Begitu sampai bandara Incheon, empat gadis cantik Korea sudah menyambut. Para dara putih mulus ini adalah anggota Blackpink. Ya, grup musik K-pop yang sempat diributkan oleh sebagian orang gara-gara jadi bintang iklan sebuah marketplace itu. Meski disambut mereka, saya tidak langsung jadi heboh. Biasa saja. Tidak kemudian minta tanda tangan atau foto bareng. Bahkan cenderung saya abaikan keberadaannya. Lain soal bila mereka ngajak selfie atau pipi mereka yang bikin lalat terpeleset itu minta ditandatangani. Buat saya, yang lebih penting justru ketemu penjemput kami karena bandara milik Blackpink ini luasnya tak main-main. Pokoknya jauh dibandingkan luas Terminal Bubulak. Sangat jauh! Untungnya begitu keluar pintu kedatangan, tiga cowok ganteng asli Korea sudah menyambut dengan sangat ramah dan wajah semringah. Dari Incheon, kami kemudian menggunakan bus ke wilayah Seoul, dilanjutkan naik taksi menuju apartemen yang sudah disiapkan.
Udara Korea pertama saya sedot di minggu akhir musim panas, 26 Agustus 2018. Ya saat tiba di Incheon itu. Hawanya tak beda dengan di Kampung Cikiray Bogor, tempat dulu saya pernah tinggal. Namanya juga musim panas, badan terasa palak sudah sewajarnya. Pakai baju pendek masih oke, bahkan kalau mau berkaos lekbong alias kelek katembong atau ketiaknya kelihatan juga tak masalah. Asal pas pakai kaos tuna lengan itu, tak menguar aroma amonia.
Yang Beda dari Korea
Yang dilakukan orang-orang Korea sebenarnya juga dilakukan oleh kita duli manusia Indonesia. Namun sebagaimana pepatah, lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya. Yang mereka lakukan membuat saya terheran-heran campur terkagum-kagum sekaligus terenyuh karena ingat bangsa sendiri. Mereka seolah-olah punya tuah rahasia. Konon yang menjadikan mereka seperti itu adalah ajaran Konfusianisme yang mengajarkan peningkatan moral dan etika sehingga menghasilkan manusia pragmatis, setia, dan satria. Tak heran bila kemudian punya rasa malu begitu tinggi, berdisiplin, dan hormat kepada yang lebih sepuh. Sepuh dalam artian lebih tua atau karena posisi misalnya kakak kelas. Dengan demikian, mustahak Korea bisa seperti sekarang.
Korea memang bukan Indonesia. Dan saya ini tak patutlah membanding-bandingkan seperti itu. Tapi mau gimana lagi bila perbedaan gamblang itu ada di depan mata? Gatal rasanya bila hanya diam. Bukan berarti hendak menafikan bangsa sendiri, tapi menjadi jujur bukanlah hal buruk. Setidaknya jujur terhadap diri sendiri.
Meskipun sudah masuk musim dingin dan telah melewati musim gugur yang artinya sudah lima bulan berada di negeri ginseng ini, kebiasaan-kebiasaan orang Korea ini masih mengherankan saya meskipun kadarnya tak seberat saat awal-awal tinggal di sini.
Jalan Cepat
Saya ini biasa jalan cepat. Kadang jalan lambat juga bila memang dibutuhkan. Adakalanya ketika jalan cepat, saya lupa kalau sedang bareng orang lain. Akibatnya, bukan sekali dua saya kena semprot dan omelan teman seperjalanan. Meskipun biasa tak lambat langkah, saya sungguh terheran-heran dengan kaki orang Korea. Sebenarnya terbuat dari apa sih? Setiap jalan bareng kok saya selalu dibikin terbirit-birit. Tidak yang muda, tidak yang tua, semua sama saja. Selalu jalan cepat. Lawan mereka dalam urusan jalan kaki, saya bak aki bongkok terseok-seok.
Ada yang bilang, orang Korea biasa jalan cepat karena tidak mau kedinginan. Bila jalan lambat bisa beku di jalan, katanya. Masuk akal! Korea dinginnya memang gila. Konon pas musim dingin, suhunya bisa sampai -25°C. Suhu terendah yang pernah saya alami sih baru -12°C, itu pun masih di awal musim dingin ini. Karena dinginnya ekstrem, orang Korea punya istilah Soberia untuk menyebut wilayahnya, yang merupakan akronim dari Seoul Siberia. Dinginnya Seoul mereka bandingkan sama membekunya dengan Siberia yang ada di wilayah Rusia sana.
Lari
Saat awal datang, saya bengong melihat orang Korea sering lari-larian. Anak-anak, remaja, orang tua, para gadis, pemuda, bahkan kakek-kakek dan nenek-nenek juga berlari. Lucu rasanya melihat polah tingkah mereka. Kalau pas menyeberang jalan, bisa ditebak karena mereka mengejar waktu agar tanda lampu penyeberang jalan tidak keburu merah. Yang berlari di trotoar, kemungkinan karena mengejar bus, jadwal keberangkatan subway, jam masuk sekolah atau jam kantor. Atau mungkin sedang berburu waktu dengan isi perut yang menuntut masuk kakus. Siapa tahu.
Tepuk Tangan
Kita sering bertepuk tangan saat seorang pejabat selesai berpidato atau setelah acara pertunjukan yang melibatkan penampil dan penontonnya. Di sini, siapa pun bisa dapat tepuk tangan meskipun hanya ngobrol berdua. Orang Korea demen tepuk tangan untuk menunjukkan rasa senang atau kagum, bahkan saat keheranan mereka juga tepuk tangan. Wajar buat mereka, aneh buat saya. Tapi mau gimana lagi? Memang begitulah. Mari bertepuk tangan.
Ekspresi Sayang
Rasa sayang bisa diekspresikan dengan beragam cara: tatapan mesra, genggaman tangan, dekapan, atau malah berupa kemplangan. Bisa pula berupa kecupan di rambut, dahi, pipi, mata, hidung, atau bibir. Meskipun sama-sama negara Asia, mempertontonkan rasa sayang di Korea lebih bebas meskipun tidak sebanal di negara-negara Eropa dan Amerika. Kalau hanya mencium pipi pasangan, bukan sekali dua saya memergoki. Pernah pas melewati pintu gerbang Gyeongbokgung Palace, ada seorang gadis cantik yang memakai hanbok sedang mengecup bibir cowoknya yang juga berpakaian tradisional tepat di sebelah saya. Itu jelas perbuatan provokatif. Saya langsung ingin khilaf dibuatnya. Terlalu!
Fungsi Tangan Kiri
Bila di sini orang menggunakan tangan kiri, bukan berarti mereka kidal. Di Korea, memberikan sesuatu dengan tangan kiri bukan berarti tidak sopan. Tangan kiri sama baiknya dengan tangan kanan. Bila ini dipraktikkan di tempat kita, bisa kena gampar, minimal omelan. Untuk menunjukkan kesopanan dan rasa hormat, mereka memberikan baik dengan tangan kanan atau kiri sambil membungkuk. Atau membungkuk sambil menyorongkan kedua tangan. Kalau mengupil, entah pakai jari tangan yang mana. Kalau yang ini belum pernah lihat.
Disiplin
Urusan kedisiplinan, mereka jagonya. Dalam semua hal. Yang bandel tetap ada. Namanya juga manusia. Tapi cuma beberapa. Ketika mau menyeberang jalan, mereka selalu menunggu lampu penyeberang menyala hijau dulu dan di lajur yang telah disediakan. Bahkan bila tak ada kendaraan satu pun, selama lampu belum hijau, mereka tak akan melenggang. Pernah suatu saat, saya spontan saja menyeberang ketika sudah lengang tak ada kendaraan secuil pun sambil menggengam erat lengan partner-in-blanket di samping saya. Ternyata lampu penyeberang masih merah, dan itu saya tak ngeh. Refleks saya yang main. Duh, rupanya kebiasaan menyeberang mumpung jalan sepi masih kebawa di sini. Entah apa yang ada dalam benak orang yang melihat kelakuan dua orang yang tidak disiplin itu. Meskipun yang satu sebenarnya hanya terseret perbuatan saya.
Walau udara dingin, merokok bukan kebiasaan yang mereka lakukan. Yang merokok tetap ada tapi hanya sebagian kecil dan selalu di spot khusus perokok misalnya di sebuah gang, bukan sambil jalan-jalan seperti sepur dengan cerobong asapnya. Cirinya gampang untuk mengenali tempat aktivitas mereka. Bila melalui gang tempat para ahli hisap berkumpul itu, akan tercium aroma nikotin. Tak beda dengan melewati celah antara dua deretan bus yang mangkal di Terminal Baranangsiang, aroma pesing segera menyergap hidung. Itu yang pernah saya alami dulu.
Bila punya sampah, tak gampang mencari tempat pembuangannya. Tak mudah menemukan tempat sampah di pinggir jalan. Bahkan nyaris tak ada. Tapi hebatnya, jalan-jalan bersih dari sampah. Tak ada yang war-wer membuang sampah seenak udelnya. Biasanya, tempat sampah bisa ditemukan di toilet umum atau di stasiun. Saat awal-awal di sini, sampah suka saya kantongi lagi atau masuk ke kantong keresek yang saya siapkan sebelumnya.
Korea Ya Korea
Memang, Korea bukan Indonesia. Apa yang wajar dilakukan di negara kita, bisa jadi kurang ajar di sini. Salahnya apa dengan salaman atau menyentuh tangan saat ngobrol dengan kawan? Orang Korea peduli dan hati-hati dengan yang namanya “hand manners“. Mereka tak akan berani menyentuh anggota badan misalnya lengan atau pundak teman bicaranya. Bahkan berjabat tangan. Kecuali teman bicaranya lebih tua dan berinisiatif mengajak salaman, mereka tak akan menyodorkan tangan duluan. Paling-paling yang dilakukan adalah membungkuk untuk menyapa, makin dalam bungkuknya berarti makin hormat.
Iklim juga punya pengaruh dalam perilaku. Udara membekukan di musim dingin akan membuat orang jalan cepat-cepat. Orang Korea suka bilang “Pali, pali, pali” (빨리) yang artinya “Cepat, cepat, cepat”. Tangan saja bisa sakit karena saking dinginnya udara. Tangan sakit karena kedinginan sempat mengingatkan saya akan hal yang sama ketika mendirikan tenda di tepi Alun-alun Suryakencana dalam pendakian ke Gunung Gede via Desa Cipanas.
Sama-sama satu puak, sesama orang Asia, jelas ada beda antara Korea dan negara kita. Anak sekolah di sini dalam urusan menuntut ilmu dapat dibilang sampai peluh bersibak. Pulang sekolah bisa sampai pukul satu dinihari, tidur sebentar, paginya sudah berangkat lagi. Sering sekali dari jendela kamar apartemen yang ada di lantai delapan, saya melihat warung nasi ayam di seberang jalan dikerubuti oleh anak-anak sekolah ini. Mereka pasti kelaparan hingga rela antri cukup panjang. Gila, tak?
Sumber gambar: koleksi pribadi