Pertanyaan yang Tertinggal

7
1855

sunat, khitan, sirkumsisiMasih terkait dengan cerita berjudul Anakku Dilaser. Kali ini tentang kegundahan yang masih menggantung di hati dan pikiran sampai sekarang. Kegundahan itu berupa pertanyaan yang perlu dijawab. Mudah-mudahan anda bisa membantu menjadi terang sehingga kegundahan ini dapat hilang. Setidaknya berkurang.

Mengapa gundah itu hadir? Saya gundah saat anak kedua disunat sebagaimana saya kisahkan dalam Anakku Dilaser. Cara dia disunat dengan laser sama dengan kakaknya dulu. Namun proses, waktu dan efek yang dihasilkan sangat berbeda. Itulah yang membuat saya bertanya-tanya. Meskipun dokter sudah menjelaskan tetapi terus terang penjelasan yang dia berikan belum sepenuhnya bisa saya terima.

Awalnya saya tidak ingin berada di sebelah Reyhan saat dia disunat. Bukan masalah tega, tetapi justru karena tidak tega melihatnya yang menyebabkan saya memutuskan menunggu di lantai bawah. Namun ketika proses berlangsung, raungan kesakitan dia membuat saya lari ke atas dan ketidaktegaan saya harus saya pinggirkan. Ibunya yang sudah mendekapnya tidak mampu menghentikan atau mengurangi kesakitan yang dia rasakan. Bagaimana dokter itu melaksanakan tugasnya dengan jelas saya saksikan. Yang membuat saya langsung jatuh kasihan kepada Reyhan, dokter itu mengkhitannya tidak bisa sekali potong langsung putus tetapi diulang-ulang, semili demi semili. Beda dengan kakaknya yang dulu dikhitan menggunakan laser juga. Saat kakaknya disunat, alat pemotongnya bisa sekali jalan meskipun tidak terlalu cepat dan frenulum (kulit penutup depan dari penis) langsung putus.

Begitu selesai, saya mengikuti dokter turun ke bawah dan mempertanyakan kenapa prosesnya lama dan di ulang-ulang. Jujur saja jawabannya tidak membuat saya puas. Argumen medisnya tidak menyebabkan saya tenang. Raungan kesakitan Reyhan di ruang atas masih sangat jelas terdengar ketika dokter itu menjelaskan alasan proses penyunatan yang lama kepada saya. Dia katakan memang harus begitu. Justru yang lama yang bagus dan itu proses yang benar. Dengan demikian tidak akan terjadi pendarahan. Beda dengan proses khitan yang dilakukan dengan cepat seperti kakaknya Reyhan. Itu justru berbahaya karena kemungkinan terjadi pendarahan akan besar. Apakah memang seperti itu? Bagi saya yang awam, penjelasan itu terkesan mengada-ada. Saat saya tanyakan mengapa motongnya harus diulang-ulang, dia katakan karena frenulum yang tebal dan ada banyak kotoran di dalamnya. Betulkah? Apakah bukan karena alatnya yang tumpul?

Anda yang mengerti tentang proses khitan menggunakan laser, barangkali mau berbaik hati membantu pak dokter menjelaskan. Apakah memang harus pelan dan diulang-ulang dalam memotong frenulum? Nyatanya kakaknya lebih cepat dan sekali potong, dan tidak ada masalah apa-apa. Berdarahpun tidak.

Reyhan berusia 10 tahun dan kakaknya 8 tahun saat mereka disunat. Apakah frenulum seorang anak berusia 10 tahun begitu alot dan tidak bisa dipotong sekali jalan seperti anak berusia 8 tahun?

Karena kegundahan itu, saya bertekad bila nanti menyunatkan lagi, saya tidak akan membawanya ke tempat tersebut. Untungnya saya tidak perlu melakukan itu karena anak saya hanya dua dan keduanya telah dikhitan.

Saya bukan bermaksud mendiskreditkan dokter atau tempat yang menyunat anak saya. Nama dokternya saja saya tidak tahu. Saya tidak akan mengeksposnya di sini. Namun bila anda ingin mengetahui tempat anak pertama dan kedua saya dikhitan, saya bisa kirimkan ke anda lewat email. Barangkali anda akan menimbang-nimbang dahulu sebelum mengirim anak anda ke tempat yang kemudian anda sesali.

Sumber gambar: di sini

NB: Hari ini kita merayakan Idul Fitri 1 syawal 1431 H, untuk itu saya sekeluarga mengucapkan selamat berlebaran mohon maaf lahir dan batin.

7 COMMENTS

  1. […] Hubungan antar anggota keluarga adalah hubungan emosi, bukan hubungan penjual dan pembeli. Saya masih ingat ketika anak pertama saya jatuh dari kamar mandi. Mulutnya jontor dan berdarah, jidatnya benjol sebesar telor puyuh. Dia yang kesakitan dengan musibah itu tetapi saya yang menangis tersengal-sengal. Bahkan setiap ingat kejadian itu atau menuliskannya seperti sekarang ini, dada saya tiba-tiba menjadi sesak dan air mata langsung menggenang di pelupuk. Saat anak kedua saya dicabut giginya, saya yang gentar. Jantung ini empot-empotan. Kejadian ini saya abadikan dalam sebuah tulisan berjudul Ujian. Ketika dia disunat, dada saya kembali sesak dan berlinang air mata merasakan kesakitan yang dialaminya. Untuk yang satu ini saya malah sempat membuat dua tulisan yaitu Anakku Dilaser dan Pertanyaan yang Tertinggal. […]

  2. @sjafri: si anak melolong-lolong kesakitan saat proses disunat seperti tanpa anaestesi. saya hanya begitu kasihan melihatnya pak prof. tapi skg si anak sudah 99,99% sembuh kok 😉
    anyway, terima kasih masukannya pak prof

  3. setahu saya metode laser co2 yg saya baca dari beberapa sumber …sebelum dilaser dilakukan suntik kebal (anaestesi lokal), preputium ditarik, dan dijepit dengan klem….lalu Laser CO2 digunakan untuk memotong kulit yang berlebih….setelah klem dilepas,kulit telah terpotong dan tersambung dengan baik, tanpa setetes darahpun keluar…kulit harus tetap dijahit supaya penyembuhan sempurna…dalam 10-15 menit, sunat selesai….jadi kalau ada rasa sakit bisa ditanyakan ke dokter ybs apakah itu terjadi ketika dilaser atau pascalaser…atau ketika dijahit obat baalnya sudah habis…

  4. hmm sori gak bisa membantu karena gak ngerti juga.
    tapi pengalaman dulu waktu si andrew disunat (waktu itu masih usia 3 bulan) sih cepet ya prosesnya. tapi ortunya gak boleh ngeliat, makanya saya gak tau dah gimana prosesnya. dan gak pendarahan kok…

    hasilnya pun rapih dan bagus. yang ngomong bagus nih temen saya, dia ngebandingin ama hasil sunat anaknya. hahaha. 😛 akhirnya temen saya pas anak kedua pergi sunatnya ke dokter yang kita pake… 😀

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here