Megalomania di Linimasa

9
1616

Tulisan ini hanyalah sebuah ungkapan keprihatinan terhadap perilaku tweep (pengguna Twitter) yang saya temukan di linimasa. Apakah perilaku mereka ini bisa dikatakan gejala gangguan jiwa yang dikenal dengan sebutan megalomania, saya tidak tahu karena saya bukan psikolog. Jika saya menyebutnya megalomania itu semata-mata didasarkan pada definisi dari istilah tersebut yang saya baca di KBBI.

Menjawab atau tidak pertanyaan orang lain di linimasa memang hak siapa saja. Begitu juga ketika ada orang menyapa, mau diam diri atau menanggapi, itu pilihan yang bersangkutan. Namun bila dikaitkan dengan etika, saya menilai pengabaian pertanyaan atau sapaan itu bisa dianggap sebagai tindakan yang tidak sopan. Ini pendapat pribadi lho. Silakan jika anda berpendapat lain.

Saya sering tidak habis pikir dengan mereka yang tidak mau membalas sapaan atau menjawab pertanyaan orang lain di linimasa. Sebegitu beratkah? Khusus bagi mereka yang kebetulan ketitipan popularitas, apakah status sebagai pesohor (selebriti, politikus, pejabat negara, dll.) memberikan hak untuk melakukan itu? Mereka yang termasuk figur publik harusnya semakin rendah hati dan menyadari bahwa posisinya saat ini bukan karena usaha dia sendiri. Orang lainlah yang paling berperan menjadikannya seperti itu. Mereka yang membuat dia dikenal mungkin saja wartawan, penggemar, atau bisa jadi orang biasa yang saat ini sedang menyapanya di linimasa. Jika banyaknya jumlah follower yang dijadikan alasan, menurut saya itu apologi basi. Banyaknya follower adalah konsekuensi logis sebagai seorang pesohor ketika mereka membuat akun Twitter. Menanggapi mereka adalah konsekuensi lanjutan yang seharusnya dijadikan kewajiban, bukan hak. “Mana mungkin menjawab semua pertanyaan atau menanggapi semua sapaan yang datang?” Mungkin itu sanggahan yang akan diajukan. Merepotkan dan melelahkan memang ketika harus menjawab atau menanggapi satu demi satu, tapi apakah memang benar sebanyak itu? Kalaupun tidak bisa merespon satu per satu, apa tidak bisa dengan cara lain yang membuat nyaman si penanya atau penyapa meski tidak ditanggapi?

Sapaan atau pertanyaan saya pernah dicuekin oleh tweep yang juga figur publik, dan saya yakin di antara anda pasti pernah mengalami hal yang sama. Saya tidak marah, hanya heran dan tidak habis pikir dengan perilaku semacam itu. Barangkali mereka enggan dengan sapaan atau pertanyaan yang buat dia sudah berulang-ulang dan juga dianggapnya sebagai basa-basi yang membosankan. Atau mereka merasa yang menyapa bukan kawan atau saudara, atau tidak setingkat sehingga wajib diabaikan. Entahlah. Apapun alasan tindakan mereka, pagi ini saya sempat membuat beberapa kicauan di linimasa yang saya beri hashtag #Megalomania, sebuah gangguan kejiwaan yang penderitanya menganggap dirinya orang hebat atau orang besar.

Kadang tak habis pikir dengan orang2 yang tak mau menjawab ketika ditanya, diam saat disapa. Mungkin ini gejala penderita #Megalomania.

Distorsi sosial hadir ketika para penderita #Megalomania ini mulai bermunculan, baik di dunia nyata maupun di linimasa.

Para penderita #Megalomania inilah yang paling pasti bakal menderita ‘post power syndrome’.

#Megalomania merupakan kelainan jiwa dg ditandai khayalan tentang kekuasaan dan kebesaran diri. Siapa yang berpotensi sbg penderitanya? >>

>> Para pemegang kekuasaan dan popularitaslah semacam politikus dan selebriti yang paling berpotensi menderita #Megalomania.

Orang biasa tak punya kuasa mungkin saja menderita #Megalomania. Namun saya lebih suka menyebutnya orang yang tak tahu diri. ;D

Jika sedang punya kuasa dan popularitas, biasa sajalah. Itu hanya titipan dan sementara kok. Kecuali memang penderita #Megalomania.

Ketika anda berada di linimasa, biasalah. Ramahlah pada siapa saja meski anda sedang ketitipan popularitas dan kekuasaan. #Megalomania

Bagi saya, siapapun yang saya temukan di linimasa adalah orang biasa. Mereka punya nyawa, spt saya, yang juga pasti akan mati. #Megalomania

Jika di linimasa, maulah untuk menegur dan ditegur, jawablah bila ditanya, jangan diam saat disapa. Jika tidak, jgn2 kita ini #Megalomania?

Dalam film Titanic ada OKB terheran-heran dg orang2 kaya lama yg tak acuh dg nyawa penumpang lain saat sudah berada di sekoci. #Megalomania

Ini hanya sekedar saran bagi anda, entah menyadari atau tidak, yang memiliki tanda-tanda sebagai seorang megalomania. Apapun jabatan dan profesi anda, atau siapapun anda, ketika masuk ke linimasa, ramahlah. Tak ada ruginya menanggapi sapaan atau pertanyaan orang lain. Kalaupun anda misalnya seorang figur publik, bukan berarti anda punya privilese untuk tidak menghiraukan tweep lain yang mencoba bersilaturahim dengan anda. Apalagi misalnya anda bukan siapa-siapa, apa yang anda gadang-gadang dalam bersikap asosial dalam media sosial?

Sumber gambar: di sini

9 COMMENTS

  1. @MT & ovan: Hahahaha… kalian memang para pecinta super hero. Santai sajalah, seperti yg aku bilang di tulisan itu, saya tak marah, hanya prihatin dan heran dengan perlakuan seperti itu. :mrgreen:

  2. suatu keadaan yang sangat… sangat biasa terjadi. Kita pun (mungkin tanpa disadari) juga melakukan hal yang sama terhadap orang lain, karena (lagi-lagi mungkin) ketidaksengajaan.

    dimaklumi saja, pak, karena bagaimanapun itulah kenyataannya di dalam pergaulan, baik dunia maya maupun nyata.

    Mengesalkan, mengecewakan dan pahit, memang. Tapi, itulah kenyataan yang harus kita hadapi.

    Saya sangat suka Megaloman, Lionman, Gaban, Sharivan, dan Voltus. 🙂

  3. biasa kang. itu biasa saya alami shg buat saya ya, cuma segitulah kadar perhatiannya dlm bersosialisasi.
    memang kadang kita lupa, popularitas jika tak diimbangi dg keluhuran budi hanya akan membentuk kepongahan.

    saya tak suka megaloman, sukanya lionman. hehe inget zaman Video waktu bocah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here