Saya menyebut anak kedua saya dengan sebutan anak millenium. Dia lahir di tahun 2000 yang juga disebut millenium kedua. 7 September kemarin saya mudik bersamanya. Anak millenium ini menjadi perhatian seluruh anggota keluarga karena empat hari sebelumnya (3/9) dia membuktikan dirinya sebagai laki-laki sejati. Atas kemauan sendiri, dia minta disunat. Dia berhasil mengalahkan ketakutan yang menghantui setiap anak laki-laki.
Syukurlah perjalanan mudik berjalan dengan lancar. Meskipun masih dalam proses penyembuhan, dia mampu menempuh perjalanan 12 jam lebih. Luka sunatnya belum sembuh betul. Tetapi yang penting bagi saya, dia sudah terlihat ceria. Tidak kesakitan yang amat sangat sebagaimana seperti saya pernah kisahkan dalam Anakku Dilaser. Dengan sekali-sekali meringis karena luka itu, dia menikmati perjalanan panjang menuju kampung halaman ayah ibunya.
Kami memilih bis untuk pulang kampung. Perjalanan mudik diawali dengan hal yang tidak mengenakkan. Entah mengapa, seperti terakhir pulang kampung, perjalanan menuju agen bis kali ini juga diguyur hujan lebat. Angkot tetangga yang kami sewa terseok-seok menembus lebatnya hujan kota Bogor. Seluruh kaca tertutup air hujan. Akibatnya, pandangan ke jalan jadi tidak begitu jelas. Selain itu, banjir menggenang di mana-mana.
Kami harusnya ke agen bis di Sukasari untuk pemberangkatannya. Mengingat waktu yang sudah mempet dan saya perkirakan sudah tidak keburu, maka saya putuskan ke agen bis yang ada di Kedung Halang Talang. Toh nantinya bis itu mengambil penumpang di agen bis itu seperti saat saya terakhir pulang kampung. Keputusan ini ternyata salah. Bis itu rupanya tidak mengambil penumpang di tempat itu. Saya malah diomel-omelin agen bis Sukasari melalui telepon. Si mbak itu menuntut mengapa saya tidak konfirmasi dulu. Padahal beberapa kali saya mencoba menelpon tetapi tidak ada yang ngangkat. Saya malah dikatakan bohong. Kurang ajar! Akhirnya mbaknya setuju menunggu saya. Angkot kemudian saya minta balik arah menuju Sukasari.
Masih dengan berhujan-hujan, angkot melaju ke Sukasari. Untuk menghindari macet di Jl. Pajajaran yang ekor kemacetannya sampai di perempatan McDonald, angkot belok ke kiri melalui jalan alternatif. Jalan alternatif yang ada di dalam perumahan dekat Masjid Bogor Baru berlubang-lubang. Hal ini menyebabkan angkot terguncang-guncang. Kami yang ada di dalam terlempar-lempar. Reyhan anak millenium meringis-ringis menahan sakit. Sopir ngebut mengejar waktu tidak peduli dengan kondisi jalan.
Akhirnya angkot sampai di Sukasari. Guyuran hujan tidak berhenti. Saya segera lapor ke mbak agen yang tadi ngomel-ngomel. Saya tidak memperpanjang masalah karena dituduh berbohong sama dia. Perjalanan mudik saya lebih penting dibandingkan ribut-ribut dengan dia. Dengan berhujan-hujan, satu kardus dan satu carrier segera saya masukan ke dalam bagasi. Kami selanjutnya masuk ke dalam bis. Angkutan lebaran itu tidak lama kemudian berangkat. Jadwal pemberangkatan yang seharusnya 15.45 wib molor setengah jam. Semata-mata bukan karena menunggu rombongan saya. Ada beberapa penumpang yang ternyata lebih terlambat.
Dalam keadaan baju basah meskipun tidak kuyub, kami memulai perjalanan panjang. AC bis begitu dingin menyiksa. Selimut yang disediakan di sandaran kursi segera saya samber untuk menyelimuti seluruh tubuh. Lumayan, bisa membantu menghangatkan badan. Reyhan duduk di depan saya bersama ibunya. Saya bersebelahan dengan kakaknya. Anak millenium itu nampaknya tidak begitu tersiksa lagi. Bis dapat meredam goncangan dengan baik.
Setelah semalaman berjalan dengan dua kali istirahat, akhirnya bis sampai ke kota tujuan. Karena macet, perjalanan jadi lebih lama 2,5 jam. Pukul 4.30 kami baru turun. Kami tetap menjalankan ibadah puasa. Bis sempat berhenti di tempat peristirahatan untuk memberi waktu para penumpang makan sahur. Biasanya bis masuk ke tengah kota, saat ini kami diturunkan di pinggir kota. Kata si sopir selama lebaran bis lewat jalan lingkar dan tidak masuk kota. Saya percaya saja. Akibatnya, saya harus naik ojek. Tiga ojek saya sewa. Satu untuk membawa anak saya yang gede dan carrier. Ojek kedua untuk membawa tukang ojek ketiga karena motornya saya pakai bersama Reyhan dan ibunya. Sengaja itu saya lakukan agar anak millenium ini bisa duduk di depan. Luka sunatnya masih sakit bila harus duduk di tengah. Diterangi lampu kota dan dinginnya udara pagi, kami menyusuri jalan menuju rumah kakek neneknya anak millenium.
Anda, mudik kah? Mudik tidak haram kok.
@Asop: gak papa, dengan membaca cerita mudik sudah cukup kok 😉
Aaaah, mudik… 😳
Karena saya lagi tinggal di kota tempat keluarga besar saya tinggal, jadi saya ga mudik lagi. 😀
[…] Mudik Bersama Anak MilleniumBerita LainnyaAMARAH SENYUM DAN AIR MATA: PETA SMAN 1 Cibatu Tampak dari atasSubang Raya: Purwakarta Perketat Izin TambangPemerintah Perlu Bertindak Terhadap Waduk Jatiluhur Kirim Komentar telah dibaca oleh Visited 1 times | Pilih berita tentang: halaman, keluarga […]
@MT: menulis memang asyik kang 😉
hehehe keasyikan nulis nih 😀
@isdiyanto: ya begitulah kira2… thx komennya ya 😉
@indobrad: nggak nemu ya? emang sengaja gak ditulis. mudiknya ke demak dulu lalu ke salatiga mas 8)
Sebentar-sebentar,
Ini jadinya mudik ke mana? Saya gak menemukan kota tujuannya di sini 😀
Selamat berbahagia di Hari Raya!
mudik yang penuh dengan cerita seru ya mas…
mudik dengan menggunakan bis, memang selalu banyak kisah,
yang penting sudah selamat sampai di tujuan,
dan besok bisa berlebaran bersama keluarga,
saling bermaaf-maafan di hari raya nan fitri…
[…] Mudik Bersama Anak Millenium | Wong Kam Fung […]
@arman: ya, tetap harus bersyukur. thanks atas ucapan selamatnya dan terima kasih juga untuk setia menjadi komentator 8)
wah anaknya pinter ya mas… bisa tetep tenang walaupun baru kelar sunat. pasti masih ada sakit2nya kan…
perjalanan mudik yang ribet.. tapi pasti langsung terbayarkan pas udah ketemu orang tua dan sanak saudara ya… 🙂
senangnya yang bisa mudik… mudik is something that you have to treasure… karena gak semua orang bisa mudik walaupun pengen… contohnya saya.. hehehe 😀
selamat Idul Fitri ya… mohon maaf lahir batin…
selamat liburan!