Memonyetkan Manusia

10
2237

Dalam teori manajemen ada istilah if you give peanut you will get monkey. Jika anda monyet, pasti suka kacang. Aaahhhhh… ngaco!

Tapi benar! Ungkapan itu memang benar-benar ada. Ungkapan yang menggambarkan hubungan sebab akibat. Hubungan antara kualitas pekerja dengan standar upah yang diberikan oleh perusahaan. Kira-kira mungkinkah sebuah perusahaan dapat memperoleh tenaga berkualitas hanya dengan memberi gaji kecil? Mungkin! Kenapa tidak? Anda betul jika menjawab mungkin. Apa sih yang tidak mungkin? Semua serba mungkin kecuali satu. Ada satu yang tidak mungkin. Makan kepala sendiri! Bercanda dan main-main memang. Namun hal itu menunjukkan betapa tidak ada sesuatupun yang mustahil dilakukan. Ucapan yang berkesan main-main itu mengajarkan bahwa berdaya upaya, berikhtiar, itu perlu dan harus dilakukan. Sesuatu menjadi tidak mungkin kadang-kadang berangkat dari persepsi dan asumsi. Ketika yang diperkirakan tidak mungkin itu mau dicoba dulu, bisa saja ternyata menjadi mungkin. Malahan berhasil dengan gemilang.

Kemungkinan perusahaan mendapatkan karyawan handal dengan gaji murah pasti ada. Namun sampai berapa lama karyawan itu mau bertahan? Kecuali memang tipe orang yang nrimo dan tidak berani ambil resiko, karyawan itu pasti kabur mencari perusahaan lain yang lebih menjanjikan. Anda yang sekarang sebagai karyawan, apakah anda merasa yang termasuk mendapatkan kacang? Saya tidak bilang monyet lho.

Ngomongin tentang kacang dan monyet, ada perusahaan yang memperlakukan karyawannya sebagai monyet. Hal ini bisa terjadi kemungkinan besar karena manajemen yang tidak profesional. Bila diurutin lagi, pelaku-pelaku manajemen lah yang paling bertanggung jawab. Mereka yang sebenarnya penyebab manajemen menjadi  tidak profesional. Mengapa hal itu bisa terjadi? Banyak aspek yang bisa dikupas dan dibicarakan. Dan saya jamin tidak akan cukup hanya dengan tulisan selembar dua lembar. Selain itu, kemungkinan juga akan membosankan dan melelahkan bila dioprek-oprek di sini. Intinya, memonyetkan karyawan bisa terjadi karena ada kesalahan dalam pelaksanaan manajemen (mis-management). Bagi perusahaan yang sudah mapan (manajemennya) dan juga profesional, salah menilai prestasi karyawan kemungkinan kecil terjadi. Faktor like dan dislike tidak punya peluang dalam proses penilaian. Kalaupun ada porsinya sangat minim. Sistem penilaian yang sudah standar akan mencegah terjadinya penyimpangan karena subyektifitas.

Di lain sisi, ada karyawan yang menganggap dirinya memiliki kemampuan gorila tetapi sebenarnya monyet. Akibatnya, ketika hasil penilaian itu keluar dan dia dinyatakan tidak mampu, dia tidak terima. Inilah yang namanya’ tidak tahu kalau dirinya tidak tahu’. Orang seperti ini suka berpikiran negatif terhadap orang lain. Perusahaan dia anggap tidak peduli dengan prestasi karyawan, manajemen pilih kasih terhadap karyawan, atau prasangka-prasangka negatif lain.

Yang menyakitkan memang ketika kita ini merasa mampu dan memang benar-benar mampu tetapi kemampuan kita tidak dihargai dengan selayaknya. Jadi, kita ini sebagai kingkong tetapi diperlakukan sebagai monyet. Dengan demikian imbalan yang diterima ya sama seperti yang diterima seekor monyet. Upah yang seharusnya bisa lebih pada kenyataannya minim. Bila ini yang terjadi, tindakan awal yang perlu diambil adalah mengingatkan dan membukakan mata pengambil keputusan agar bisa mengenali bahwa kita ini kingkong, bukan monyet. Jika hal itu tidak berhasil, tidak bisa tidak, si kingkong harus keluar kandang. Kita harus memutuskan untuk mundur dari tempat tersebut. Masalahnya adalah, berani nggak mengambil keputusan itu?

Keputusan itu bisa gampang bisa susah. Bukan masalah karena sudah menikah atau masih jomblo. Sudah berkeluarga memang menjadi pertimbangan ketika harus memutuskan mundur dari pekerjaan. Namun sebenarnya yang lebih berperan adalah keberanian mengambil keputusan itu. Jomblo sekalipun tidak akan berani memutuskan berhenti bekerja dari tempat dia bekerja selama ini bila pada dasarnya dia penakut, atau lebih cocoknya tidak percaya diri. Orang yang seperti ini sering beranggapan bahwa akan sangat susah ketika harus mencari pekerjaan lagi. Apalagi jika umurnya sudah tidak muda lagi. Seolah-olah rejeki dia itu hanya ada di tempat itu. Oleh karenanya, meskipun merasa tidak dihargai karena gajinya kecil, juga tidak nyaman, tetap saja dia bertahan di situ. Siapa yang salah kalau begitu?

Saya tidak memihak anda yang monyet atau yang kingkong, atau anda yang punya kacang. Siapapun anda, percayalah bahwa pemilik kacang sejati adalah bukan bos atau majikan anda melainkan Penguasa Alam Raya ini. Tidak usah takut tidak akan mendapat rejeki. Jika anda sebenarnya kingkong tetapi dimonyetkan, beranilah bersikap.

10 COMMENTS

  1. tulisan bagus…itu artinya perusahaan perlu melakukan reposisi karyawan yg selama ini diposisikan sebagai unsur produksi belaka…mindset manajemen puncak harus diubah dimana karyawan sebenarnya sebagai aset perusahaan…sekaligus sbg unsur investasi efektif…karyawan harus ditempatkan sbg partner ketimbang sbg bawahan manajer…karena itu betapa indahnya kalau sistem majemen sumberdaya manusia yg selama ini masih terkesan konservatif…berubah menjadi msdm partnership…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here