Dunia Lain

8
1500

dunia lainSaya datang dengan terbengong-bengong. Yang tersaji di depan mata tak mampu dicerna pikiran saya yang kosong. Barang mewah penguras kantong, foto tuan rumah bersama Kingkong, ah,  petinggi negara semisal SBY dan perempuannya atau wisata mancanegara seperti Hongkong, terpajang di seluruh ruangan. Tidak ada dinding atau sudut ruang yang kosong. Inilah dunia lain yang saya temukan malam itu. Benar, saya tidak bohong.

Dunia lain bagi sebagian orang, apalagi yang suka nonton acara tv, mengacu pada hal-hal mistis yang tidak masuk akal. Saya bilang tidak masuk akal karena hanya emosi yang dipakai bukan nalar. Yang akan saya tuliskan ini, dunia lain yang menjadi bagian dalam kehidupan keseharian saya, meskipun saya tidak hidup di dalamnya. Dunia yang dipandang dari mata orang awam yang hidup menyatu dengan lingkungan. Sebuah dunia yang pasti tidak beraroma kambing, tahi ayam di teras dan emperan samping, anak-anak kampung yang bermain di sekitar rumah, dan rimbunnya pohon jengkol, manggis, dan gandaria yang tinggi menjulang.

Dunia lain ini bisa saya temukan karena sebuah sms. Pesan singkat itu dikirim kakak sepupu sehari sebelumnya, berisi berita bahwa dia sedang berada di kota tempat saya tinggal karena sebuah urusan. Kami kemudian bertemu untuk melepas kangen. Hotel tempat dia menginap kebetulan hanya sekitar 15 menit dijangkau dengan motor. Ngobrol ngalor-ngidul mengalir meskipun tanpa judul. Maklum, kami ini orang-orang jadul.

Hingga pada akhirnya, kakak sepupu saya ingin memperkenalkan saya dengan orang yang menjadi tujuan dia datang ke kota ini. Katanya, orang ini merupakan alumni dari satu sekolah yang sama dengan saya. Namun dia lulusan 18 tahun lebih tua dari saya. Tanpa pikir panjang malam itu juga saya kemudian meluncur ke sebuah perumahan mewah di salah satu sudut kota Bogor di mana teman sealumni itu tinggal. Saat berkenalan dia menyebut namanya.

Kesediaan saya memenuhi ajakan kakak sepupu bertemu kenalannya semata-mata karena ingin tahu seperti apa keberhasilan yang sudah dicapai temannya itu. Keingintahuan saya itu muncul karena sebelumnya kakak sepupu saya sering mengungkapkan kekaguman atas kesuksesan teman dia. Apa yang diceritakan kakak saya benar adanya. Kenalan dia memang bisa dibilang orang sukses. Setidaknya jika dilihat dari komplek hunian dan rumah yang ditinggali. Dan itu pula, maksudnya komplek hunian dan rumah megah, yang menjadi dunia lain bagi saya.

Memang bukan pekerjaan mudah bagi orang kere macam saya untuk memahami gaya hidup manusia dunia lain. Dunianya bukan dunia saya. Apa yang terlihat di mata saya sangat sulit saya cerna. Saat memasuki komplek hunian itu saya disambut oleh pos satpam dan portal panjang penghalang jalan. Di dalam pos ada tiga, empat, atau lima satpam, saya tidak ingat dan memang tidak begitu memperhatikan saat itu, yang bermata elang. Tajam menghujam ke setiap orang yang datang maupun pergi menghilang. Di samping portal disisakan sedikit celah untuk becak dan motor berlalu-lalang. Di celah sempit itulah saya melenggang.

Ternyata portal yang barusan saya lalui bukan satu-satunya. Ada dua portal lagi, pos satpam dan sejumlah petugasnya yang harus dilewati untuk bisa sampai ke rumah yang dituju. Sama seperti rumah-rumah lain di dalam komplek itu, rumah kenalan kakak sepupu itu begitu besar, luas, dan bertingkat. Bukan sekedar house, tapi sebuah mansion. Ketika saya berada di lantai dua, kerlap-kerlip yang berasal dari rumah penduduk di lereng Gunung Salak terhampar di kejauhan. Sementara itu, angin malam begitu kuat menerpa hingga membuat saya tak mampu bertahan berada di ketinggian teras rumah itu dan dipaksa masuk kembali. Angin Bogor begitu dingin menusuk sampai ke dalam-dalam.

Cukup lama saya berada dalam dunia lain yang berujud rumah megah di komplek hunian mewah. Sampai saya pulang, gambaran dunia lain itu masih melayang-layang. Saya masih tidak merasa bahwa telah berada dalam dunianya manusia biasa seperti saya adanya. Dan ternyata, meskipun sama-sama rumah manusia, saya merasakan hal yang berbeda saat memasukinya.

Sumber gambar: di sini

8 COMMENTS

  1. Hiya dunia lain.. dah enam bulan ini juga Om hidup didunia lain, pake kemeja tiap hari, celana item, sepatu pantopel, rambut di gatsby, badan pake spray, mulut disemprot aroma segar, duduk didepan komputer yang padahal dulunya tak terbayangkan sama sekali. Sungguh dunia lain ini masih misteri Ilahi. hehe pish ah

  2. @sjafri mangkuprawira: hiya prof, terutama yg membuat saya terbengong-bengong adalah sebagian dari kita ada yg begitu kaya rayanya sampai2 sy tidak dpt berpikir bagaimana mereka bisa seperti itu.

  3. …belum lama…atau dua bulan lalu saya berkunjung ke kualalumpur…kebetulan tinggal di hotel kepunyaan kampus…disitu tinggal; layaknya hotel di kita…perbedaannya jumlah karyawan tidak banyak…serba efisien…namun pelayanannya begitu prima…tak ada satu pun satpam…saya tanya pada teman orang malay…ya disini aman-aman saja…lalu saya ke apartmen di kota baru…disitu walau penghuninya ratusan…satu pun tak ada portal dan satpam di garasi bawah tanah yg banyak mobilnya…tidur kami enak-enak saja…kami merasa aman kata sang penghuni…lalu saya bayangkan kondisi di tanah air…serba ketat dengan pengamanan…dan kebisingan….jadi perasaan tentang suasana dunia lain disini lain disana…berbeda-beda bergantung pada persepsi seseorang atas dunia nyata yg dijalaninya…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here