Orang-orang Sensitif

22
1630

“Menjaga perasaan, perlukah?” Itu kalimat yang pernah saya tulis di buku kecil saya yang saya gunakan untuk menaruh ide yang terlintas. Dulu, lama sekali. Ke mana-mana buku ide itu saya bawa agar ide-ide yang suka tiba-tiba muncul bisa saya ikat dulu sehingga tidak lewat begitu saja. Baru bila sudah ada waktu untuk menulis, ide-ide yang saya kumpulkan itu tinggal dipilih mana yang akan dikembangkan. Saat ini, saya rasa sudah tiba waktunya mengembangkan ide di atas menjadi sebuah tulisan. Mudah-mudahan menarik bagi anda. Mengapa baru sekarang? Saya akan jawab nanti.

Mengapa ide yang terkait dengan perasaan itu saya tulis, saya masih ingat penyebabnya. Saya menuliskan ide itu karena saat itu ketemu dengan orang yang sensitif, terlalu sensitif malah menurut saya. Saking sensitifnya sehingga sampai muncul pertanyaan dalam hati, “Perlukah menjaga perasaan manusia macam itu, yang begitu sensitif?”

Sudah galibnya manusia diciptakan beraneka macam rupa, bentuk, serta kepribadian selain jenis kelamin agar kehidupan ini tidak monoton. Bisa anda bayangkan akankah nyaman dan menyenangkan bila bumi ini misalnya isinya hanya manusia berkulit hitam, keriting, tinggi, dan pemarah semua?  Anda pasti akan bosan dan ingin segera pergi meninggalkan dunia ini (mati dong?). alangkah hambarnya hidup ini bila  ke manapun kita pergi akan selalu ketemu orang yang sama persis dengan kita. Sampai-sampai kita jadi bingung mengenali diri sendiri apakah kita ini manusia atau maneken (mannequin).

Sudah jelas hidup ini akan berwarna bila manusianya juga bervariasi. Bukan hanya perbedaan jenis kelamin tetapi juga warna kulit, jenis dan warna rambut, mata, hidung, postur tubuh, sampai kepribadian. Dan itulah sebenarnya yang menjadikan hidup ini menyenangkan. Kita bertemu dengan manusia yang berbeda. Karena berbeda, kemudian timbul rasa tertarik. Ujung-ujungnya, jatuh cinta. Hasilnya, perkawinan, atau yang halalan toyibban, pernikahan. Tidak sedikit kan manusia di dunia ini yang menikah dengan suku atau bangsa yang berbeda?

Berbicara tentang kepribadian yang berbeda, ini juga merupakan hal yang menarik. Manusia dengan kepribadian yang berlainan akan menjadi daya tarik bagi yang lain. Orang yang pendiam penuh misteri, misalnya, akan sangat memikat bagi orang yang rame, bawel, nggak bisa diam. Jenis kepribadian ini sebenarnya bukan barang baru. Ratusan tahun lalu seorang Hippocrates (Yunani, 400 SM) pernah mengelompokkan kepribadian menjadi empat yang disebut dengan sanguine, choleric, melancholy, phlegmatic, kemudian oleh Carl Gustav Jung dari Swiss diistilahkan dengan extrovert feeling, extrovert thinking, introvert thinking, introvert feeling. Masing-masing memiliki ciri yang spesifik dan bisa diidentifikasi. Florence Littauer kemudian menuliskan kepribadian-kepribadian itu dengan ciri-cirinya dalam bukunya Personality Plus (1996). Dia menuliskan ciri sanguinis yang populer sebagai pribadi yang extrovert, pembicara, dan optimis. Koleris yang kuat adalah pribadi yang extrovert, pelaku, dan optimis. Melankolis yang sempurna merupakan pribadi yang introvert, pemikir, dan pesimis. Phlegmatis yang damai adalah introvert, pengamat, dan pesimis. Dari ciri-ciri yang digambarkan secara global itu, kira-kira anda termasuk yang mana?

Dari keempat kepribadian itu, ada satu yang memiliki sensitifitas tinggi. Paling tinggi dibandingkan tiga lainnya. Begitu sensitifnya sehingga sampai-sampai seperti barang pecah belah yang terbuat dari kaca yang sangat tipis. Sangat mudah sekali retak kemudian pecah berkeping-keping. Baik kah tingkat kepekaan yang seperti itu? Saya rasa tidak. Dan mungkin anda juga setuju dengan saya. Yang namanya terlalu, apapun, biasanya tidak baik.

Terus bagaimana kita harus bersikap terhadap orang-orang sensitif seperti itu? Tentu saja kita perlu menjaga dan berhati-hati saat berucap atau bersikap. Namun ada baiknya juga orang-orang seperti ini diajari untuk tidak terlalu sensitif. Bagaimanapun juga hidup di dunia ini pasti akan menghadapi berbagai macam jenis manusia. Tidak semua orang akan mengerti dan peduli dengan perasaan seseorang. Oleh karena itu mengelola tingkat kepekaan perlu dilakukan. Dan saya lebih suka tidak begitu peduli dan bermaksud memberi pelajaran saat bertemu dengan orang-orang yang terlalu sensitif. Terlihat kejam dan tidak berperasaan di mata mereka tentunya. Tetapi biarlah, saya akan tetap seperti itu. Agar mata mereka terbuka dan sadar bahwa terlalu sensitif itu tidak baik, bahwa tidak setiap orang yang ditemui akan peduli dengan perasaannya. Silakan anda mengutuk saya bila anda termasuk orang yang memiliki perasaan yang terbuat dari kaca dan tidak setuju dengan sikap saya yang di mata anda terlihat begitu sadis.

Memang, sensitifitas itu penting. Rasa itu bisa menjadi alarm kewaspadaan kita, dapat mengelola perasaan. Dan itulah fungsi dan manfaat yang terkandung di dalamnya. Namun bila tingkatnya sudah overdosis, tidak ada lagi kebaikan di dalamnya. Ibaratkan saja dengan obat. Akankah sakit anda sembuh setelah minum obat melebihi takaran?

Perihal jawaban dari pertanyaan yang saya sampaikan di akhir dari paragraf pertama tulisan ini, mengapa saya baru menuliskannya sekarang adalah karena saya ketemu kembali dengan orang yang menurut saya terlalu membiarkan perasaannya menguasai akal sehatnya.

Sumber gambar:  di sini

22 COMMENTS

  1. Kalau seperti itu ceritanya sepertinya pembunuhan karena sakit hati / dendam serta bunuh diri akan tetap mewabah

    Kalau anda muslim :

    Banyak hadits yang memerintahkan untuk menjaga lisan, larangan menzalimi manusia, dan berlemah lembut

    Siksa Alloh amat berat bagi orang yang menzalimi orang lain / tidak menjaga kata2 nya

  2. @riva inka: Seperti yg sy tuliskan, sangat mungkin saya akan dianggap orang sadis saat tidak peduli dengan perasaan mereka yg saya anggap terlalu sensitif. Tetapi saya juga setuju jika ngomong ‘baik-baik’… bilang memang hal itu perlu dan bisa dilakukan. Mau ngomong dulu atau tidak, itu hanyalah pilihan yang bisa kita ambil. Anyway, terima kasih telah mau berkunjung dan berkomentar.

  3. mau tanya niiih kalo misalnya katanya kan anda mau memberi pelajaran sama mereka dgn gak begitu peduli sama mereka ,, apa mereka bisa menanggkap itu semuaa ?? bukannya malah menimbulkan konotasi yg berbeda,a, kalo mau memberi pelajaran baik sama mereka bukaannya lebih baik ngomong langsung secara baik baik sama mereka ,, biar kedua belah pihak sama sama membuka jalan pikir mereka??

  4. Aq orgnya sensitif bgt. Setiap ada hal yg ga sesuai dg diri atau ga mengenakkan diri, aq suka langsung nangis tersedu2.wlp hanya masalah sepele. Aq tw itu salah, tp aq ga bs menahan rasa kesensitifitasan diri. Please ada yg punya tips ga bwt meminimalisir rasa sensitif yang aku alami? Aq rasa aq punya rasa sensitif yg akut.

  5. y emank s….orang yang sensitif kadang2 ad wktu baiknya kadang2 ad bruknya…so
    yg penting hidup ni happy2 aj
    gk usa bnyak pkirin…

  6. ….kaya’nya yang buat tulisan ini juga cukup sensitif… artinya, gak ada yang ga sensitif kan?– — cuma mungkin emang kadarnya– ada yang sedikit, banyak, atau sedang2 sj atau nyaris gak ada– jangn dl men’judge orang sensitif gak tahan dngn hal yng sifatnya bikin sensitif– semua orang kan punya karakternya masing2- biar gak monoton- nak semua harus kaya ‘kita dan nuruti maunya kita’ sendiri yoo angel nho.. Tp kesensitifan ada manfaatnya juga kan?- buktinya, bisa jadi bahan tulisan….. Jk kdar sensitifitas dibilang gak blh berlebihan- menilai orang jg gak blh berlebihan– berarti, sama2 sensitif kalo gt….

  7. Satu lagi kang, mudah2an yg akang tulis sebagai tagline blog ini bahwa “aku berpikir sebelum aku bicara, aku berpikir sebelum aku berbuat, aku berpikir sebelum menilai” bisa akang praktekkan dlm kehidupan sehari2 ya … BRAVO !!

  8. Betul jg ya kang, yg terlalu memang ga baik, tp gimana dg orang yg suka komentar yg ga perlu? Apa org2 semacam ini ga hrs belajar bahwa ga baik mengumbar komentar? Di-rem dikit kali mulutnya .. jgn menuduhkan sesuatu yg ga dilakukan …

    Jd mnrt sy sih .. hrs dua2nya meng-upgrade personality-nya. Bukan cuma satu pihak .. Kalau cuma pengen org lain ga sensi tp kita ga jaga mulut ya sama juga sami mawon …

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here