O, iya! Itu jawaban yang akan kita terima bila bertanya kepada saudara kita yang mewajibkan dirinya mudik. Kita tak bisa menyalahkan mereka. Bagi mereka, mudik bukan sekadar pulang kampung. Mudik bak agama yang harus dipatuhi dan dijalani setiap tahun. Wajib hukumnya.
Pulang kampung saat lebaran atau mudik itu peristiwa tahunan. Itu artinya setiap tahun akan terjadi pengulangan: kemacetan lalu lintas, konvoi mobil dan motor, kenaikan harga tiket yang semena-mena, dan banyak lagi kejadian lain. Meski berulang, jangan harap mereka menjadi kapok. Walaupun di awal mereka sudah bisa membayangkan apa yang bakal terjadi, kewajiban pulang kampung dan bertemu keluarga menjadi pemicu semangat mudik. Untuk mereka, mudik adalah sengsara membawa nikmat.
Bagi para pemudik, berhati-hatilah di perjalanan. Mudik memang penting. Tapi akan sia-sia jika celaka. Bila Anda membawa kendaraan sendiri entah itu mobil atau motor, beristirahatlah jika capai. Jangan memaksakan diri mengejar waktu bila tak memungkinkan. Keluarga Anda di rumah tentu lebih memilih Anda terlambat dalam keadaan sehat selamat daripada datang lebih cepat dalam keadaan sekarat diantar mobil ambulans. Selamat berlebaran di kampung halaman.
Saya? Saya tak bergabung dalam keriuhan para pemudik lebaran kali ini. Bukannya tidak rindu keluarga dan kampung halaman, anda pertimbangan lain yang membuat saya memilih tidak pulang kampung lebaran sekarang. Saya akan menikmati lebaran di kampung orang yang sekarang jadi kampung saya. Buat mengisi lebaran, sajian bebek Madura plus jus stroberi, jus jambu biji merah, dan jus alpukat tampaknya lezat untuk dinikmati. Rencananya saya akan meracik menu itu saat lebaran. #KandangKambing akan dipenuhi santapan lezat nanti. Mau ikut mencicipi? 😉
Sumber gambar: di sini
yang paling miris tentunya kecelakaan yang selalu merenggut nyawa para pemudik.
Ikut ngicipi dan mbayar setelah kenyang,hahaha