Mohon maaf saja bila anda menjadi kecewa setiap kali datang tidak menemukan tulisan baru belakangan ini. Â Agar kecewa anda tidak berkepanjangan, saya akan coba mengisahkan sebuah drama kehidupan sehari-hari yang terjadi di sekitar tempat tinggal saya. Meskipun kisah sehari-hari, cerita ini menarik untuk dicermati. Dan, mudah-mudahan ada hikmah yang bisa anda dapat. Di kala cerita ini sudah selesai dibaca, saya berharap anda jadi semakin mencintai tetangga anda.
Tulisan yang saya buat sebelum ini berkisah tentang aksi pembunuhan saya terhadap tetangga. Ya, saya sendiri yang melakukan. Jika anda belum membaca tulisan itu dan agar tidak menimbulkan fitnah, silakan baca dulu Membunuh Demi Kebaikan. Setelah selesai silakan balik lagi ke sini.
Kali ini, saya masih menyoal tentang tetangga. Tetangga ini tidak jauh beda dengan yang saya bunuh itu. Bukan, dia bukan tikus. Tapi tetangga yang satu ini kelakuannya juga menyebalkan seperti tikus yang saya habisi nyawanya. Dia betul-betul merepotkan dan suka membuat kotor rumah. Bedanya, kalau tikus membikin kotor di dalam rumah, dia membuat kotor di luar rumah tapi saya yakin dia pasti juga akan mengotori rumah bagian dalam jika ada kesempatan. Bedanya lagi, saya tidak mungkin membunuh mereka begitu saja. Jika saya nekat, tetangga yang lain pasti ribut dan saya bisa berurusan dengan polisi. Saya tidak mau hal itu sampai terjadi. Selain itu tetangga yang satu ini datangnya sering bergerombol. Mereka cenderung mengintimidasi. Namun saya tahu pasti ancaman mereka lebih sebagai gertak sambal. Kalau saya benar-benar melawan mereka, saya jamin mereka pasti akan kabur semua.
Datang bergerombolnya mereka selain dalam rangka mengotori sekeliling rumah juga untuk urusan lain yaitu minta makan. Anda mungkin berpikiran atau menganggap mereka tidak tahu malu. Sudah bikin kotor, minta makan lagi. Tapi saya maklum dengan kelakuan mereka. Mereka bertingkah seperti itu karena tidak tahu etika dan tidak memiliki sopan santun hidup bertetangga. Dari segi pendidikan, mereka tidak pernah mengenyam pendidikan bahkan untuk level yang paling dasar sekalipun, PAUD (pendidikan anak usia dini) misalnya. Bagaimana anak akan disekolahkan jika orangtuanya tidak sadar pendidikan? Saya tahu pasti kalau orangtua mereka tidak pernah sekolah. Dengan demikian, tidak ada pikiran untuk bersikap sopan dan santun dengan tetangga. Kehidupan yang mereka jalani hanya didasarkan norma yang berlaku di hutan belantara alias hukum rimba atau siapa yang kuat dia yang menang. Bagaimana anda bersikap bila memiliki tetangga semacam itu? Segera keluar dari kampung itu? Atau mencoba untuk tetap bertahan dan terus berusaha mencari jalan terbaik?
Bagi saya, kelakuan mereka seperti itu bukan masalah besar. Saya bersikap santai saja menghadapi mereka. Bahkan saya menganggap mereka sebagai guru saya dalam hal belajar kesabaran dan belajar bersyukur. Bila mereka membuat rumah jadi kotor, ya tinggal dibersihin. Jika mereka memalak makanan, ya tinggal saya kasih. Toh tidak ada ruginya untuk berbagi. Saya yakin di dalam memberi ada kekuatan di sana, the power of giving. Beras jatah yang saya terima dari tempat kerja selain untuk anak istri juga saya bagikan ke mereka. Bukannya saya takut mereka tetapi ya itu tadi, saya percaya dengan yang namanya the power of giving.
Saya tidak sakit hati diperlakukan seperti itu oleh tetangga saya. Rasa jengkel memang ada kalanya muncul tetapi segera saya singkirkan. Tidak ada gunanya marah dan jengkel terhadap mereka. Seperti yang saya sebutkan di atas, tanpa pernah diajari sopan-santun oleh orang tuanya yang juga tidak memiliki norma itu, tanpa pernah sekolah sebagaimana orangtuanya, bagaimana mereka mengerti arti kesopanan? Saya bahkan pernah membuat sebuah tulisan yang saya peruntukkan bagi para tetangga saya ini. Silakan klik di sini bila anda ingin tahu siapa mereka.
Sebagai penutup tulisan ini dan sekaligus pesan moral dari saya, jika anda memiliki tetangga berbaik-baiklah dengan mereka. Berbagilah dengan mereka. Mungkin tidak gampang menghadapi tetangga yang berperilaku seperti para tetangga saya. Namun percayalah, selama anda tetap bersabar dan melihatnya dari sisi yang positif, macam apapun tetangga yang kita miliki tidak akan mengusik kenyamanan hidup kita. Meskipun mereka datang merecoki dan memalak, semua tetap ada hikmahnya.
Sumber gambar: di sini
@aming: saya juga setuju 😉
setuju gan, musuh jangan dicari ketemu mush jangan lari…
nice post
@ovan: identitas tetangga saya tsb ada di tautan ‘di sini’ kalimat terakhir dalam paragraf kedua dari bawah mas 😉
tetangga yang ini beneran manusia, Pak? 🙂