[…] Catatan: Cerita lain tentang petualangan saya menjadi anggota tim sar bisa dibaca dalam tulisan berjudul Tong Kosong Berbunyi Nyaring. […]