Memasuki tahun baru ibarat menyeberangi Bridge of No Return atau Jembatan Tak Kembali. Kita tidak mungkin balik lagi ke masa lalu meski hanya sedetik.
Sebagian orang membuat resolusi di awal tahun baru. Sementara itu sahabat saya menulis di dinding Facebooknya sebuah status yang bernada protes terkait dengan resolusi: Kenapa resolusi selalu dianggap sebagai hajat tahunan?. Saya sendiri juga tidak beresolusi. Saya lebih suka mengalir dan berjalan dengan tidak terlalu fokus dengan yang namanya resolusi. Barangkali hal ini karena saya bukan termasuk kategori well organized people yang terencana dan tertata rapi segala sesuatunya dalam menjalani hidup ini. Buktinya sekarang, bukannya menulis sebuah resolusi, di hari kedua tahun baru ini saya lebih memilih bercerita tentang hal-hal menarik dan menginspirasi yang terdapat di negeri ginseng Korea (Selatan).
Jika saya cerita tentang Korea Selatan, bukan berarti saya baru pulang dari sana. Apa yang saya dongengkan ke anda ini merupakan oleh-oleh dari teman yang kembali ke rumahnya di Bojonggede. Teman saya ini bersama keluarganya sedang berlibur selama dua bulan. Universitas Hankuk tempat dia mengajar sedang libur. Bukan hanya perguruan tinggi, anaknya yang kelas tiga SMP dan seluruh tingkatan sekolah semuanya libur. Betul-betul efektif efisien dengan libur serentak semacam ini. Kapan Indonesia bisa seperti ini dan mengapa tidak menerapkan libur sekolah dalam waktu bersamaan untuk seluruh tingkatan pendidikan? Tidak mungkinkah? Mengapa tidak mungkin?
Teman sekaligus guru saya, Maman S. Mahayana, yang biasa saya panggil Pak Maman ini membawa buah tangan berupa cerita menarik selain cenderamata lainnya. Dikisahkan bagaimana orang-orang Korea Selatan begitu peduli dengan kebersihan. Seperti dia ceritakan, sisa salju di bandara yang terinjak sepatu dan berwarna kehitaman dipungut dengan tisu oleh orang lewat dan dimasukkan ke keranjang sampah. Para pedagang pasar tradisional selalu menjaga kebersihan baik di sekitar lapaknya sendiri maupun lapak pedagang lain yang ada di dekatnya. Meskipun pasar tradisional, semua bersih bahkan tidak ada genangan air atau becek di deretan pedagang ikan. Walaupun terlihat mudah, menjaga kebersihan menjadi hal yang tidak gampang dilakukan di Indonesia. Entah sudah berapa kali saya melihat orang yang ada di dalam mobil membuang sampah ke jalan, termasuk mereka yang ada di dalam mobil mewah.
Sambil menikmati permen Korea, saya bengong mendengarkan penuturan Pak Maman. Saya bengong karena merasa apa yang dia ceritakan sebenarnya bisa dilakukan di sini. Tetapi mengapa menjadi begitu sulit dikerjakan? Angkutan umum misalnya. Di Korea Selatan segala jenis angkutan umum sangat nyaman. Angkutan seperti bis dan kereta api semua dilengkapi dengan AC, tidak empet-empetan, dan ongkosnya sangat murah. Kemudahan dalam membayar ongkos juga disediakan. Penumpang bisa membayar dengan uang tunai, kartu langganan, kartu atm, atau kartu kredit. Jika kenyamanan tranportasi umum di Jakarta atau kota lain di Indonesia seperti itu, masyarakat terutama yang memiliki kendaraan pribadi pasti dengan senang hati mau menggunakan angkutan umum.
Wisata di Korea Selatan terorganisir dengan baik. Begitu juga dengan pengelolaan tujuan wisata. Tempat wisata yang biasa bisa memberikan kesan luar biasa terutama bagi wisatawan dari luar Korea Selatan, contohnya perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan. Di tempat tersebut, wisatawan hanya melihat perbatasan dan tentara yang menjaga dari kedua negara. Meskipun hanya melihat perbatasan, ternyata obyek wisata itu begitu menarik pengunjung. Walaupun untuk menuju ke tempat itu dibutuhkan ijin khusus bahkan keluarnya surat ijin bisa satu minggu atau lebih, para pengunjung tetap bersedia melakukannya. Perbatasan yang dikenal dengan DMZ (Demilitarized Zone) merupakan sebuah daerah kosong yang membelah Korea Utara dan Korea Selatan dengan panjang 250 km dan lebarnya kurang lebih 4 km.
DMZ ini merupakan wilayah kosong yang menjadi buffer zone antara kedua negara. Di tengah DMZ inilah terdapat garis perbatasan yang disebut MDL (Military Demarcation Line) yang kedua ujungnya dijaga tentara dari masing-masing negara. Di sisi Korea Selatan, selain dijaga tentara Korea Selatan, bagian ini juga dijaga tentara PBB yang diwakili Amerika. Ada banyak larangan yang harus dipatuhi wisatawan yang mengunjungi wilayah perbatasan ini. Mereka tidak boleh berpakaian warna coklat yang sewarna dengan seragam militer, tidak boleh menunjuk atau melakukan gerakan yang provokatif adalah beberapa dari aturan-aturan yang harus dipatuhi.
Obyek wisata DMZ juga menyediakan suvenir bagi pengunjungnya. Pak Maman membawa pulang cenderamata yang sebenarnya sepele tetapi karena memiliki nilai sejarah maka menjadi lain kesannya. Cenderamata itu berupa potongan kawat berduri dengan sedikit penjelasan sejarah tentang kawat tersebut. Jika di Indonesia barang itu menjadi dagangan orang-orang Madura sebagai besi rongsokan, di Korea Selatan sana kawat berduri karatan yang tidak terpakai menjadi benda kenang-kenangan bagi siapapun yang mengunjungi DMZ. Nilai jualnyapun otomotasi menjadi tinggi. Bila dirupiahkan, sepotong kawat berduri karatan dengan panjang sekitar 15 cm itu berharga 15.000 Won atau Rp 120.000.
James Bond Pernah di Bridge of No Return
Bila di awal tulisan ini saya menyebut Bridge of No Return atau Jembatan Tak Kembali, itu adalah sebuah konotasi. Ada satu obyek wisata yang terdapat di garis perbatasan dalam DMZ yang disebut Bridge of No Return (wikipedia.org). Kalau yang satu ini merupakan sebuah denotasi. Sebuah frasa yang memang berujud secara fisik. Sebuah jembatan yang menghubungkan wilayah Korea Utara dan Korea Selatan. Jembatan bersejarah yang bisa anda lihat di awal film James Bond Die Another Day. Disebut Bridge of No Return karena siapapun yang menyeberangi jembatan itu bakal tindak kembali karena ditembak mati. Itu kisah versi Pak Maman, seorang sahabat sekaligus guru yang pernah saya tulis atau sebut dalam tiga artikel yaitu Pertemanan, Semiotika, dan Berita Kehilangan.
Versi Wikipedia agak berbeda. Jembatan tersebut dinamakan Bridge of No Return karena saat Perang Korea tahun 1953, para tawanan perang yang ditangkap tentara Amerika dibawa ke jembatan itu dan diberikan pilihan tetap tinggal atau menyeberang jembatan. Jika tawanan memilih menyeberang maka dia tidak diijinkan untuk kembali lagi.
Memasuki tahun baru memang ibarat menyeberangi Bridge of No Return atau Jembatan Tak Kembali. Yang ini bukan karena diberi pilihan tetapi merupakan sebuah kesempatan. Kita memang tidak mungkin kembali. Namun demikian, kita wajib bersyukur karena telah diberi kesempatan melanjutkan kehidupan ini.
Sumber gambar: Bridge of No Return (wikipedia.org), DMZ, dan koleksi pribadi.
memang rumput tetangga slalu tampak indah spertinya.. rasanya klo cuma mengeluh kapan bs terjadi hal yg kita impikan, klo bukan dr diri sendiri.
artikelny menyenangkan jg bermanfaat pak, banyk unsur2 positif yg didapat steleah mmbaca artikel ini..:)
@Maman S Mahayana: wah-wah-wah, terima kasih telah dikunjungi dan diberi komentar. Penantian yg akhirnya terlupakan ternyata terbayarkan dengan masukan yg begitu berharga dan bermakna. Saya tersanjung atas kehadiran anda di sini, pak Maman. 😉 Mudah-mudahan ini bukan komentar yang pertama dan terakhir. 😆
Wong Kam Fung, sungguh saya terpesona membaca esai ini: mengalir begitu saja. Perbincangan kita yang ngawur itu ternyata bisa menjadi esai yang sangat informatif. Untuk sebuah esai di majalah yang ruangnya agak leluasa, tentu saja esai ini sangat layak muat, meski di sana-sini, masih ada satu dua kata-kalimat yang boleh dibersihkan. Untuk esai koran, fokus menjadi hal penting. Ilustrasi sebagai contoh kasus tetap dengan tidak meninggalkan fokus tadi.
Selamat dan terima kasih atas apresiasinya.
salam
msm
@Miftahgeek: permen ginseng dan permen kopinya rasanya agak aneh dan nggak ada yg dibawa pulang jadi oleh2nya cerita ini aja ya 😉
ternyata makna nya denotatif y kang -,-
btw itu oleh2 dari sono juga kang? bagi donk 🙂
@PeGe: bisa jadi. jembatan yg membuat yg melewatinya pergi untuk tak kembali 😉
@Ann: thanks a lot Ann for the return and hopefully not only this one but every article can make you back hehehe…
this kind of article make me return here
Banyak dari teman saiia, entah gimana, bikin resolusi yang sama untuk taun baru ini, Pak: Bikin resolusi 2012 -_-
Btw, berarti bridge of no return yang denotasi itu bener-bener sebagai jembatan ke ‘dunia lain yang kekal abadi’ ya, Pak.. 😛