Dalam KBBI Daring (kamus bahasa Indonesia online), lacur artinya (1) malang; celaka; sial; (2) buruk laku. Melacur merupakan kata kerja yang bermakna berbuat lacur; menjual diri (sebagai tunasusila atau pelacur). Untuk pelacur, kata itu memiliki arti perempuan yang melacur atau wanita tunasusila atau sundal. Perlu saya ingatkan, kita tidak sedang belajar bahasa Indonesia, atau arti kata dalam bahasa yang kita cintai ini. Saya hanya ingin mengingatkan, jangan-jangan anda ini pelacur. Nah, lo?
Sori bila membuat anda kaget. Tapi ini fakta. Menjelang pemilihan presiden ini, ada orang-orang yang dengan sadar atau tidak sadar, rela atau tidak rela, suka atau tidak suka, telah melacurkan dirinya. Sebelum saya bicara banyak-banyak, saya sampaikan kepada anda yang tidak terima atau tersinggung dengan tulisan ini, silakan komentar sebanyak-banyaknya, komplain habis-habisan, omelin sesuka-suka anda juga boleh, mau merobek-robek tulisan ini silakan (jika bisa). Apapun reaksi anda, saya akan lanjutkan tulisan ini.
Bila pelacur dalam KBBI Daring mengarah ke perempuan, dalam tulisan ini saya memaknai kata itu bukan hanya untuk kaum hawa tetapi juga para lelaki. Siapapun dia, bila yang dilakukan adalah menjual diri maka dia pantas menyandang gelar pelacur. Jadi bagi anda yang perempuan, jangan berkecil hati bila dalam kamus pelacur hanya untuk kaum anda. Pada kenyataannya, yang melacur bukan hanya perempuan, laki-lakipun tidak sedikit yang melakukan. Dalam hal ini, saya tidak hanya membatasi kegiatan pelacuran pada menjual diri yang terkait dengan aktifitas seksual, tetapi juga kegiatan yang lain. Dan itu sangat mungkin. Dan itu yang justru akan saya persoalkan.
Di awal saya katakan banyak pelacur bermunculan menjelang 8 Juli ini. Memang begitu kan? Banyak orang mau dibayar untuk meramaikan kampanye calon presiden yang dia sendiri sebenarnya tidak paham siapa yang dielu-elukan itu. Yang mereka kenal hanya nama dan tampang. Bagi mereka, yang penting kan dapat uang. Anehnya, kadang-kadang mereka ini tidak dibayar dengan uang secara langsung. Karena ikatan kerja, misalnya, mereka bersedia melacurkan diri. Agak kasar ya istilah yang saya gunakan?
Saya sendiri sekarang MASIH bekerja di tempat yang kebetulan ada kaitan dengan salah satu dari orang yang mencalonkan diri menjadi presiden 8 Juli nanti. Namun demikian bukan berarti saya kemudian berpihak kepada dia. Dalam urusan politik, pekerjaan saya tidak ada sangkut pautnya. Oleh karena itu, tidak mungkin saya akan mencampurbaurkan pekerjaan saya dengan urusan politik. Urusan politik yang saya kulik-kulik ini adalah urusan ideologi yang berorientasi ketatanegaraan, sedang pekerjaan adalah ibadah, jihad bagi saya, yang berkaitan dengan masalah kelangsungan hidup yang sifatnya personal. Bagi saya, apa yang saya terima dari tempat saya bekerja bukan otomatis menjadikan saya harus memilih atau mensukseskan dia ke kursi ambisinya. Apa yang saya peroleh di tempat kerja adalah sebagai kompensasi dari keahlian, kemampuan, dan ketrampilan yang saya berikan. Sudah itu saja. Tidak ada ideologi (dalam berpolitik) yang kemudian akan saya pertukarkan karena saya bekerja di tempat yang terkait dengan dia. No way!
Terus, siapa dong yang saya pilih? Ah, nggak usah tanya-tanya lah masalah itu. Siapa yang saya pilih, atau barangkali, apakah saya memilih, itu urusan saya. Jika sebagai warga negara yang baik, kita harus memilih, itu harus. Namun bagaimana menurut anda bila ada orang yang memilih untuk tidak memilih alias golput, apakah dia juga dapat digolongkan menjadi warga negara yang baik? Kan dia telah menggunakan haknya untuk memilih? Meskipun banyak kecaman diberikan kepada golongan putih ini, tetapi faktanya semakin ke sini semakin banyak saja mereka yang memilih untuk tidak memilih. Kenapa ini bisa terjadi?
Barangkali kita perlu melihat kembali penyebab munculnya golongan suci ini (kan putih artinya suci?). Jangan semata-mata menyalahkan mereka karena keputusannya. Lebih bijaksana jika kita tengok lebih dalam lagi di balik keputusan yang diambil itu. Anda tentu tidak mau disalahkan karena memilih tidak makan makanan yang sangat tidak enak di lidah anda, meskipun sebagian orang mengatakan lezat. Bila sebagian dari kita memilih menjadi golput, ini kan artinya karena pilihan yang ada tidak qualified di mata mereka, atau setidaknya tidak sreg di hati mereka. Perihal qualified tidaknya calon yang maju itu bisa berpanjang lebar bila kita perdebatkan. Jadi, tidak usah sajalah kita memperdebatkannya. Silakan anda simpan dan pertahankan argumen tentang parameter kualifikasi seseorang yang menurut anda benar. Okay?
Begitu juga dengan parameter pelacur. Jika dalam kamus sudah jelas apa yang dimaksud dengan pelacur, tetapi kemudian anda memperdebatkannya, itu urusan anda. Apalagi jika anda dikenal sebagai tukang debat, lebih-lebih jago debat kusir, pasti anda pintar berkelit. Namanya juga jagoan. Mungkin anda tidak terima dikatakan sebagai pelacur politik. Barangkali anda amat sangat berang dikatakan melacurkan diri dalam ranah politik. Apapun yang anda lakukan dalam periode pemilihan presiden ini, bila anda mau menggadaikan atau mempertukarkan kebebasan berpolitik anda dengan atau karena apapun: uang, pekerjaan, jabatan dan lain-lain, maka saya akan katakan anda telah melacurkan diri anda. Saya tidak mempermasalahkan apakah anda melakukannya dengan sadar atau tidak, suka atau tidak, rela atau dipaksa. Untuk saya, saya tidak akan suka juga tidak rela bila harus berbuat seperti apa yang anda perbuat.
Memang, tidak ada manusia yang sempurna. Namun bila ketidaksempurnaan manusia berada dalam posisi yang harus kita pilih, sungguh berat rasanya. Kita jadi serba salah. Mau memilih, tidak ada yang sreg. Tidak memilih, harus ada yang dipilih. Akhirnya ini seperti buah simalakama, mau memakan atau tidak memakan, semua ada resikonya. Bila mengacu kepada tindakan dan resiko yang akan terjadi, yang terbaik adalah memilih salah satu dari pilihan-pilihan yang sangat tidak mengenakkan. Dengan demikian, setidaknya kita tidak merasa bersalah dan memiliki peran dalam menentukan siapa yang harus menjadi pemimpin meskipun sebenarnya dia bukan orang yang kita inginkan. Hanya karena keadaan sajalah yang menyebabkan kita harus memilih dia.
Itu semua terserah anda. Jika anda memutuskan menjadi golput, siapa yang melarang? Itu hak anda kok. Nggak usah takut, tidak usah malu. Tidak memilih adalah juga sebuah pilihan. Suka atau tidak suka, golongan suci ini pasti akan muncul. Sekali lagi, bila kemudian golput semakin banyak, coba kita lihat kembali sistem dan mekanisme pemilihan yang ada dan atau calon-calon yang sekarang lagi maju. Sangat mungkin di situ letak masalah yang sebenarnya.
Pelacur atau Golput?
Yang ingin saya sarankan, jika anda harus memilih, jadilah golput jangan pelacur. Dari sudut manapun, golput lebih mulia bila dibandingkan pelacur. Atau anda mau jadi golput yang sekaligus melacur? Amit-amit jabang bayi! Sungguh celaka hidup anda.
Sumber gambar: di sini