Yang namanya organisasi itu mirip manusia. Dia bisa lesu, dapat juga bersemangat. Tergantung siapa yang menjalankan, organisasi menjadi trengginas saat dipimpin seorang yang tangkas, bisa letoy saat dijalankan manusia sotoy.
Orang-orang yang berada di dalam sebuah organisasi ibarat naik bis. Ke mana pemimpin yang menjadi sopir membawanya, mereka juga akan terbawa. Bila tetap berada di dalam, jangan berharap akan sampai ke tujuan yang berlawanan arah. Jika ingin mencapai tujuan yang tidak searah dengan bis organisasi, melompatlah dengan gagah. Sebagian penumpang pasrah dengan cara mengemudi si sopir. Sebagian lagi berteriak-teriak tetapi tetap tinggal di dalam. Sisanya memutuskan loncat keluar meskipun sekujur tubuh lecet dan baret-baret.
Barangkali anda menganggap penumpang yang memilih tinggal di dalam bis meskipun sopirnya diragukan keahliannya adalah orang-orang yang bodoh dan tidak bernyali. Mereka tahu apa yang sedang terjadi dan bakal menimpa bis yang membawa tetapi memilih untuk diam. Namun mungkin saja yang terjadi adalah karena ketidakberdayaan mereka menghadapi kondisi seperti itu. Mereka tidak tahu apa yang musti dilakukan. Akhirnya mereka memilih pasrah terhadap keadaan. Meskipun tidak suka dengan cara pemimpin mengendalikan organisasi, mereka terpaksa menyerahkan nasibnya.
Yang gaduh di dalam tetapi tetap tinggal mungkin saja tipe orang yang diibaratkan tong kosong berbunyi nyaring. Ramai tapi tidak berisi. Heboh tetapi tidak berani mengambil keputusan melompat pergi. Seperti mereka yang memilih pasrah, bisa jadi orang-orang ini juga kebingunan untuk bisa keluar. Sangat mungkin mereka tidak percaya dengan kemampuan sendiri. Atau bisa juga karena menunggu kesempatan terbaik untuk loncat.
Mereka yang memilih loncat keluar dari bis mungkin dianggap tidak penuh perhitungan. Kenekatan yang mereka lakukan dilihat sebagai sebuah ketololan yang mencelakakan. Meskipun orang lain berpendapat seperti itu, bisa jadi yang melakukan memang sudah melakukan hitung-hitungan. Mereka melompat setelah berhitung dengan cermat. Akibat yang bakal diterima sudah diperkirakan. Tubuh lecet-lecet merupakan resiko yang sudah siap dihadapi.
Dua pandangan yang berbeda tentang karyawan itu bisa berasal dari pemimpinnya. Apakah hasilnya positif atau negatif, tergantung cara si pemimpin memandang. Jika kacamata yang digunakan untuk menilai karyawan positif, hasilnya pasti positif. Namun bila yang digunakan kacamata negatif, yang dihasilkan juga pasti negatif. Tidak muncul masalah seandainya pemimpin memiliki pikiran positif. Apa yang terjadi pada karyawan selalu dipersepsi secara positif. Dengan demikian, masalah seheboh apapun akan terselesaikan dengan baik. Sebaliknya kalau yang berada pada posisi memimpin sukanya suudzon, peristiwa sederhana bisa menjadi menggemparkan dan menimbulkan bencana.
Kembali ke analogi organisasi sebagai bis, kenyamanan karyawan yang berada dalam bis otomatis tergantung pemimpin yang menjadi sopirnya. Karyawan sebagai penumpang akan tenang ketika sopirnya mampu menciptakan rasa itu dengan pikiran dan perilaku positif. Meskipun pada kenyataannya, ketrampilan dia belum seberapa dalam mengemudi. Sebaliknya, karyawan akan saling curiga dan tidak nyaman saat pemimpinnya merasa sebagai penguasa sehingga sah-sah saja bersikap otoriter dan bertingkah arogan. Walaupun dia sehebat Ayrton Senna da Silva, kehebatannya tidak menjamin kenyamanan penumpangnya.
Orang-orang yang kebetulan berada dalam posisi memimpin tetapi bersikap otoriter dan arogan biasanya salah satu penyebabnya adalah kedangkalan wawasan kepemimpinan (leadership insight). Agar kelemahan tersebut tertutupi, sikap itulah yang kemudian diambil. Pemimpin yang seperti ini biasanya juga tidak menyadari tindakan bodohnya itu. Hasil akhirnya, jangan heran bila mereka kemudian menjelma menjadi pemimpin sotoy. Dengan ke-sotoy-annya, bagaimana mungkin mereka bisa menjadi pemimpin yang memimpin? Dan yakinkah anda, bis karyawan akan sampai tujuan?
Catatan:
trengginas : lincah
letoy : lemah
sotoy : sok tahu
Sumber gambar: di sini
@yeast infection pregnancy: silakan mas
numpang baca artikelnya mas… 🙂
@ibn_anwar: sholat berjamaah memang aplikasi ilmu manajemen yg tdk ada matinya 😉
Refleksi Sholat berjamaah…
Jika imam Batal maka harus menyadari dan sadar diri kalo dia batal n keluar dalam barisan (menjadi Imam/ Pemimpin).
tepat dibalakang imam org yang mengerti dan harus cepat menggantikan posisinya jika imam batal.
untuk pemimpin model ini,,, bebal juga ya. harus banyak belajar dari Balita…
[…] Keberadaan pemimpin bayangan ini bisa saja berdampak positif atau sebaliknya. Positif tidaknya efek yang ditimbulkan bagi jalannya organisasi jelas tergantung pada pemimpin bayangan itu, bukan pada pemimpin resmi. Jika pemimpin bayangan menjalankan fungsinya sebagai pemimpin yang amanah, anggota organisasi tentunya tidak mempermasalahkan hal itu. Namun jika kendali yang ada di tangan membuat pemimpin bayangan merasa boleh melakukan apa saja sesuai keinginan dirinya, anggota organisasi tinggal menentukan pilihan: tetap di tempat itu dengan segala konsekuensinya atau angkat kaki. Sebelum anda ikut membantu anggota organisasi tersebut menentukan pilihan, sebaiknya anda baca dulu tulisan Bis Karyawan & Pemimpin Sotoy. […]
Wah, pas banget memparodikan kejadian mudik dengan kondisi negara kita kang 🙂
@unggul: oh iya, thanks (trengginas=lincah)
kalo trengginas apaan pak tulis juga loh artinya di footnote 🙂