Bertemu Christina Aguilera

12
1617

christina aguileraKereta yang oleh orang Jakarta disebut dengan kereta Jawa ini ternyata mengalami keterlambatan juga. Ini untuk kedua kalinya kami disuguhi pelayanan tidak menyenangkan oleh PJKA setelah sebelumnya krl yang dari Bogor juga terlambat berangkat. Tidak heran jika orang-orang kemudian mengolok-olok bahwa PJKA adalah singkatan dari Perusahaan Jawatan Kumaha Aing (kumaha aing = suka-suka saya). Selain ketemu sial dengan kereta, Akhdian juga ketiban sial sesaat sebelum kereta datang. Tiketnya hilang entah di mana. Dicari ke mana-mana tidak ketemu. Terpaksa dia merogoh kocek lagi untuk membeli tiket. Dia lebih gagal lagi dalam berhemat dibandingkan saya dan Fajar. Tapi dengan mengeluarkan Rp 130.000 lagi, itu berarti berkah buat dia. Mengapa bisa seperti itu? Karena bagi saya, itu artinya bukan kesialan tetapi saya lebih suka menyebutnya sedekah dibayar di muka. Sip kan?

Begitu Akhdian datang dari membeli tiket keduanya, kereta Senja Utama tujuan Yogyakarta tiba. Para penumpang segera naik, tiket yang kami miliki tidak memiliki nomor tempat duduk karena kereta bisnis ini juga penuh. Bagaimanapun juga, masih beruntung kami bisa kebawa. Kalau hanya tempat duduk, kami sudah menyiapkan koran untuk alas duduk nanti. Saya sendiri akhirnya tidak perlu menggunakan koran sebagai alas karena kursi yang saya duduki ternyata kosong. Entah memang tidak ada pemiliknya, atau yang punya tidak datang. Kebetulan gerbong yang saya dan kedua teman seperjalanan naiki adalah gerbong jatah untuk penumpang dari stasiun Jatinegara, jadi, banyak kursi kosong yang bisa kami duduki sebelum pemiliknya datang .

Menjelang pagi kereta sudah masuk stasiun Wates. Kereta berhenti untuk menurunkan penumpang yang akan turun di stasiun pinggiran Yogyakarta ini. Di antara penumpang yang sedang turun, naiklah dua orang pengamen profesional. Mereka berjalan dengan genitnya menuju ke bagian depan gerbong yang kami naiki. Mukanya bermake up tebal dan menor. Bajunya ala Christina Aguilera. Salah satu dari penyanyi itu mengenakan celana ketat hitam dengan dibalut jaring warna putih seperti jaring yang digunakan untuk net volly. Di beberapa bagian, tali jaring net volly itu terlihat putus. Sambil memetik dawai alat musiknya yang khas, yang terbuat dari kotak kayu dan potongan ban dalam sebagai dawainya, menyanyilah mereka.

Kedua selebriti kereta api yang merakyat itu bagi saya sangat menghibur. Begitu buka suara, meluncurlah lagu Jawa yang sudah tidak asing lagi, Prau Layar. Saya sudah lama tahu lagu itu, jadi tidak ada istimewanya. Namun ketika dinyanyikan oleh mereka, lagu Prau Layar menjadi berbeda. Saya tertawa saat mereka mendendangkannya. Bagaimana tidak? Setiap bait syair yang mereka nyanyikan, di belakangnya mereka tambahi dengan kata ’wer-ewer-ewer’. Dan bukan hanya Prau Layar, lagu berikutnya yang merupakan soundtrack dari film Ketika Cinta Bertasbih juga mereka tambahi dengan ’wer-ewer-ewer’. Entah apa yang mereka ewer-ewer (bawa). Banyak penumpang yang memberi uang, termasuk saya. Selain terhibur, saya memberi agar tidak dicolek-colek. Kata Akhdian, bencong penyanyi itu suka towel-towel bila ada penumpang yang tidak memberi tip.

Akhirnya kereta masuk stasiun Tugu. Kami turun di stasiun itu, bukan di stasiun Lempuyangan yang menjadi pemberhentian terakhir. Sebelum pintu keluar, di dinding-dinding stasiun yang tinggi itu terdapat lukisan-lukisan besar karya seniman Yogya. Di stasiun yang sudah menjadi cagar budaya inilah petualangan emosional saya dimulai. Di mana nanti saya kemudian akan bertemu dengan orang-orang yang tidak masuk akal, yang sebagian dari mereka mengaku mantan fakir bandwidth, dalam sebuah acara yang berjudul Nganggur Itu Anugerah, sebuah gathering yang berbau workshop atau workshop yang bernuansa gathering. Terserah anda memilih yang mana.

Bila anda berharap tulisan ini bercerita tentang keraton Yogyakarta, mohon maaf, anda akan kecewa. Bagi saya, ada yang lebih penting dari sekedar bertamasya ke keraton yang jadi ikon wisata kota gudeg tersebut. Keraton yang saya datangi saat itu letaknya ada di Kaliurang yang rajanya adalah mantan fakir bandwidth. 😆

(Tulisan ini merupakan kelanjutan dari 3 Bujang ke Keraton)

Sumber gambar: di sini

12 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here