Memang, kadang-kadang, siapapun bisa berbuat iseng. Termasuk juga saya. Nikmat rasanya. Tapi gimana kalau posisinya jadi korban keisengan orang lain? Jengkel, marah, gondok, atau malah geli? Kalau saya, yang terakhir itulah yang saya rasakan ketika jadi korban keisengan komplotan ibu-ibu di BEC.
Gara-gara hujan setelah sholat Jum’at saya jadi tidak bisa pergi kemana-mana. Padahal tadinya mau ke PJM. Sambil menunggu hujan berhenti, saya duduk di sofa di teras BEC sebelah kiri. Karena mata sudah berat setelah makan siang tadi sebelum Jum’atan ditambah udaranya yang dingin serta sofanya yang empuk, membuat saya jatuh tertidur. Melihat saya, yang katanya enak banget, ketiduran di sofa, komplotan ibu-ibu BEC nggak tahan untuk berbuat iseng. Dengan dikomandani bu Linda, difotolah saya yang lagi pules. Bagi saya, nggak papa diisengin. Tinggal tunggu saja pembalasannya ya…
Selain itu, saya jadi ingat kejadian hari Minggu (22/4) kemarin. Apakah kecelakaan yang terjadi pada hari itu karena akibat iseng atau bukan. Waktu itu saya, maknya anak-anak dan Reyhan hendak maen ke rumah temen sekolah Reyhan di Cibalagung yang kebetulan bapaknya juga temen saya, temen satu kost dulu ketika kuliah di Semarang. Dari Cibalagung nyambung ke Ciper alias Ciomas Permai ke rumah pak Arifin, pak Dadan, dan pak Dian.
Saya berangkat bertiga dari rumah, sedangkan Izal janjian nanti akan dijemput di Gunung Agung PJM karena dia bimbel dulu di Primagama sebelah PGB. Saat angkot saya sampai di Cibanteng, tiba-tiba dari arah depan ada dua motor yang nggak tahu gimana kejadiannnya, tiba-tiba keduanya jatuh di tengah jalan dan yang satu meluncur ke arah angkot saya. Entah pengendaranya ada atau tidak, yang pasti angkot saya menabrak motor yang sudah jatuh tersebut. Saya merasakan benturan yang keras sekali dan terasa mobil yang saya tumpangi menggelengnya. Bemper angkot saya copot dan patah yang selanjutnya segera diambil oleh temennya sopir yang duduk di sebelahnya begitu angkot berhenti. Begitu juga motornya, hancur berantakan. Saya lihat ada satu orang yang terkapar di rengah jalan, entah mati entah hidup. Saya sendiri nggak apa-apa, begitu pula maknya anak-anak. Hanya Reyhan yang mengeluh sakit sambil memegangi bibirnya sebelah atas. Kayaknya kebentur jok sopir. Sebab saat kejadian, dia duduk di kursi dekat pintu yang ada di belakang sopir sambil melihat ke depan. Bibirnya tidak memar atau bengkak, tapi mukanya yang kelihatan agak pucat karena kaget. Penumpang lain yang ada di depan saya pada tersungkur ke arah pintu karena angkot di rem mendadak. Untungnya anak perempuan yang seumuran kakaknya Reyhan tidak kelempar keluar. Saya sempat memegang lengannya sebelum dia jatuh keluar pintu. Seluruh penumpang segera turun. Saya sendiri pindah angkot karena takut Reyhan jadi trauma kalau terlalu lama di tempat tersebut. Orang-orang sudah pada berdatangan untuk menolong maupun menonton kecelakaan tersebut. Saya nggak tahu apakah ada yang meninggal dalam kecelakaan tersebut. Yang saya lakukan adalah menghindarkan Reyhan dari kejadian yang traumatis.