Judul tulisan ini tidak ada kaitannya dengan tulisan sebelumnya yang berjudul No Bra No Brain. Judul yang saya pakai sekarang saya maksudkan untuk menggambarkan kebiasaan negatif orang-orang yang mengaku sebagai bangsa Indonesia yang adiluhung dan suka menolong.
Anda pernah ditolong orang? Seperti itulah bangsa kita, suka menolong, tanpa pamrih. Itu dulu. Sekarang, mulai tidak gampang mencari penolong yang benar-benar membantu tanpa imbalan apa-apa selain persahabatan dan persaudaraan. Apalagi di kota besar yang cenderung penghuninya individualis. Segala sesuatunya pakai hitung-hitungan. Dilihat untung ruginya. Memprihatinkan. Bahkan di desa pun ketulusan sudah terasa mengalami degradasi. Dari segi jumlah memang tidak sebesar di perkotaan tetapi kejadian itu membuka mata kita bahwa desa pun tidak kebal dari pengaruh negatif. Pengaruh itu bisa datang dari orang desa yang berinteraksi di lingkungan kota baik sebagai pekerja atau pengusaha, atau aparat desa yang mendapat contoh para atasan yang berkantor di pusat-pusat kota.
No pay no gain berarti orang harus membayar untuk bisa mendapatkan sesuatu. Istilah yang bukan hanya dipraktekkan oleh orang-orang kota ini mulai makin jelas dan terang-terangan seiring dengan terjadinya kombinasi reformasi dan otonomi daerah. Sistem pemerintahan yang didesentralisasi juga diikuti oleh pungli dan korupsi sampai tingkat terbawah dalam struktur pemerintahan yaitu rw dan jajaran rt-rtnya yang berada di daerah. Legitimasi pungutan yang dilakukan menggunakan istilah-istilah seperti uang administrasi, pajak desa, dan lain-lain yang tidak jelas kemana larinya uang-uang itu karena memang tidak ada sistem pelaporan yang transparan. Bahkan untuk mengambil yang menjadi haknya, oknum-oknum itu memaksa mereka membayar pungutan yang kelihatannya saja resmi dan sah. Anda pernah ketemu atau melihat orang lain mengalami hal itu? Buka mata anda dan… selamat datang di negerinya para koruptor.
No pay no gain menjadi semboyan orang-orang yang berprinsip aji mumpung. Mereka menggunakan jabatan dan fasilitas yang diamanahkan kepadanya untuk kepentingan pribadi. Masyarakat yang seharusnya dilayani dengan baik malah dijadikan obyek pemerasan. Kita tidak perlu malu mengakuinya karena memang itu yang terjadi. Banyak contoh yang bisa kita lihat di sekeliling kita. Anda pernah membuat sim, surat ijin mengemudi? Berapa biaya yang tertera di loket dan yang kemudian anda bayarkan, sama? Anda pernah ditilang? Apa yang terjadi kemudian? Saya tidak mendiskreditkan polisi. Faktanya, justru di tempat yang memiliki semboyan melindungi dan melayani ini praktek no pay no gain terjadi. Pagar yang memakan tanaman. Ironis ya? Bagaimana bapak polisi dan ibu polwan? Ya saya tahu, tidak semua polisi dan polwan sejahat itu. Mereka hanya oknum-oknum yang kebetulan memakai baju seragam. Kemudian beberapa waktu yang lalu, tetangga saya dengan bangganya berkisah tentang taktik dia mengkadali orang kpk (komisi pemberantasan korupsi) yang ditaruh di kantor samsat agar bisa menyerahkan uang yang diminta petugas samsat untuk mempermudah urusan yang menjadi kepentingan tetangga saya itu. Sebagai pendengar dan tetangga yang baik, saya hanya mendengarkan dengan khidmat meskipun prihatin seprihatin-prihatinnya.
Tidak fair lah bila saya hanya melihat perilaku mereka yang menyelewengkan jabatan dan fasilitas saja. No pay no gain juga dilakukan oleh mereka yang dilayani dan yang tidak mau susah. Orang-orang ini menganggap suap adalah hal yang wajar. Sudah dianggap jamak untuk memberikan uang sogokan agar urusan menjadi lancar dan cepat. Jika ingin segera selesai ya memang harus mau mengeluarkan biaya. Itu yang menjadi pegangan mereka sehingga ketika mereka melakukan penyuapan mereka tidak merasa yang dilakukan itu tidak sehat dan salah. Kadang-kadang mereka berapologi dengan tindakannya itu. Dianggapnya apa yang dilakukan hanya sebatas memberikan uang tip, uang rokok, atau sebagai bentuk ucapan terima kasih. Tapi nanti dulu. Apakah uang itu benar-benar seperti yang dimaksudkan bila diberikan sebelum urusan dikerjakan atau diselesaikan? Bila anda melakukan hal itu, hanya anda dan Yang Di Atas yang tahu niat yang ada dalam hati anda.
No pay no gain bisa jadi merupakan plesetan dari peribahasa no pain no gain. Peribahasa ini memang memiliki jalan yang berbeda, untuk mengatakan berlawanan, dengan no pay no gain dalam usaha mencapai sesuatu yang diinginkan. Dalam no pain no gain segala sesuatu harus diperoleh dengan kerja keras dan pengorbanan. Kadang-kadang malah bukan hanya pain (penderitaan) badan saja, bahkan perasaan, waktu, tenaga, pikiran, dan uang. Nah, karena orang tidak mau memberikan pain maka cukup menyerahkan pay (duit) untuk nyogok agar mendapat sesuatu (gain). Quick and simple, cepat bin gampang. Apalagi jika orangnya hobi nyogok, duitnya juga banyak, klop deh.
Bolehlah jika anda menjalankan semboyan no pay no gain bila memang harus seperti itu dan tidak melanggar hukum. Suatu saat kita memang harus mengeluarkan biaya untuk bisa mendapatkan sesuatu, katakanlah misalnya anda makan di warung. Kan anda harus membayar untuk bisa makan di warung itu dan tidak digebukin. Hal-hal seperti itulah yang memang harus dilakukan. Kita membayar karena memang itu syaratnya untuk dapat memperoleh sesuatu, barang maupun jasa. Begimana, gamblang kan perbedaannya?
Orang jawa punya filosofi yang hampir persis dengan no pain no gain, bukan no pay no gain yang lebih berkonotasi negatif, yaitu jer basuki mawa bea. Segala sesuatu itu perlu biaya untuk bisa mendapatkannya. Jelas sebenarnya. Namun tidak bisa tidak yang namanya jelas itu pelaksanaannya kembali tergantung sepenuhnya kepada pelakunya. Apakah dia memaknai sebagaimana seharusnya atau diselewengkan demi kepentingan pribadi. Bila menginginkan anaknya pintar kemudian berani mengeluarkan uang banyak untuk menyekolahkan anaknya, itu satu contoh yang dimaksudkan dalam jer basuki mawa bea. Namun bila dia menginginkan anaknya lulus sekolah kemudian menyerahkan seamplop uang kepada kepala sekolah, bukan itu yang dimaksud dengan jer basuki mawa bea yang sejati.
Bila anda memiliki banyak uang, barangkali nggak bermasalah anda berprinsip no pay no gain. Anda akan beli siapapun yang bisa melancarkan urusan anda. Namun jika anda fulusnya pas-pasan tetapi nekad bersikukuh dengan no pay no gain maka hasil akhirnya akan menjadi no money no dong. Dan polisilah yang kemudian akan membina anda. Mungkin membina untuk menjadi lebih baik kalau anda beruntung, atau membina(sakan) anda demi kebaikan bersama.