Site icon Wong Kam Fung

Gaji Dewan Pe**** Rakyat

Saya terperangah ketika menerima tag di Facebook dari seorang teman perihal daftar gaji dan tunjangan anggota DPR. Kelompok yang katanya ‘kaum terhormat’ tetapi sering menuai celaan dari rakyat yang, lagi-lagi katanya, mereka wakili.

Daftar itu bukanlah barang baru karena bila kita ketik kata kunci ‘gaji dpr’ di Google, hasil yang akan muncul berjumlah 544.000. Jika anda mengetiknya sekarang, bisa jadi jumlahnya akan bertambah. Meskipun lama, tetap saja daftar tersebut berhasil membuat saya terkejut. Daftar tersebut merupakan rincian sebelum 2010. Sekarang kemungkinan besar daftar itu sudah berubah.

Saya tidak mempermasalahkan besarnya gaji dan tunjangan yang anggota DPR terima. Sudah sewajarnya orang yang bekerja mendapatkan upah. Namun penghasilan yang diterima itu akan menjadi aneh ketika kinerja yang ditunjukkan dan dirasakan oleh rakyat tidak maksimal. Antara yang diterima dan yang dihasilkan suangat timpang. Sebagai rakyat, jelas saya sakit hati membaca rincian yang saya terima itu. Lebih-lebih saya tidak merasa terwakili dan menganggap mereka bukan wakil rakyat di mana saya ada di dalamnya. Dari laporan media yang menyoroti tingkah polah mereka, bagaimana rakyat bisa legowo para anggota dewan yang terhormat itu digaji dengan jumlah yang fantastis?

Barangkali rincian tersebut sifatnya rahasia sehingga hanya sebagian orang saja yang tahu. Namun ini jaman digital, bisa dikatakan tidak ada apapun yang bisa ditutupi lama-lama. Semua bisa terbongkar dan tersebar secara masif. Kalaupun  itu hanya hoax yang disebarkan, toh perilaku anggota dewan yang ditunjukkan sering mengecewakan rakyat. Bukannya mati-matian membela kepentingan yang diwakili, justru malah memperbesar perut sendiri. Siapa yang diwakili kalau begitu?

Jika justru harta dan hati rakyat yang terus digerogoti wakilnya sendiri, apakah masih layak mereka disebut wakil rakyat? Barangkali salah satu syarat untuk bisa terpilih menjadi wakil rakyat negeri ini meskipun tidak tertulis dan tidak diakui adalah tidak berhati nurani dan sudah putus urat malunya. Dengan demikian, waktu usulan kenaikan gaji dan penambahan tunjangan yang berlabel macam-macam diajukan, mereka dengan gembira menyepakati dan memperjuangkannya. Meskipun rakyat di belakangnya termehek-mehek prihatin dengan kelakuan mereka, the show must go on.

Harus bagaimana lagi rakyat ini agar bisa mendapatkan manusia amanah yang betul-betul memikirkan dan berjuang untuk rakyat? Rasanya rakyat juga tidak keberatan wakilnya memperoleh gaji dan tunjangan sebesar itu bahkan bila perlu lebih seandainya mereka memang pro rakyat, bukan demi kepentingan pribadi, keluarga, partai, dan kroni-kroninya.

Jangan salahkan bila ada sebagian rakyat merasa masih terjajah di era merdeka ini. Mereka bukan cengeng, tetapi adalah orang-orang yang tidak berdaya. Heranlah jika di negara merdeka ini rakyat harus mengungsi karena ketidakbecusan penguasa mengelola bencana. Slogan baru yang kemudian muncul: merdeka atau ngungsi!

Saya hanya berdoa, mudah-mudahan rincian di atas hanyalah sebuah kebohongan publik. Saya juga berdoa, semoga mereka yang menerima uang rakyat itu memiliki komitmen untuk membuktikan bahwa DPR memang singkatan dari Dewan Perwakilan Rakyat, bukan yang lain. Dengan demikian, saya terpaksa mengganti judul yang saya buat untuk tulisan ini.

Sumber gambar: gedung DPR

Exit mobile version