GR kependekan dari gede rasa. Istilah ini mengacu pada sikap dan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Kapan tepatnya istilah ini muncul dan digunakan, saya kurang tahu. Yang pasti, istilah ini saya gunakan sekarang. Saya pakai untuk para pembaca yang GR ketika membaca sebuah tulisan.
ANTARA PERASAAN DAN ILUSI
GR, alias gede rasa, adalah fenomena sosial yang sebetulnya tidak diundang, tapi datangnya suka tiba-tiba, seperti mantan yang mendadak ingin silaturahmi pas kita baru gajian. Istilah ini memang tidak tercatat dalam KBBI, tapi eksistensinya lebih nyata daripada janji-janji politisi pas kampanye. Yang bikin istilah ini lebih unik adalah karena sifatnya yang cair. Bisa muncul di mana saja, pada siapa saja, dan sering kali tanpa gejala awal. Cocok disebut silent killer versi perasaan.
Saya menyadari bahwa beberapa pembaca tulisan saya punya bakat adikodrati atau supranatural. Mereka merasa ditulis, dibicarakan, bahkan disindir, padahal tidak disebut namanya sama sekali. Hebat, kan? Atau ini bisa dibilang ilusi?
Ada banyak keajaiban di dunia ini. Salah satunya adalah manusia yang merasa disindir padahal tidak disebut. Namanya GR alias gede rasa. Bukan gede otot, bukan gede penghasilan, apalagi gede kontribusi, tapi gede rasa. Rasanya doang yang gede, kenyataannya biasa saja.
GR ini bisa muncul di mana saja. Di kantor, di grup WhatsApp alumni, di kolom komentar, bahkan di dada orang yang belum move on. Dan yang paling bahaya, GR ini sering kambuh pas lagi lihat-lihat medsos sambil lapar atau pasca mantan mengunggah foto pranikah.
Saya pribadi tidak tahu kapan istilah GR pertama kali dipakai. Tapi saya tahu pasti sekarang GR sudah bukan cuma fenomena, tapi budaya. Ia berkembang biak di tengah banjir sinyal WiFi dan kekeringan validasi.
Maka dari itu, izinkan saya memperkenalkan spesies-spesies GR yang biasa berkeliaran di sekitar kita, atau bahkan bisa jadi di dalam diri kita sendiri.
SPESIES GR
1. GR Komentar Nyindir
Contohnya saya nulis status, “Orang yang kalau minjam duit cepet, tapi balikin cuma janji. Gengsi bayar, tapi rajin story kopi mahal.” Eh, langsung ada yang DM: “Ini maksudnya aku ya?”Mas/Mbak, saya bahkan nggak tahu Anda masih follow saya. Tapi ya begitulah GR. Rasanya kayak terima surat cinta dari semesta, padahal cuma selebaran promo jasa sedot WC.
2. GR Sayang
Ini yang sering kejadian di hubungan tanpa status. Baru ngobrol seminggu, baru nge-like story dua kali, sudah bikin caption: “Ternyata aku cuma jembatan, tempatmu lewat sebelum nyebrang ke yang lain.”
Duh. Jembatan dari mana? Situ baru jadi trotoar pinggiran juga belum. GR Sayang ini ibarat beli permen, lalu berharap dapat sertifikat tunangan.
3. GR Profesional
Bos bilang, “Jangan ada yang telat lagi.” Langsung ada yang manyun. Padahal bisa jadi omongan itu sifatnya umum, bukan buat dia. Tapi karena minggu lalu dia sempat datang jam 10 dan live TikTok di pantri, hatinya refleks berkedut.Ini tipe GR yang hobinya mikir segala hal sambil buka email HRD. Padahal kadang bos ngomong gitu karena nonton video motivasi semalam, bukan karena ngeh dia telat.
4. GR Alumni
Jenis ini baru muncul saat reuni. Datang pakai baju ala-ala influenser gagal, berharap semua orang masih ingat nama dia. Terus bilang, “Ingat nggak, kita dulu sering bolos bareng?” Padahal satu angkatan saja pada bingung: “Ini siapa, ya?”
GR Alumni ini suka banget romantisasi masa lalu yang bahkan kayaknya nggak pernah ada.
5. GR Literasi
Ini tipe yang kalau baca artikel edukatif, langsung nyolot. Tulisannya soal sopan santun saat diskusi, eh dia komentar: “Lah, gini nih yang bikin orang takut ngomong!” Padahal bukan dia yang dimaksud, tapi karena kebiasaan debat pakai huruf kapital dan screenshot postingan orang, dia merasa tertampar. Padahal kita cuma ngelap kaca. Emang mukanya dia saja yang mantul.
Ini yang sering saya temui. Baca tulisan, langsung merasa tulisannya tentang dirinya. Kadang sampai nge-DM dengan nada curiga, “Maksud kamu apa nulis kayak gitu?” Ya… maksud saya ya nulis, bukan bikin grup teater.
6. GR Sosial
Tidak diajak nongkrong, langsung update status: “Emang kalau sudah punya circle baru, yang lama dibuang ya?” Padahal yang bikin acara dadakan, dan memang lagi rame ngobrolin cicilan, bukan konspirasi pengkhianatan pertemanan. Tapi GR Sosial ini selalu punya teori sendiri. Bahkan kadang dia satu-satunya yang percaya dengan teorinya itu.
7. GR Akademis
Ini yang muncul di ruang-ruang diskusi intelektual. Misalnya, dosen bilang, “Banyak mahasiswa sekarang malas baca buku.” Langsung ada yang GR: “Saya merasa diserang secara pribadi.” Padahal dosennya ngomong sambil natap langit-langit.
8. GR Relasi
Ini favorit saya. Ada orang yang GR karena merasa didekati secara emosional, padahal kita cuma pinjam korek. “Dia kayaknya suka sama aku deh, tadi nanya aku sudah makan apa belum.” Itu namanya sopan santun, bukan sinyal nikah.
9. GR Spiritual
Ini yang berat. Ada yang bilang, “Saya habis mimpi ketemu kamu.” Terus dianggap jodoh dari Tuhan. Maaf, Mba, itu bukan wahyu. Itu efek makan mie instan jam dua pagi.
10. GR dalam Dunia Digital
Di era digital, GR tumbuh subur seperti jamur di musim hujan. Beda platform, beda gaya GR-nya. Mari kita lihat.
– X (dulu Twitter)
GR di sini biasanya muncul pas kita bikin thread kritik sosial. Langsung ada akun random bilang, “Kalau mau ngomongin komunitas kami, sebut saja.” Lah, saya nulis soal antrian Indomaret, Om…
Caption: “Lelah menghadapi yang pura-pura baik.” Komentar: “Terserah kamu deh kalau sudah enggak suka sama aku.” Padahal caption itu hasil copas dari akun quotes galau.
Di sinilah GR beranak pinak. Status bertema umum bisa berubah jadi forum debat pribadi. Kadang saya nulis, “Orang munafik itu bahaya.” Langsung ada 14 komentar panjang yang saya sendiri bingung harus salto atau makan soto. Mungkin harus saya pasang penafian (disclaimer) di setiap postingan: “Jika Anda merasa tersindir, itu urusan Anda dan Tuhan.”
GR DAN HUBUNGANNYA DENGAN DUNIA NYATA
Tentu, GR tidak hanya hidup di dunia maya. Di dunia nyata, spesies ini justru lebih beragam. Misalnya:
Di Tempat Kerja
Bos bilang, “Kita butuh orang yang disiplin.” Langsung ada yang manyun seminggu penuh, merasa dipermalukan di depan tim, padahal si bos ngomong sambil main Mobile Legends.
Di Lingkungan Keluarga
Emak bilang, “Lihat tuh anak tetangga, tiap hari bantu orang tuanya.” Langsung yang lain baper dan mengurung diri. Bukan karena sadar, tapi karena takut disuruh nyapu halaman.
Di Komunitas atau Organisasi
Ketika ketua berkata, “Ada anggota yang jarang kontribusi tapi rajin mengkritik,” langsung tiga orang saling tatap curiga, empat orang keluar grup, dua orang bikin grup baru.
TIPS MENGHADAPI ORANG GR
Karena GR adalah kondisi yang sangat menular, penting untuk membekali diri kita dengan strategi penanganan.
Jangan Ditanggapi Serius
Mereka tidak butuh klarifikasi. Mereka butuh perhatian. Jadi beri yang mereka mau… lalu tinggal.
Gunakan Emoji Netral
Jika di-chat seseorang yang GR, cukup balas dengan emoji jempol atau senyum kaku. Itu seperti memberikan kue tapi lupa gulanya. Aman, hambar, tidak memicu ledakan.
Blok Secara Halus
Kalau sudah terlalu kronis, tindakan medis satu-satunya adalah mute, unfollow, atau kalau perlu ghosting. Kadang, demi kesehatan jiwa, kita harus tega.
MENGAPA GR MERAJALELA?
Jawabannya simpel, karena dunia ini sudah terlalu penuh dengan kehausan akan validasi. Dulu, orang haus, minum air putih. Sekarang, haus pengakuan, minumnya likes dan komentar. Makanya, ketika ada satu kalimat mengambang yang kebetulan menyentil ego, langsung dianggap kode keras untuk dirinya.
Tapi mari kita luruskan. Tidak semua yang tidak menyebut nama itu artinya sedang menyindir Anda. Kadang, tulisan itu memang hanya tulisan. Seperti mendung tak berarti hujan, hujan yang tidak selalu berarti sedih, atau nasi goreng yang tidak selalu berarti tengah malam. Tapi orang GR? Mereka beda. Mereka bisa merasakan “getaran tulisan” seperti paranormal menangkap aura rumah angker.
DUNIA TANPA MANUSIA GR BAKAL SEPI
Saya bilang begitu karena kalau tidak ada orang GR, siapa yang bakal meramaikan komentar? Siapa yang akan membuat drama? Siapa yang akan membuat kita merasa tulisan kita berhasil?
GR itu menyebalkan, tapi lucu. Mengganggu, tapi menghibur. Mereka seperti lalat di warung pecel, tidak diundang tapi selalu hadir. Mungkin karena mereka, kita belajar satu hal penting, bahwa tidak semua yang merasa benar, itu benar-benar merasa.
Jadi, jika Anda membaca tulisan ini dan merasa tersindir… Selamat! Anda termasuk target pasar saya.
Juga, GR itu manusiawi, kok. Kita semua pasti pernah. Tapi beda antara “pernah” dan “langganan.” Kalau setiap hari merasa dunia menyindir kita, mungkin yang perlu diubah bukan dunia, tapi WiFi dan kadar istirahat.
Ingat, hidup ini bukan sinetron, dan Anda bukan tokoh utama dalam naskah orang lain. Kalau Anda merasa tulisan ini menyindir Anda, tenang saja, mungkin iya. Tapi juga mungkin banget tidak. Dan kalau tetap keukeuh merasa ini tentang Anda, selamat! Anda resmi jadi anggota kehormatan Komunitas Gede Rasa Nasional. Sertifikat bisa dicetak sendiri, lalu dipajang di dinding perasaan.







